Kelopak 3 - Padepokan Kecil

175 20 1
                                    

Seminggu berlalu, dan keanehan pada diri Indradhanu semakin terlihat jelas. Keanehan yang membuat Reksa dan Jinggan sedikit cemas. Bagaimana tidak? Wajah anak angkat mereka itu satu persatu mulai tertutupi tempelan kelopak mawar merah yang entah darimana datangnya. Hingga kini kulit kening bayi itu kini sudah dilapisi oleh sisik seperti ikan. Bedanya ialah sisik di dahi itu berupa kelopak-kelopak mawar merah yang tersusun rapi.

"Apa yang terjadi dengan Dhanu kakang?" Gelisah Jinggan di suatu malam.

Anggun dan Dhanu sudah terlelap diatas ranjang.

Reksa sendiri bingung, dia juga tak mengerti apa yang terjadi dan dari mana kelopak-kelopak mawar itu berasal. Sudah berulang kali dia mencoba mencabut benda-benda lembut itu dari wajah Dhanu, tapi nyatanya kelopak itu tak mau lepas. Jika dipaksa yang ada Dhanu malah menangis karena kesakitan, dan jika itu terjadi maka Anggun juga akan ikut menangis seolah ikut merasakan rasa sakit yang diderita Dhanu.

"Kang, saya takut terjadi sesuatu yang buruk menimpa Dhanu" gelisah Jinggan lagi. Reksa mengangguk, dia juga rasakan khawatir yang sama.

Akhirnya malam itu keduanya sepakat untuk memanggil seorang pendeta suci guna memeriksa Indradhanu.

Esoknya, seorang murid disuruh buat menjemput Resi Kambita, seorang pendeta suci yang menjadi penjaga sebuah candi. Begitu Resi Kambita tiba, Reksa dan Jinggan langsung membawa pendeta itu untuk melihat keadaan Dhanu, kini di pipi kanan anak itu mulai pula ditumbuhi kelopak bunga.

Resi Kambita memanjatkan doa, memanterai Dhanu sembari mengusap-usap perut anak itu. Sosok mungil Dhanu pun menangis.

Melihat Dhanu menangis, maka Anggun turut juga menangis. Jinggan cepat menenangkan putrinya tersebut.

"Bagaimana Resi?" Tanya Reksa setelah selesai merituali Dhanu.

Resi Kambita menghela nafas berat.
"Aku tidak tahu harus berkata apa kepadamu Reksa, terus terang anak ini bisa menjadi anugerah bagimu, namun juga bisa menjadi musibah jika kau tidak bisa mendidiknya sebaik mungkin"

"Maksud resi bagaimana? Saya kurang mengerti, semua anak juga akan menjadi biang masalah jika tidak dididik dengan baik" sela Jinggan.

Resi Kambita mengangguk sembari mengusap dagunya yang berjanggut pendek.
"Itu benar nyai, cuma anakmu ini berbeda. Dia terlahir dari darah yang ternoda"

Reksa dan Jingga saling melirik tidak mengerti.
"Darah ternoda?" Ulang Reksa.

"Ya, aku bisa merasakan hal itu. Dia ini separuh manusia separuh siluman. Salah satu orang tuanya bangsa siluman"

Mendengar ucapan Resi Kambita karuan saja sepasang suami istri itu terkejut.
"Si...siluman?"

Resi Kambita mengangguk. "Aku tidak tahu siluman apa itu pastinya. Yang jelas di tubuh anak itu mengandung kekuatan yang teramat dahsyat. Jika kekuatan itu dikuasai naluri silumannya maka dia bisa menjadi manusia jahat dan mengerikan. Tetapi jika kekuatan itu dikuasai naluri manusianya, maka niscaya dia akan tumbuh menjadi pendekar yang berbudi luhur"

"Tidak bisakah kita memusnahkan naluri siluman di tubuh anak saya itu?" Tanya Reksa.

"Bisa, untuk memusnahkan naluri siluman anak itu, dia harus menelan tujuh tetes darah dan tujuh tetes air mata orang tua kandungnya yang manusia"

"Saya tidak tahu siapa orang tua kandung anak kami ini Resi. Dia kami temukan dalam keadaan malang terbuang di puncak bukit" ujar Reksa

"Hemm kalau begitu, sulit juga jadinya. Baiklah usaha terakhir kita cuma satu, yaitu membuat segel rajah agar naluri siluman anak ini tidak keluar. Saya akan membuat rajah mantera di beberapa bagian tubuhnya" ujar Resi Kambita.

MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang