Kelopak 55 - Mencuri Kunci Sakti

179 18 3
                                    

Puri Rembulan terletak di Timur Laut Megapura. Puri itu dijaga oleh seorang peri berjuluk Peri Cahaya Wangi. Keberadaan puri sendiri sebenarnya cukup tersembunyi karena bangunan megah itu hanya akan dapat disaksikan oleh para peri disaat bulan purnama muncul.

Puri itu dibangun dari batu-batuan berwarna kuning gading hingga enak dipandang, di dalam puri ternyata terhampar luas ratusan buah lampion-lampion kecil hingga ruangan di dalam Puri begitu terang benderang. Selain lampion-lampion, ada juga sejumlah besar lonceng kecil. Seorang peri cantik berpakaian serba kuning tampak sedang bersemedi, matanya terpejam. Di sekelilingnya berkibar menjuntai-juntai sejumlah selendang kuning karena tertiup angin. Dia lah Peri Cahaya Wangi.

Sedang asyiknya bersemedi, Peri Cahaya Wangi mendengar ada gemerincing lonceng. Serta merta matanya yang terpejam membuka. Dia tahu apa arti dari bunyi lonceng itu.

"Penyusup!" Teriaknya. Sambil mempertahankan sila semedinya, Peri Cahaya Wangi pukulkan tangan kiri ke lantai, selendang-selendang yang berkibar-kibar di sekelilingnya, laksana hidup langsung melesat berterbangan layaknya naga. Selendang-selendang itu mengincar sosok makhluk yang tak terlihat.

Melihat hal itu, Peri Cahaya Wangi pun sadar kalau yang menyusup bukan orang sembarangan.

"Penyusup licik! Jangan kau pikir dengan sembunyikan diri dari tatapan mata kau masih bisa lolos dariku! Kau mungkin bisa menipu mata, tapi kau tak mampu menipu telinga!" Tiba-tiba Peri Cahaya Wangi tepukkan tangan tiga kali. Mendadak seluruh lonceng di Puri Rembulan berdering gemerincing, suaranya riuh dan mengandung kesaktian.

Ratu Peri menjerit keras, telinganya tak tahan menghadapi serangan suara lonceng yang menyakitkan telinga.

Brukk! Terdengar satu tubuh terbanting, namun wujudnya tak terlihat. Tetapi telinga Peri Cahaya Wangi yang tajam dapat menebak di mana suara jatuh itu berasal. Peri sakti ini gerakkan tangannya dengan lincah sehelai selendang kuning melesat cepat laksana naga, selendang itu seketika berpijar gemerlapan cahaya kuning.

Ratu Peri berdebar hebat dapati diri diserang dengan selendang sakti. Ratu Peri kebutkan mantel jubah, seberkas sinar biru berbentuk bulan sabit melabrak. Terdengar suara ledakan saat sinar biru bentrokan dengan selendang sakti.

Selendang sakti hangus terbakar jadi abu, sedangkan sinar biru sabit pecah menjadi percikan bunga api.

"Pukulan Sabit Biru! Penyusup, berarti kau seorang penghianat. Hanya peri perempuan yang memiliki jurus itu!" Teriak Peri Cahaya Wangi. Sosoknya telah melayang-layang mengitari seluruh ruang guna mencari penyusup yang belum terlihat itu.

Ratu Peri merutuki kebodohannya yang telah kelepasan memakai ajian sakti khas peri perempuan.
"Rahasia ku terancam terbongkar. Peri satu ini harus mampus!" Ratu Peri teringat akan jurus sakti pemberian Iblis Naga, selingkuhan sekaligus yang memberikan perintah untuk mencuri kunci gerbang Tebing Hantu.

"Naga Hantu Menghembuskan Hawa Kematian." Ratu Peri menyebut nama ajian kesaktian itu. Mulutnya menghirup nafas dalam-dalam lalu menyembur. Dari mulut perempuan itu menderu keluar asap hitam keunguan yang pekat begitu tebal dan banyak. Asap itu menyebar dengan cepat, bahkan dalam waktu singkat seluruh Puri Rembulan telah dipenuhi oleh asap maut itu.

Terdengar suara tercekik, seorang wanita meraung meratap-ratap. Peri Cahaya Wangi terkejut saat asap yang mematikan itu menebar dengan cepat. Dia coba menghalau dengan keluarkan angin sakti buat mengusir asap, namun gagal. Perempuan itu akhirnya roboh kehabisan udara segar. Asap itu ternyata mengandung racun teramat jahat.

"Kena kau!" Girang Ratu Peri. Asap jahat itu pupus. Di lantai puri tampak tubuh Peri Cahaya Wangi sudah tergeletak tanpa nyawa. Keadaan mayat itu menyedihkan, dari seluruh liang tubuhnya merembes keluar darah keunguan yang begitu banyak hingga sosoknya kehabisan cairan.

MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang