Bian terbangun dari tidurnya ketika hari sudah sangat sore. Ia melihat kamarnya yang belum ada tanda-tanda kepulangan Vivy.
Bian memutuskan untuk berendam di kamar mandi karena ia belum mandi sejak pulang sekolah tadi.
Tiga puluh menit kemudian, Bian sudah menyelesaikan ritual mandinya dan keluar dari kamar mandi dengan bathrobe yang membungkus tubuhnya.
Pria itu hendak memasuki walk in closet ketika suaranya mendengar rintikan hujan disusul suara petir yang menggelegar.
Bian tertegun, tubuhnya luruh ke lantai bersandar kan tembok yang ada disebelahnya. Wajahnya tenggelam dalam lekukan lututnya, matanya mulai berair dan bibirnya bergetar. Traumanya kambuh!
Biasanya disaat-saat seperti ini bundanya akan memeluk dan menenangkannya, namun kini ia disini sendirian karena Vivy tak kunjung pulang dari kantor.
Memori tentang saat-saat sebelum ia kecelakaan memenuhi otak Bian, bibirnya terus menggumamkan kata tolong dan sejenisnya.
Di sisi lain, Vivy yang sudah sampai dimansion langsung berlari ke kamar Bian tanpa menghiraukan sapaan orang-orang disekitarnya.
Vivy membuka pintu kamar, hatinya mencelos melihat kondisi Bian yang sangat memprihatinkan. Apakah tidak ada orang di mansion ini yang bisa menenangkan Bian disaat seperti ini? namun ia juga tidak bisa menyalahkan orang lain, karena ini juga salahnya yang tidak menemani Bian disaat seperti ini.
Pria itu menelungkupkan kepalanya diatas lutut, suara isak tangis terdengar memilukan di telinga Vivy. Gadis itu mendekati suami kecilnya yang meringkuk ketakutan.
Vivy memelui Bian dan mengelus punggung lelaki itu, yang sepertinya terkejut dengan tindakannya yang tiba-tiba. Bian memeng tidak menyadari kedatangan Vivy yang sudah berada didalam kamar, jadi ia sedikit terkejut dan takut saat Vivy memeluknya.
"Jangan tinggalin Bian" gumamnya dalam pelukan Vivy, tangisnya tak kunjung mereda, bahkan mulutnya terus bergumam yang membuat Vivy ikut merasakan apa yang dirasakan Bian-nya.
"Bian takuuut... "
"Jangan tinggalin Bian... "
"Mereka mau sakitin Bian... ""Sekarang gapapa, Bian udah sama Ivy, gak ada yang akan nyakitin Bian" Ucap Vivy menenangkan. Ia marah kepada dirinya sendiri karena sampai saat ini tangis Bian tak juga berhenti, pria itu memeluknya erat seakan takut ia meninggalkannya lagi.
Vivy mengangkat tubuh Bian yang masih terbungkus jubah mandinya dan membawanya ke tempat tidur mereka. Gadis itu duduk bersandar pada kepala ranjang dan Bian duduk menyamping di pangkuannya.
"Maafin Ivy, Ivy pulang telat, Maaf ga bisa jagain Bian" Ucap gadis itu lirih, sungguh dirinya merasa bersalah dengan kondisi Bian seperti ini.
Pria itu masih sesenggukan didadanya, Vivy terus mengelus punggung Bian dan sesekali mengecup puncak kepalanya.
Beberapa menit kemudian, Vivy merasakan nafas Bian mulai teratur, sepertinya pria itu tertidur. Vivy memajukan wajahnya untuk mengeceknya, dan benar saja pria itu telah tertidur di pelukannya.
Vivy sedikit memundurkan wajah Bian agar ia bisa melihatnya lebih jelas, ia menjadikan tangannya yang meningkat dipundak buan sebagai sandaran pria itu.
Vivy menatap Bian lekat, mata yang sembap, hidung memerah, dan mulut sedikit terbuka. Wajah yang biasanya selalu ceria itu kini meredup, Vivy tidak suka itu, apalagi dia juga termasuk penyebab semua ini.
Bian menggeliat dan kembali memeluk Vivy erat. Vivy membaringkan tubuh Bian di sampingnya, namun karena pelukan Bian yang tidak bisa dilepas, alhasil ia membiarkan Bian tidur sambil memeluknya dengan kepala pria itu yang ada di atas dadanya.
///////
Keesokan paginya, Bian bangun terlebih dahulu daripada Vivy. Begitu matanya terbuka sempurna, ia kaget karena dirinya tertidur dengan berbantalkan dada Vivy.
Tiba-tiba ia mengingat apa yang terjadi tadi malam, jangan bilang ia tertidur seperti ini semalaman, jika iya pasti Vivy merasa tidak nyaman karena berat tubuhnya yang setengahnya menimpa gadis itu selama Vivy tidur.
Bian menyingkirkan tangan Vivy yang memeluknya lalu hendak menyingkir dari atas tubuh Gadis itu. Namun ia kalah cepat dengan Vivy yang sudah terbangun dan mencegahnya beranjak dari sana.
"Maaf Bian udah tidur disini, pasti Ivy capek kan?" Bian mendongak agar bisa menatap Vivy. Tapi bukannya menjawab gadis itu malah memeluk erat dirinya dan menggumamkan kata maaf di telinganya.
"Kenapa Ivy minta maaf? " Heran Bian tanpa melepas pelukan Vivy pada tubuhnya.
"Maaf Ivy gak ada disamping Bian tadi malam" Cicitnya, Vivy kini menangkup kedua sisi wajah Bian dengan tangannya.
"Gapapa kok, bukan salah Ivy, tapi lain kali temenin Bian yah? soalnya Bian takut" Ucap Bian lalu nyengir menunjukkan deretan giginya.
Vivy yang mendengar itu mengangguk lalu mengecupi pipi chubby Bian.
"Suami siapa sih lucu banget" Ucap Vivy di sela-sela kegiatannya menciumi pipi Bian. Sedangkan pria itu hanya pasrah mendapat serangan seperti itu dari Vivy.
"Suaminya Ivy! " Ucap Bian kemudian.
"Sekarang kan akhir pekan, kita tidur lagi aja yah, Ivy mau manja-manja sama suaminya Ivy" Ucap Vivy lalu menggesek-gesekkan hidungnya di hidung Bian.
"Ih apaan sih Ivy, Masa mau tidur lagi? ini kan udah pagi, waktunya sarapan"
"Lima belas menit, gak lebih, Ivy mau peluk Bian lagi" Vivy memejamkan matanya lalu tangannya memeluk pinggang ramping Bian.
"Bian mau turun Ivy... Ivy pasti capek kan Bian tindihin semalaman? " Bian berusaha turun dari atas tubuh Vivy, namun gadis itu kembali menahannya seperti tadi.
"Nggak kok, kata siapa? Ivy suka Bian kayak gini, jadi gausah turun" Akhirnya bian tidak memberontak lagi.
"Beneran, ini? Ivy gak capek? " Vivy mengangguk.
![](https://img.wattpad.com/cover/369353695-288-k182843.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Mine (END)
FanfictionWARNING!! cerita GXB Bagi yang ga suka cowok manja, skip ___... ___... ___... ___ "Mana ada cowok yang persis sama imajinasi lo, kalo pun ada pasti maunya sama yang sejenis" "Liat aja nanti" senyum miring tersungging di bibirnya. ___...___ Vianni g...