Kelopak 49 - Ratu Peri dan Dewi Ular

87 11 0
                                    

Para tamu dari kalangan dunia persilatan yang sebelumnya memenuhi Istana Rahuning mulai berpamitan, dimulai oleh Nini Palupi, dan sekarang giliran rombongan Ki Reksa dan Empu Bhumantara.

"Jaga dirimu baik-baik, Anggun. Kelak jika waktunya cocok kakang akan menyambangi padepokanmu. Sekaligus untuk menjemputmu menjadi istriku," ucap Pangeran Esa Kanagara saat Anggun ingin berpamitan.

"Kau juga Kakang, jaga dirimu baik-baik! Aku akan menantikan kehadiranmu di padepokan nanti," jawab Anggun pula.

Pangeran Esa beralih pada Dhanu, calon adik iparnya.
"Kakang titip Anggun ya, selain itu kau juga harus lebih gigih berlatih kanuragan untuk mengejar ketertinggalanmu."

Indradhanu mengangguk, dia pun berpelukan dengan Pangeran Esa.

Usai berpelukan dengan Pangeram Esa, Dhanu pun menghampiri Wisnu Dhanapala.
"Paman, saya juga izin pamit."

Wisnu menghembuskan nafas kecewa, jujur dia merasa berat berpisah dengan Indradhanu.
"Dhanu, apa kau tidak tertarik dengan tawaran paman sewaktu kita pertama kali bertemu?"

"Tawaran? Tawaran apa paman? Maaf jika saya lupa?" Dhanu kebingungan.

"Paman ingin menjadikanmu murid paman, ikutlah dengan paman ke Hutan Kayu Wangi!" Tawar Wisnu Dhanapala.

Sepasang mata Dhanu membulat cerah, dia senang akan tawaran itu, namun buat mengambil keputusan dia tak bisa membuatnya secara sepihak. Dhanu melirik pada orang tuanya untuk meminta pendapat.

Ki Reksa paham apa makna dari tatapan Dhanu itu,
"Suatu kehormatan jika pendekar besar seperti saudara Wisnu berminat mengambil anak kami sebagai murid, hanya saja mohon maaf saudara, bukan kami menolak. Tapi tunggulah barang satu atau dua bulan lagi. Dhanu harus mewarisi terlebih dahulu jurus-jurus dasar padepokan kami agar jurus-jurus itu tidak punah."

Wisnu mengangguk walau hatinya kecewa, namun dia paksa tersenyum buat menghormati keputusan Ki Reksa.
"Baiklah Ki, saya mengerti. Kelak tiga bulan di muka saya akan menyambangi padepokan Kembang Dewa untuk menjemput Dhanu."

"Kami akan menantikan waktu itu agar segera tiba" Sela Nyai Jinggan.

Selagi semua saling berbasa-basi, Lintang pun mendekati Dhanu guna berbisik.
"Kau tidak ingin pamitan denganku?"

"Tidak perlu! Lagipula buat apa bertemu dengan seseorang yang kelewat jahil sepertimu? Tidak ada gunanya," cibir Dhanu.

"Eh jangan salah! Aku tidak hanya bisa ngeselin tetapi juga bisa ngangenin." Percaya diri sekali si Lintang ini.

"Maaf lho ya, sepertinya saya tidak akan kangen kepadamu!" Ujar Dhanu pula.

"Kalau begitu aku yang akan kangen padamu, dan jika aku kangen maka dengan secepat kilat aku akan menemuimu," Lintang berkata lalu menyengir kuda.

"Ngacok!" Dhanu heran mengapa Lintang ini begitu ceriwis. Namun Dhanu tergugup karena tanpa diduganya Lintang telah memeluk erat tubuhnya.

Lintang membisiki sesuatu di telinga Dhanu.
"Jangan lupa taruhan kita kemarin hati!"

Dhanu yang kebingungan lekas berbisik pula, bisik-bisik itu pula yang membuat oelukan mereka menjadi sedikit lama.
"Taruhan apa?"

"Taruhan di kuburan waktu itu, saat kau diganggu anak-anak nakal. Kita bertaruh, jika wajah di balik topengmu itu ternyata ganteng kau harus jadi pacarku, dan jika wajahmu jelek maka aku yang jadi pacarmu! Sekarang topengmu lepas, wajahmu ganteng, itu artinya kau harus mau jadi pacarku." Bisik Lintang panjang lebar.

Serrrz merinding kuduk Dhanu saat mendengar taruhan ituz dia baru ingat sekarang.
"Taruhan itu bohongan! Tak masuk akal! Ngacok!" Tolak Dhanu dengan keras, buru-buru dia melepas pelukan Lintang.

MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang