Setelah Vivy membubarkan semua orang, kini hanya tinggal beberapa orang di tempat itu.
Vivy menatap dingin Diki yang kini tertunduk putus asa didepannya. Sedari tadi Bian mencoba menenangkannya tanpa suara, namun dirinya yang sedang di liputi kemarahan tidak mempedulikan hal itu.
"Saya mohon, jangan lakukan itu" Pinta Diki memelas.
"Kesempatan habis, jika saja kau bisa berpikir seperti kedua temanmu, ini semua tidak akan terjadi" Balas Vivy dingin.
"Bian, gue salah, gue mohon maafin gue" Gagal membujuk Vivy, Diki beralih kepada Bian. Ia yakin pria itu tidak akan sekejam Vivy kepadanya.
Meskipun ia membenci pria itu, ia tidak akan membiarkan keluarganya hancur hanya karena dirinya, dan satu-satunya cara hanya dengan memohon kepada pria itu.
Bian menatap iba pada pria itu, Diki yang merupakan Bad boy sekolahnya kini menurunkan harga dirinya dan memohon padanya.
"Vy..." Bian mencoba menarik atensi Vivy berniat membujuknya. Meskipun ia juga tidak menyukai Diki setelah apa yang terjadi padanya kemarin, ia juga tidak ingin banyak orang tidak bersalah ikut menanggung kesalahan pria itu.
"Gak usah belain dia" Ucap Vivy datar namun masih tersirat kelembutan dalam ucapannya.
Bian memegang kedua bahu Vivy agar gadis itu menatap dirinya.
"Bian gak belain dia, Bian cuma gak mau Ivy jadi penyebab banyak orang kehilangan pekerjaannya" Jelas Bian pelan agar Vivy mengerti.
Gadis cantik itu terdiam mempertimbangkan perkataan suami kecilnya.
"Bian mohon... " Sudahlah, mana mungkin Vivy menolak jika Bian-nya sudah memohon seperti itu.
Vivy kembali menghubungi sekretarisnya dan mengatakan untuk membatalkan penarikan investasi pada keluarga Dirgantara.
Apakah Vivy akan memaafkan Diki begitu saja? Oh tentu tidak, hanya dia dan Tuhan yang tau apa yang akan dilakukan gadis itu kepada orang yang sudah menyakiti miliknya.
Bian tersenyum mendengar itu, begitu juga Diki yang langsung berterima kasih kepada Bian dan Vivy karena membatalkan penarikan investasi pada bisnis keluarganya. Setelah itu ia berlalu pergi menyusul teman-temannya yang sudah pergi lebih dulu.
Beberapa orang yang masih ada disana, termasuk kepala sekolah dan para guru, sedikit terkejut karena Vivy merubah keputusannya semudah itu.
Siapa yang tidak tau bahwa Vivy bukanlah orang yang melakukan sesuatu tanpa pertimbangan. Namun hari ini presdir cantik itu seakan menunjukkan bahwa ia bisa menjadi tidak masuk akal jika bersangkutan dengan suaminya.
"Sekarang Bian balik ke kelas, nanti siang Ivy jemput" Ucap Vivy lembut dan langsung dituruti oleh Bian. Pria itu berpamitan pada para guru yang masih ada disana lalu beranjak menuju kelasnya.
"Saya akan langsung ke kampus, jika ada sesuatu yang terjadi pada Bian segera beritahu aku" Berbeda dengan saat berbicara dengan Bian, kini suara Vivy menjadi datar bahkan terkesan dingin.
"Baik, nona" Kepsek dan beberapa orang disana menunduk hormat mengantar kepergian Vivy.
Tanpa ada yang menyadarinya, sedari tadi ada seorang gadis dengan seragam SMA Kalandra menatap Vivy dengan raut wajah yang tidak bisa diartikan.
Kemarin ia sedang menghadiri acara keluarga, dan hari ini begitu kembali ke sekolah ia langsung mendapat kenyataan pahit bahwa lelaki yang disukainya sudah menjalin hubungan pernikahan dengan gadis lain.
Sakit hati? Tentu saja, ia bahkan tidak sadar jika matanya mulai berair hingga membasahi pipinya.
///////
"Lo kemana aja Vy? Sibuk banget kayaknya" Vella yang baru menyadari kedatangan Vivy langsung menyapa gadis itu yang kini sudah duduk di sampingnya.
"Kayak gak biasa aja"
"Gue kadang bingung deh sama lo, ngapain sih lo kuliah? "
"Waras lo, nanya gitu? Lo sendiri ngapain kuliah" Sinis Vivy dengan keheranan Vella, lagian aneh-aneh saja pertanyaannya.
"Ish, bukan gitu.. "
"Terus? " Vivy menaikkan alisnya sebelah.
"Gini ya.. kalo gue kan kuliah biar pinter, biar bisa cari kerja kalau udah lulus, sedangkan lo kan udah sibuk banget gitu.. kayak kemaren aja beberapa hari lo gak ikut kelas, bukannya lebih baik kalo lo gausah kuliah ya? "
"Gue kan ke perusahaan juga gak setiap hari, jadi apa salahnya kalau gue pengen kuliah"
"Gak mungkin deh alesan lo cuman itu, pasti ada yang lain kan? " Vella menatap Vivy penuh selidik.
Vivy merotasikan matanya mendengar ucapan Vella. Tebakan gadis itu memang benar, Vivy memang mempunyai alasan tersendiri untuk kuliah. Tidak mungkin kan dia kuliah hanya karena gabut, sedangkan pekerjaannya menumpuk meskipun banyak asistennya yang membantu.
"Jujur aja deh.. gue kepo tau! "
"Gue kasih tau tapi jangan ketawa" Vivy memperingatkan.
"Iya, gak ketawa deh, janji"
"Gue juga pengen punya cowok, lo tau sendiri gue nyari nya yang gimana, mana ada di perusahaan gue yang kayak gitu " Sontak Vella tertawa mendengar alasan yang tidak terduga itu. Ia sampai melupakan janjinya untuk tidak tertawa.
"Ketawa aja terus! " Vivy melirik Vella sinis, bisa-bisanya teman laknatnya itu menertawakan dirinya setelah berjanji tidak akan tertawa.
"Sorry, sorry, gak nyangka aja gue kalo alesan lo kayak gitu. Berarti sia-sia dong lo kuliah, suami lo kan masih SMA" Vella mulai meredakan tawanya agar Vivy tidak semakin marah.
"Gak juga sih, biar gak keliatan tua juga gue. Bian kan masih sekolah, nanti dikira sugar mommy nya gue kalo udah sepenuhnya ke perusahaan"
"Iya juga sih.. " Vella terkikik geli karena perkataan Vivy.
"Btw lo habis dari mana? kok baru datang jam segini? "
"Dari sekolahnya Bian"
"Loh, ngapain? "
"Kemarin ada gosip gak bener tentang gue dan Bian, jadi yaudah gue bongkar aja sekalian kalo kita udah nikah"
"Beneran lo udah go publik? berarti gausah sembunyi-sembunyi lagi dong? "
"Mn"
///////
Kabar mengenai pernikahan Vivy dan Bian menyebar dengan sangat cepat tidak hanya di Jakarta, namun di seluruh negeri. Banyak stasiun televisi memberitakan pernikahan mereka yang baru terungkap itu.
Setelah beberapa hari berlalu, Vivy dan Bian tidak mengalami perubahan drastis pada kehidupan mereka.
Meski kadang Bian tak sengaja mendengar ada yang membicarakannya, orang itu akan langsung diam kala mengingat bahwa tidak seharusnya mereka membicarakan hal itu.
Bian sendiri tidak masalah jika memang ada yang membicarakan dirinya, toh itu sudah biasa biasa baginya.
Dia tau orang-orang pasti masih beranggapan buruk tentang dirinya, terutama tentang dia yang dianggap miskin dan hanya menikahi Vivy karena uang.
Tapi Bian tidak peduli, untuk apa mengurusi pendapat orang lain yang bahkan tidak kita kenal dan tidak mengenal kita dengan baik, biarkan saja mereka dengan spekulasi mereka sendiri, ia juga tidak akan rugi.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Mine (END)
FanfictionWARNING!! cerita GXB Bagi yang ga suka cowok manja, skip ___... ___... ___... ___ "Mana ada cowok yang persis sama imajinasi lo, kalo pun ada pasti maunya sama yang sejenis" "Liat aja nanti" senyum miring tersungging di bibirnya. ___...___ Vianni g...