Kelopak 53 - Pertemuan Menyakitkan

190 22 4
                                    

Malam ini satu chapter dulu, ya! Lagi kepikiran sesuatu soalnya, jadi gak bisa fokus.
***

Sudah dua pekan ini Dhanu berlatih dengan Lintang, awalnya Dhanu kesal bukan main karena Lintang mengajarinya sambil bercanda bahkan cenderung jahil. Entah sudah berapa kali Dhanu dikerjai anak itu habis-habisan.

Namun lama kelamaan Dhanu malah suka bahkan kangen dengan suasana itu, kangen mendengar suara tawa Lintang yang renyah. Kangen saat Lintang memukul lembut anggota tubuhnya saat salah melakukan gerakan jurus. Maka tak salah jika Dhanu sekarang menanti hari cepat menjadi siang, dia ingin berlatih dengan Lintang lagi.

Siang itu, seperti biasanya Dhanu dan Lintang berlatih kembali, namun kali ini mereka makan terlebih dahulu. Dhanu membawa daging ayam hutan bakar hasil buruannya semalam.

"Aku baru tahu bahwa kau pintar sekali memasak. Ayam bakarmu ini benar-benar enak!" Seru Lintang dengan mulut penuh daging ayam, sebelah tangannya memegang potongan paha ayam.

Dhanu tersenyum melihat tingkah Lintang yang kekanakan, "Yunda Anggun yang mengajari! Katanya meski laki-laki, sebagai pendekar kami harus bisa memasak dengan baik, agar kalau tersesat di hutan terpencil kami bisa bertahan hidup dengan berburu dan juga mencari tanaman yang bisa dimakan."

"Kalau itu lain lagi, itu namanya darurat! Tidak akan seenak saat kita memasak dalam keadaan santai. Lagi pula kalau tersesat di mana kita bisa mendapatkan tanaman rempah?" Celetuk Lintang.

Dhanu mengangguk, dia sedang menyuapkan nasi ke dalam mulut.

"Kalau kita menikah nanti, aku mau kau memasak ayam bakar ini setiap hari," celoteh Lintang.

"Siapa yang mau menikah denganmu?" Dhanu mendelik.

Lintang mengekeh, "Yang benar?"

"Sumpah mati itu benar! Kau itu tengil, jahil, dan..."

Ucapan itu lekas dipotong oleh Lintang, "Jahil-jahil begini namun aku ngangenin, kan?" Lintang menggoda Dhanu dengan menaikturunkan alis, sesekali mata dikedip-kedip.

Dhanu mengerjap, dia cepat buang muka melihat tampang konyol itu.
"Aku tidak kangen," tukas Dhanu.

"Ooo, yang bener? Biasanya tiap kau datang selalu cemberut, tapi sekarang sudah lima hari ini kau datang selalu tersenyum,  kau mulai suka ya padaku?"

"Kau ngacok!" Bantah Dhanu.

"Sok jual mahal!" Sindir Lintang.

"Kenapa ya kau bisa seyakin itu kalau aku suka padamu? Dengar ya Lintang, aku orang yang tidak gampang jatuh cinta." Dhanu bersikeras.

"Oh begitu, tapi dengan Giri bisa?" Sindir Lintang, dia terus terang merasa sedikit kecewa. Mengapa Dhanu begitu sulit membuka pintu hati untuknya.

"Giri," sebut Dhanu dengan suara bergetar, dadanya berdegup kencang, kembali dia teringat pada lelaki gagah yang telah mengorbankan nyawa demi kesembuhannya.

Lintang hela nafas saat melihat Dhanu termenung saat mereka menyebut nama Giri. Lintang sudahi makannya, seleranya hilang. Dia lekas melompat turun dari batu di mana mereka duduk bersila menghadapi bekal. Lintang melangkah ke sungai buat cuci tangan, cuci muka dan mulut.
***

Megapura siang itu cerah sekali, negeri ghaib di atas angin kekuasaan Raja Peri itu memang indah. Taman-taman dan juga kolam beserta air mancur tampak menggantung di antara barisan awan yang aneh. Di antara keindahan alam negeri itu, tampak satu keindahan lain yang sedang tersaji, yakni Putri Cempaka, anak perempuan Raja Peri sedang menari-nari di taman bersama para dayang. Putri Cempaka memang gemar menari, di Megapura kemampuan menarinya tiada banding. Saat sedang menari-nari tiba-tiba saja Pangeran Chandra dan Giri Prawara muncul.

MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang