Kelopak 48 - Sekutu Dua Durjana

147 21 3
                                    

"Satra dan Rangga Raja Merak telah pulang ke Pulau Bambu Hijau," jawab Kelana saat Wisnu menanyakan kenapa dua orang itu tak kunjung terlihat sejak semalam.

Semua pendekar sedang sarapan pagi bersama.

"Benar, Wisnu. Anak buah Satra ada yang menyusul ke mari, mengatakan bahwa pulau kekuasaan Satra itu dalam ancaman Bajak Laut yang ganas," Candrika Dewi menambahi.

"Gawatkah keadaannya?" Khawatir Wisnu, bagaimana Satra adalah saudara sambungnya meski tak sedarah.

"Sesakti-saktinya Bajak Laut mereka bukanlah apa-apa jika dibandingkan oleh Satra Dirgantara. Satra pasti bisa mengatasi mereka," Nenek Lembah Air Mata turut angkat bicara.

"Oh iya, apa rencanamu berikutnya Dhanu?" Tanya Ringgita yang duduk bersebelahan dengan Dhanu, lelaki yang dulu bertopeng bunga namun sekarang telah tampan luar biasa.

"Aku tidak tahu, Ringgita. Semua terserah pada ayah dan ibuku," jawab Dhanu.

"Kau ingin tahu sekali? Apa kau berharap dijadikan istri oleh Dhanu?" Cibir Priyandhana, lelaki yang sejak awal berjumpa selalu saja bergaduh dengan Ringgita.

"Kalau iya kenapa? Kau cemburu?" Ledek Ringgita.
"Paling tidak Dhanu lebih baik darimu lebih ganteng juga."

Priyandhana seketika manyun, Candrika dan Kandito saling lirik melihat tingkah anaknya.

Sedangkan Nenek Lembah Air Mata telah saling bisik dengan Nini Palupi, guru Ringgita.

"Kedua cucu kita itu menggemaskan ya?" Bisik Nini Palupi.

"Iya, mengingatkanku pada Candrika dan Kandito, dulu mereka juga sering berantem namun akhirnya jodoh."

"Buah lengkeng bisa dimakan? Apa yang sedang kalian bisikkan?" Iblis Pantun ikutan menimbrung.

"Apa tak bisa jangan berpantun barang sehari saja? Pantunmu jelek, dimana-mana buah lengkeng memang bisa dimakan!" Cibir Nini Palupi lewat berbisik.

"Tahu, buat pantun yang lebih berbobot, ini buah lengkeng atau salak terus," Nenek Lembah Air Mata turut meledek sang suami.

Nini Palupi cekikikan saat melihat wajah keriput Iblis Pantun cemberut. Dalam hati nenek sakti ini tersemyum geli karena memikirkan sesuatu, "Tak terbayangkan saat nenek geblek sahabatku ini sedang berhubungan ranjang dengan si tukang pantun. Jangan-jangan saat menggapai puncak yang keluar bukan cuma kencing enak, tetapi juga pantun kekurangan bahan."

Saat akrab itu Ki Reksa selaku orang tua Dhanu ikut bicara.
"Kami berencana ingin kembali ke padepokan Kembang Dewa hari ini, sudah terlalu lama kami meninggalkan padepokan. Padeopanku hanya diisi murid-murid pemula. Tak baik meninggalkan mereka tanpa ada yang ngemong. Kami akan pamit pada Gusti Prabu nanti."

"Aku juga berencana begitu." Timpal Empu Bhumantara. Mendengar penuturan sang ayah, Lintang mendadak sedih, itu artinya dia dan Dhanu akan berpisah, tak dapat lagi dia melihat Dhanu setiap saat seperti sekarang.

"Kalau kita bagaimana, Guru?" Tanya Ringgita.pada sang Guru.

"Tentu saja pulang juga! Kau pikir muridku cuma kau seorang."

"Kalau begitu saya akan mengemasi barang-barang kita, Guru!" Ujar Ringgita.

"Tidak! Yang pulang cuma aku, kau aku beri tugas tambahan!" Cetus Nini Palupi hingga membuat semua orang penasaran.

"Tugas? Tugas apa guru?" Tanya Ringgita dengan gugup, apalagi sang guru rautkan wajah serius.

"Tugasmu menjadikan dia sebagai suamimu!" Tanpa tedeng aling-aling Nini Palupi menunjuk pada Priyandhana.

MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang