24

1.4K 85 0
                                    

"Bagaimana kondisi Bian" Tanya Retta begitu Vivy keluar dari ruang rawat Bian.

"Bian tidur Bun, capek kayaknya habis nangis"

"Kamu kenapa Vy? Sepertinya ada yang kamu pikirkan? " Varo menyadari raut wajah Vivy yang ingin menyampaikan sesuatu pada mereka.

"Vivy ngerasa ada yang aneh sama ucapan Bian yah, bun "

"Ada apa sayang? ada apa sama Bian? " Tanya Retta panik.

"Bian terus-menerus minta Vivy untuk gak ninggalin Bian, Bian juga tanya apakah kita nikahnya karna dijodohkan? " Sontak ucapan Vivy membuat kedua orang tuanya terkejut, bagaimana bisa Bian mengetahui tentang perjodohan itu? sedangkan mereka tidak pernah memberitahunya sama sekali.

"Kalau boleh tau siapa aja yang tau tentang perjodohan ini? " Tanya Vivy kemudian.

"Cuma kita bertiga sama Mama kamu" Ucapan Retta membuat Vivy yakin kalau tebakannya benar.

"Kenapa kamu tanya itu Vy? " Varo.

"Kalian gak pernah bahas tentang perjodohan itu ke Bian? " Retta dan Varo kompak menggeleng.

"Kalian pernah bahas tentang perjodohan itu di luar rumah? " Lagi, mereka berdua menggeleng.

"Kalau begitu tebakan Vivy benar, kemungkinan ada mata-mata di mansion Ayah sama Bunda yang dikirim oleh penculik itu. Dia yang membocorkan masalah perjodohan itu ke penculik dan penculik itu mengungkapkannya kepada Bian, dan mata-mata itu juga yang mengirim informasi bahwa kemarin Vivy sedang keluar kota, jadi Bian pulang dari sekolah tanpa penjagaan "

Varo yang mendengar perspektif Vivy barusan dapat menarik sebuah kesimpulan.

"Jadi motif penculik itu adalah untuk mengancam Bian agar menceraikan kamu dengan alasan kamu menikahinya hanya karena perjodohan "

"Menurut dugaan Vivy seperti itu "

Retta menutup mulutnya menggunakan tangan mengungkapkan keterkejutan.

"Maafin Vivy, penculik itu pasti menculik Bian karena Vivy, tapi Vivy janji mulai sekarang akan berusaha sebaik mungkin untuk menjaga Bian " Vivy meminta maaf dengan tulus kepada kedua mertuanya, jika dugaannya benar, maka ia adalah penyebab utama penculikan Bian.

Vivy bersumpah akan menemukan siapa dalang di balik penculikan ini, meskipun kini ia belum menemukan titik temu, ia akan menunggu Bian sampai sembuh untuk meminta kesaksian pria itu.

"Ini bukan salah kamu sayang, kamu sudah berusaha menjaga Bian dengan baik. Berhenti nyalahin diri kamu sendiri, Vivy harus fokus pada kesembuhan Bian, oke? " Retta mengelus puncak kepala Vivy menyalurkan rasa sayang nya.

Vivy yang diperlakukan seperti itu langsung memeluk Retta, wanita yang sudah ia anggap sebagai sosok ibu baginya, ia bersyukur bisa bertemu keluarga ini dalam hidupnya.

Meskipun Vivy hanya mempunyai kakek jacob sebagai satu-satunya keluarganya, ia bersyukur kepada Tuhan yang telah mengirim Ayah, Bunda, dan Bian dalam hidupnya.

"Bunda " Panggil Vivy, melepaskan pelukannya pada Bundanya.

"Iya, sayang? "

"Menurut Vivy, Bunda sama Ayah gak usah kesini dulu deh untuk sementara ini "

"Loh, kenapa Vy?! Bunda kan juga pengen jagain Bian? " Retta mengerutkan keningnya tak suka.

"Bunda jangan salah paham dulu, Vivy gak ada maksud lain, Bunda tau sendiri keadaan Bian gimana? Bian selalu histeris kalau didekati, Vivy gak mau Bunda selalu melihat itu kalau terus disini "

"Selain itu, Vivy juga tau kalau perusahaan Ayah juga belum baik-baik saja, apalagi kalian kemarin langsung terbang kesini tanpa persiapan "

Retta merenung memikirkan ucapan Vivy, Ia tau Vivy pasti bermaksud baik dengan memintanya untuk tidak datang kesini, tapi ia juga ingin menjaga Bian yang kondisinya belum juga membaik.

He is Mine (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang