Kelopak 59 - Tawanan

176 20 6
                                    

Dewi Ular tertawa cekikikan melihat Dharmaji dan Puspita yang tampak ketakutan.

"Dua curut yang tadi bersembunyi akhirnya keluar juga," ledek Dewi Ular.

Puspita, saking takut dan kalutnya lekas cabut pedang, namun baru saja tangannya bergerak, tahu-tahu satu benda lurus panjang berwarna emas menghantam pedang di genggaman hingga patah berkeping-keping. Puspita menjerit ketakutan lalu jatuh terjerembab di atas tanah.

Dewi Ular menyeringai, ular emas ada di dalam genggaman tangannya, ular yang tadi digunakannya untuk menghancurkan pedang Puspita.  Dewi Ular melangkah mendekati Puspita, begitu berhadapan Dewi Ular julurkan ular emas ke depan wajah Puspita.

Puspita memekik dan menjerit ketakutan, cepat-cepat dia mengesot mundur menjauh. Dharmaji ingin menolong adik seperguruannya itu, namun belum sempat dia bergerak, tahu-tahu satu totokan dahsyat bersarang menutup aliran darahnya
Sosoknya pun tegak kaku seperti patung.

Iblis Naga yang tadi menototk Dharmaji menyeringai licik, "Sebenarnya, pemuda paling cocok buat dibawa ke Tebing Hantu adalah si bocah petir itu, tapi dia agak sulit buat ditaklukkan."

"Lantas, apa rencanamu, sayang?" Tanya Dewi Ular tanpa menghentikan aksinya menakut-nakuti Pusputa dengan ular peliharaannya.

Iblis Naga lagi-lagi menyeringai, dia memelototi tubuh Dharmaji, ketika lelaki sakti mandraguna ini hanyamkan tangan, satu gelombang angin dengan daya mencabik-cabik menghantam Dharmaji. Anehnya, meski angin itu mampu mengiris-iris daging, namun kenyataannya tubuh Dharmaji yang disambar tidak terluka, hanya saja pakaian leaki itu yang hancur tercabik-cabik lalu lepas tanggal. Dharmaji tegak bertelanjang bulat.

"Bagaimana, Dewi? Kau tak tertarik dengan kont*lnya?" Tanya Iblis Naga dengan jalang.

Dewi Ular melirik sebentar pada Dharmaji, perempuan mesum ini menyaksikan kelelakian Dharmaji yang menggantung jantan di pangkal paha.
"Wehhh, besar juga!" Puji Dewi Ular mesum. Otaknya pun seketika membayangkan akan menikmati kejantanan itu.

"Tahan otak mesummu itu, Dewi! Lelaki ini harus tetap perjaka. Karena dialah yang akan ku bawa ke Tebing Hantu!" Ucap Byakta.

Dewi Ular kaget seakan tak percaya bahwa tawanan mereka inilah yang akan dijadikan sekutu untuk merebut Bunga Pahit Lidah.

Byakta berjalan mendekati Dharmaji, begitu tiba di hadapan Dharmaji enak saja Byakta melepaskan cawat yang dipakai. Byakta pun seketika bugil.

Puspita menjerit dan lekas-lekas buang wajah. Perbuatannya itu langsung membuat Dewi Ular jengkel, Puspita pun kena tampar.

"Perempuan munafik! Tak usah menjerit sok alim. Kau juga suka melihat kont*l, kan? Jangan kau pikir aku tidak tahu! Diam-diam kau menyukai Lintang si bocah petir. Bahkan kau ingin bercinta dengan kakak seperguruanmu itu!" Bentak Dewi Ular.

"Tidak!" Bantah Puspita dengan cepat.

Dewi Ular kembali menampar hingga sudut bibir Puspita kucurkan darah.

"Dewi!" Tiba-tiba, Byakta menegur.

"Apa, sayang?" Sahut Dewi Ular dengan mesra.

"Jangan kau lukai dirinya. Buat saja dia pingsan! Setelah berhasil memperbudak lelaki ini, aku ingin menikmati gadis itu."

Dewi Ular pun seketika merajuk, dia tak rela Byakta akan menggaili Puspita.

"Jangan cemberut! Begitu Bunga Phit Lidah kita dapatkan, maka lelaki ini akan menjadi milikmu!" Hibur Byakta.

Dewi Ular pun setuju, dengan satu pukulan sakti bertenaga dalam rendah, Dewi Ular membuat pingsan Puspita. Begitu Puspita roboh, maka kedua orang jahat ini pun fokus dengan Dharmaji.

MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang