Kelopak 39 - Sepakat Para Siluman

160 19 5
                                    

Wisnu Dhanapala dan Giri menanti dengan cemas, sosok Dhanu belum sadarkan diri dan masih terbaring di ranjang kamar agung istana, Kamarnya, Giri.

Anggun sedang mengusap peluh yang terus membasahi telapak tangan dan kaki Dhanu.

Ratu Kameswari terduduk diam bersama Lintang dan Pamgeran Esa.

Suasana hening, dan di tengah keheningan itu, Elang Selatan salah satu anak buah Giri datang menghadap.

"Kau sudah memeriksa seluruh kotaraja?" Tanya Giri.

"Sudah, Yang Mulia. Ada tiga puluh empat warga yang terpapar kelopak mawar."

"Bagaimana keadaan mereka?" Tanya Giri dengan khawatir.

"Semua dalam keadaan tak sadarkan diri, dari tiap liang di wajah mengucurkan darah." Jawab Elang Selatan.

"Mereka sedang tersiksa dalam mimpi buruk yang hebat." Ujar Giri, wajahnya unjukkan raut tegang penuh keprihatinan.

"Maafkan aku, ini semua salahku. Andai aku tidak menghina Dhanu, dia tak akan lepas kendali," Lintang berbesar hati mengakui kesalahannya.

"Semua sudah terjadi, tak ada gunanya menyesali diri," celetuk Ratu Kameswari.

"Sahabat Giri, kau tau cara mengobati wargamu itu?" Tanya Wisnu, diam-diam dia telah kerahkan jurus Penyembuhan Alam untuk menghembuskan udara kesembuhan ke seluruh penjuru kotaraja, namun hasilnya nihil.

Giri mengangguk, dia menatap sekilas pada Elang Selatan, Elang Selatan mengerti arti tatapan itu. Dia melangkah menuju meja di sisi kamar, meraih sebuah bokor.

Bokor itu dibawanya menuju Giri. Giri ulurkan tangan kirinya ke atas bokor, lalu tangan kanan menyusup ke balik baju guna mengeluarkan sebilah belati berbentuk helai bulu elang. Belati itu langsung saja digoreskan ke pergelangan tangan kirinya. Darah pun mengucur jatuh ke dalam bokor.

Setelah darah itu dirasa cukup, Giri kemudian meraih pula telapak tangan Dhanu.
"Maafkan aku Dhanu, tapi aku butuh darahmu buat menyembuhkan rakyatku."

Giri turut menggores tangan Dhanu hingga darah mengucur. Darah itu ditampung dengan bokor.

Setelah mendapat darah yang cukup, Giri pun bertitah.
"Teteskan darah itu ke mulut warga yang terpapar mawar. Niscaya mereka akan tersadar!"

Elang Selatan pun pergi dengan membawa bokor itu buat jalankan perintah.

Luka di tangan Dhanu secara aneh terbungkus kelopak mawar, begitu kelopak mawar itu gugur luka itupun hilang tak berbekas.

"Kau tidak apa-apa, Giri?" Cemas Wisnu, dia tanpa permisi raih tangan kiri Giri yang tadi dilukai buat mengambil darah, dengan ajian Penyembuhan Alam, Wisnu berhasil menutup luka itu pula.

"Dhanu benar-benar mengerikan jika sampai lepas kendali. Jika dia jatuh ke tangan penjahat dan dimanfaatkan, maka kiamatlah dunia persilatan!" Ujar Giri.

Ratu Kameswari memandang kosong, lalu berucap, "Itulah yang saya takutkan, yang paling berambisi buat mendapatkannya adalah kakakku, Dewi Ular."

"Tak salah bukan, dia ibu kandung Dhanu," cetus Giri.

Anggun terkesiap kaget, "Jadi benar! Adikku benar-benar anak Dewi Ular."

Giri mengangguk.

"Dari mana kau tahu?" Tanya Lintang pula.

"Dulu sewaktu mengembara aku sempat melihat Dewi Ular melahirkan Dhanu lalu meninggalkannya di puncak Bukit Duri. Aku ingin mengambilnya namun Dhanu dijaga seorang resi arwah putih utusan khayangan. Aku tak kuasa buat merebutnya. Berhari-hari aku mengawasi ternyata yang berjodoh buat membawa Dhanu adalah ayahmu, Anggun. Ki Cipta Reksa!" Beber Giri.

MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang