26

977 54 0
                                    

Sudah 3 hari berlalu, Bian sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit kemarin lusa.

Seperti yang telah disepakati, Vivy dan Bian sekarang tinggal di rumah Vivy.

Rumah mewah bertingkat 2 menjadi pilihan Vivy sebagai tempat tinggalnya, Ia membeli rumah ini setelah pulang dari luar negeri 2 tahun yang lalu.

Sebenarnya Vivy bisa saja membeli sebuah mansion, tapi ia berpikir untuk apa membeli tempat tinggal sebesar itu jika ditinggali sendiri.

Gadis itu juga tidak suka terlalu banyak orang asing tinggal bersamanya, jadi ia hanya mempunyai beberapa asisten rumah tangga, sopir dan anak buah yang berjaga di rumahnya.

Sebelum pindah ke rumah ini, Vivy sudah meminta izin kepada Retta dan Varo, dan mereka mengizinkannya. Bagaimanapun Vivy dan Bian sudah menikah, jadi Retta dan Varo juga tidak mempunyai hak untuk melarang.

Saat ini Vivy sedang membuatkan susu untuk Bian. Beberapa minggu bersama pria itu membuatnya mengetahui beberapa hal kecil tentang suaminya.

Selain menyukai sushi dan es krim, Bian mempunyai kebiasaan meminum susu sebelum tidur, jadi ia selalu membuatkan susu stroberi untuk pria itu.

Vivy membawa gelas berisi susu yang telah ia buat ke dalam kamar. Ia mendapati Bian tengah duduk di ranjangnya, yang kini telah menjadi ranjang mereka.

Pria dengan piyama bergambar beruang itu mengulurkan tangannya untuk meminta susu yang dipegang Vivy. Senyum manis di bibirnya menular kepada gadis yang kini mendudukkan diri disampingnya.

"Makasih " Ucap Bian lalu meminum susu stroberi kesukaannya.

"Mau tidur sekarang? " Tanya Vivy mengambil gelas yang telah kosong di tangan Bian untuk diletakkan di atas nakas.

"Belum ngantuk " Jawab Bian sembari memasukkan dirinya ke dalam pelukan Vivy. Gadis itu menyambut hangat pelukan Bian.

"Ivy.. "

"Hm?? "

"Sekolah Bian gimana? " Sudah beberapa hari Bian tidak masuk sekolah, jadi ia sedikit khawatir karena sudah mendekati UTS.

"Kalau Bian udah bener-bener sembuh, Bian boleh kembali sekolah " Bian mengangguk sebagai respon, meskipun ia mengkhawatirkan nilai nya, tapi mau bagaimana lagi, kondisinya memang tidak memungkinkan untuk bertemu orang lain selain Vivy.

Di rumah ini saja Bian belum berani untuk keluar kamar, Vivy yang selalu menyiapkan semua kebutuhannya termasuk makanan.

Bian jadi merasa bersalah pada Vivy, gadis itu harus merawat dan melayaninya hingga meninggalkan pekerjaannya. Bian merasa dirinya hanya beban bagi Vivy, tapi ia juga tidak bisa melakukan semuanya tanpa Vivy.

Dia merasa aneh pada dirinya sendiri, ia ingin mandiri, namun kondisinya seakan tidak memperbolehkannya untuk itu. Hatinya seolah mendukung untuk bergantung pada istrinya.

"Ivy, maaf.. " Lirih Bian menimbulkan kerutan di dahi Vivy.

"Kenapa minta maaf? " Heran Vivy.

"Gara-gara Bian, Ivy jadi gak bisa kerja " Pria itu menundukkan kepalanya.

"Kenapa ngomong gitu, hm? " Vivy mengelus kepala Bian yang tertunduk, perlahan mengangkat dagu pria itu agar menatapnya.

"Bian ngerasa bersalah, karena Vivy harus selalu nemenin Bian, dan nyiapin semua kebutuhannya Bian " Vivy menangkup wajah mungil Bian dengan kedua tangannya. Wajahnya mendekat hingga bibir pria itu tertutupi dengan bibirnya.

Bian tentu saja terkejut atas tindakan tak terduga yang dilakukan Vivy, namun ia hanya diam dan memejamkan matanya.

Vivy melumat pelan bibir Bian dan sesekali menyesapnya. Sedangkan pemilik bibir itu hanya diam menerima perlakuan Vivy tanpa membalasnya.

He is Mine (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang