09

2K 97 0
                                    

Hari sudah berganti, matahari sudah mulai menampakkan dirinya pada dunia. Cahayanya yang lembut menyelinap melalui gorden kamar yang sedikit terbuka  berniat membangunkan sepasang manusia yang tak kunjung bangun hingga jarum jam menunjukkan pukul 6 pagi.

Kedua manusia berbeda jenis kelamin itu seakan tak terganggu dengan cahaya yang menyilaukan mata mereka. Bahkan mereka tidur sambil berpelukan seakan tengah berbagi kehangatan di pagi yang dingin ini.

Jam weker yang ada di atas nakas berdering, menandakan bahwa sekarang adalah waktunya bangun dan melakukan aktivitas pagi.

Vivy membuka matanya lalu mematikan suara berisik yang mengganggu telinganya. Andai saja hari ini bukan jadwal bunda dan ayahnya ke Korea, Vivy pasti memilih tidur sampai siang dengan memeluk Bian seperti ini.

Vivy tersenyum mengingat tidurnya yang sangat nyenyak tadi malam. Bagaimana tidak, Bian tidur sambil memeluknya sepanjang malam, membuat Vivy senyum-senyum sendiri memikirkannya.

Katakanlah Vivy haus akan sentuhan lelaki, karena gadis itu memang jarang berinteraksi dengan lawan jenis apalagi sampai bersentuhan seintim ini.

"Bian, bangun yuk" Vivy memutuskan membangunkan Bian karena bagaimanapun mereka harus mengantarkan Retta dan Varo ke bandara jam 8 nanti.

Bian yang ditepuk-tepuk pipinya bukannya bangun malah semakin mengeratkan pelukannya pada Vivy.

"Bian masih ngantuk bun.... " Ucap Bian dengan suara khas orang bangun tidur. Vivy terkekeh mendengarnya, Bian mengira dirinya adalah sang bunda yang tengah membangunkannya.

"Bian ga mau nganterin bunda sama ayah ke bandara? " Vivy tetap menepuk-nepuk pipi Bian yang menempel di dadanya dan menatapnya lekat. Sebenarnya ia juga tidak ingin membangunkan Bian, karena jujur, ia menyukai posisi ini.

Vivy suka ketika Bian menempel padanya, Vivy suka berdekatan dengan Bian, Vivy suka melihat senyum Bian, oh tidak! Vivy menyukai segalanya tentang Bian.

OH MY GOD!! bagaimana Vivy bisa segila ini jika mengenai Bian, rasanya ia ingin mengurung Bian dikamar hanya untuk dirinya sendiri dan tidak membiarkan orang lain menaruh mata padanya. Namun apalah daya, Vivy yang merupakan bucinnya Bian ini mana tega mengurung anak itu dan membuatnya bersedih. Huhh..

Sepersekian detik kemudian Bian baru menyadari jika yang membangunkan dirinya bukanlah suara bundanya.

Matanya segera terbuka dan mendapati Vivy yang tengah menatapnya dengan senyum diwajahnya. Ia baru saja mengingat apa saja yang terjadi kemarin.

Mulai dari pernikahan mereka, ke taman hiburan, dan Vivy yang menggendongnya ke kamar yang samar-samar ia ingat karena Bian setengah sadar namun sangat malas membuka matanya kala itu.

Bahkan tadi Bian mengira bahwa yang membangunkan dirinya adalah bundanya. Astaga, Bian sangat malu mengingat semua itu, apalagi mengingat bahwa Vivy sekarang adalah istrinya.

Bian menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Vivy dan memeluknya erat "Ivy... Bian malu.. " Cicitnya pelan namun masih bisa didengar oleh Vivy.

Vivy terkekeh lalu mengacak-acak rambut Bian yang lembut seperti bayi.

"Udah, sekarang bangun terus mandi, nanti kalau kesiangan ga bisa nganterin ayah sama bunda ke bandara" Bian menurut dan mendudukkan dirinya dengan malas. Vivy yang melihat itu kembali terkekeh lalu beranjak dari tempat tidur dan menggendong Bian seperti yang ia lakukan tadi malam.

"E-eh? " Bian tentu saja terkejut saat Vivy dengan mudahnya menggendong dirinya, namun tak berbohong jika dia menyukai itu.

"Berat badan kamu berapa? " Tanya Vivy.

He is Mine (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang