Kelopak 58 - Muslihat Para Iblis (2)

109 12 2
                                    

Maaf ya guys, lama vakum. Selain sibuk, beberapa minggu terakhir saya juga merasa jenuh dan kosong makanya akun Wattpad ini tidak tersentuh. Mudah-mudahan seterusnya bisa rutin aktif kembali. Terima kasih.
--------

Padepokan Lingga Buana, salah satu padepokan silat paling besar dan terkenal di negeri Rahuning, padepokan ini dipimpin oleh Empu Bhumantara, orang tua sakti sekaligus ayah kandung dari Lintang Arganata. Di padepokan ini banyak murid-murid yang menuntut ilmu kanuragan dari berbagai golongan usia. Nah, dari murid-murid muda yang paling menonjol adalah Lintang, putera pemimpin padepokan. Lalu disusul oleh Dharmaji dan Puspita, andaikata mendiang Gunadi masih hidup, maka Gunadi adalah murid terbaik yang nomor dua setelah Lintang. Empu Bhumantara sesekali masih merasa sedih jika teringat pada muridnya itu.

Di halaman belakang bilik asrama murid, tampak Puspitaloka sedang berlatih silat dengan asal-asalan dan membabi buta. Meski jurus yang dilatihnya itu benar, namun karena dilakukan dengan amarah dan sembrono maka hasilnya kacau. Bahkan pedangnya terlepas dan hampir mengenai kepala seorang murid, untung saja murid itu sempat mengelak dengan menunduk cepat-cepat. Pedang itu menancap telak di batang sebuah pohon.

"Puspita, kau kenapa?" Tegur Dharmaji yang menonton latihan Puspita.

Puspita mendengus, tubuhnya banjir oleh keringat, dia menuju gentong air, dengan sebuah gayung batok dia meneguk air itu. Setelah dahaganya hilang, Puspita baru menghampiri Dharmaji.

"Saya kesal, kang!"

"Kesal kenapa?" Heran Dharmaji.

"Sudah hampir sebulan kakang Lintang tak pernah lagi latihan bersama kita, bahkan setiap hari menjelang siang dia selalu saja menghilang tak kelihatan batang hidungnya!"

"Kau ini seperti tidak tahu saja kalau Lintang memang suka keluyuran," jawab Dharmaji dengan enteng, dia mengajak Puspita duduk di atas tangga kecil penghubung rumah.

"Itu benar, tetapi biasanya dia selalu mengajak kita, kakang! Apa dia sudah tidak menganggap kita sebagai adik lagi?" Sedih Puspita.

"Terus kau maunya bagaimana?"

"Saya penasaran! Saya ingin tahu apa yang dilakukan kakang Lintang. Saya akan mengikutinya?" Tekad Puspita.

"Memangnya kau yakin? Lintang itu si titisan halilintar. Dengan kesaktiannya sekarang, dia bisa berpindah tempat secepat sambaran kilat."

Mendengar ucapan Dharmaji, Puspita pun termenung, namun wajahnya seketika kembali cerah saat ingat sesuatu. Dia memegang tangan Dharmaji lalu berkata, "Kakang, bukankah kakang juga tengah mempelajari ilmu kesaktian serupa? Ilmu yang bisa berpindah tempat? Bagaimana jika kita mengikuti kakang Lintang dengan ilmu itu?"

Dharmaji melengak kaget, "Puspita! Kakang belum menguasai ilmu itu dengan sempurna, jika memaksa menggunakannya akan sangat berbahaya."

"Apa bahayanya?"

"Jurus Menahan Bumi Memutar Langit memang sanggup memangkas jarak dan waktu, tetapi jika tenaga dalam tidak cukup maka akan membahayakan tubuh. Kita bisa sampai ke tempat tujuan tapi dengan tubuh mengalami luka-luka sayatan."

"Ah kakang, kan belum dicoba? Siapa tahu sebenarnya kakang telah mahir? Katakan apa yang harus disiapkan untuk menyusul kakang Lintang?" Rengek Puspita.

Karena terus didesak Dharmaji akhirnya setuju, "Kita butuh benda-benda yang sering dipakai oleh Lintang."

Tanpa tunggu lebih lama, Puspita berlari ke asrama murid langsung ke kamar Lintang. Di kamar itu dia mengambil sehelai baju Lintang, lalu benda itu dibawa dan diserahkan kepada Dharmaji.

Dharmaji segera membentuk lukisan aneh di atas tanah, mirip simbol dengan bentuk melingkar. Kemudian lelaki itu mengajak Puspita berduri di tengah lingkaran. Dharmaji pun lakukan ritual ajian berpindah tempat itu. Dari pinggiran lingkaran menyambar beberapa sinar putih yang menyapu dan membungkus tubuh keduanya, lalu wussss, sosok keduanya pun lenyap dari pemandangan.
***

MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang