Di ruang tamu itu malah terjadi pembicaraan penting mengenai apa yang terjadi. Prabu Arya Dygta yang langsung memimpin perundingan itu.
"Terus terang saya masih ragu jika dalang dibalik semua ini adalah Dewi Ular" menanggapi Nini Palupi.
"Memang, sudah lama Dewi Ular tidak terdengar rimbanya. Tapi jangan lupa Nini! Kita tidak boleh lengah. Di pertempuran besar di Hutan Kayu Wangi kami tidak melihat adanya Dewi Ular. Bisa saja betina licik itu tengah bersembunyi dan menghimpun kekuatan serta mengatur rencana keji lain" pendapat Nenek Lembah Air Mata.
"Lantas apa tujuan anak buah perempuan itu menyerang murid-muridku?" Heran Nini Palupi
"Pemikiran saya cuma satu, yakni perempuan itu ingin mencelakai para pendekar muda yang ingin ikut adu silat" Lesmana mengutarakan pendapat.
"Apa untungnya bagi betina sesat itu?" Candrika jadi ikut penasaran.
"Ini harus saya selidiki lebih dalam. Saya akan membuat pasukan khusus untuk menjaga keamanan sekaligus mencari tahu hal itu!" Ucap Lesmana.
"Baiklah kakang, saya percayakan tugas itu kepadamu. Jika ada kesulitan lekaslah berbagi kabar denganku!" Ujar Arya Dygta.
Lesmana mengangguk setelah menghormat diapun beringsut mundur meninggalkan ruang tamu agung.
"Sayang, ananda Esa semakin jarang di istana. Kalau tidak dia pasti senang melihatmu Wisnu. Dia itu sangat mengagumimu. Jika kau tak keberatan sudilah kiranya kau mengajari barang sejurus dua jurus andalanmu buat anakku" pinta Arya Dygta.
Wisnu tersenyum, "Permintaan Gusti prabu mana mungkin saya tolak. Katakan kepada pangeran Esa, saya siap kapan saja untuk menggemblengnya"
Prabu Arya Dygta pun menoleh kepada juru tulis istana yang selalu hadir di dekatnya untuk mencatat hal-hal penting.
"Apakah borang (formulir) adu silat sudah selesai dibuat?"Juru Tulis Istana mengangguk, "Sudah selesai Gusti"
"Kalau begitu serahkan kepada muda-mudi ini. Keduanya akan ikut serta di adu silat itu" perintahnya.
Juru Tulis menyerahkan dua helai lontar bercap kerajaan kepada Ringgita dan Priyandhana. Keduanya dengan senang hati menuliskan nama mereka di lembaran lontar itu. Keduanya saling melirik dengan tatapan tidak bersahabat.
"Kau yakin mau bersaing denganku?" Ledek Priyandhana.
"Lihat saja nanti! Jika saya berhadapan denganmu, aku tak akan segan-segan meninjumu" tanggap Ringgita.
"Huh sombongnya!" Cuit Priyandhana lagi.
"Tentu saja. Jangan lupa, kalau bukan karena pertolonganku, kau sudah jadi mayat keracunan!"
Priyandhana menggondok dalam hati, dia tak suka kepada Ringgita namun sialnya paman Raja Merak malah terkekeh.
"Lihatlah Candrika, sepertinya kau bakal dapat calon menantu"
Kandito cengengesan, sedangkan Candrika memperhatikan Ringgita dengan seksama, cantik, judes dan tegas. Mirip seperti dirinya di saat muda.
Nini Palupi cepat-cepat menjewer telinga Ringgita, nenek sakti itupun mengomeli muridnya karena mulutnya yang ceplas ceplos.
***Sedangkan itu, jauh dari istana, sepasang muda-mudi sedang duduk berdua di tepi sebuah gapura pemakaman, Anggun dan Ramadandi ternyata.
Anggun mengobati luka-luka yang diderita Dandi karena hajaran Lintang tadi."Anggun, benarkah dia kekasihmu?" Tanya Dandi, saat Anggun mengusapkan kain basah di perut sampingnya yang kena tendang Lintang. Perut itu memar dan sakit. Namun Dandi tidak menghawatirkan perutnya itu, dia justru takut jika ucapan lelaki yang mengamuk tadi benar. Anggun adalah kekasihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRU
Fantasy"Hridaya pravahita anugraha" Cinta adalah anugerah yang mengalir dari hati. Lintang Arganata seorang murid cekatan dari padepokan Linggabuana mendapatkan tugas memberikan undangan adu tanding Kanuragan ke Padepokan Kembang Dewa. Di sana Lintang Arg...