Kelopak 34 - Giri dan Dhanu

181 23 2
                                    

"Bagaimana Ratu? Apa langkah kita selanjutnya?" Tanya Wisnu pada Sri Kameswari disaat rombongannya sedang beristirahat di tepi sebuah hutan. Lima orang itu sedang duduk melingkar mengelilingi api unggun.

Lintang, walau sedang sibuk membakar beberapa ekor kelinci hutan namun telinganya tetap menyimak pembicaraan penting itu.

Sri Kameswari terlihat menghirup nafas berat, mulutnya menyebut satu nafas dengan sedikit gentar.
"Giri Prawara!"

Mendengar nama itu entah mengapa perasaan Lintang mendadak tidak enak, "Siapa dia?" Lintang yang biasanya cuma menyimak kali ini beranikan bertanya.

"Dialah Raja Elang Putih, penguasa dunia sihir ini. Terus terang, kami bangsa siluman ular gentar terhadapnya. Bagaimanapun dalam tingkatan kekuasaan Siluman Elang ada di atas golongan Siluman Ular." Jawab Ratu Kameswari.

Anggun terpana, menurutnya Ratu Kameswari adalah siluman yang teramat sakti, seorang ratu pula. Jika perempuan sesakti ini gentar terhadap Raja Elang Putih maka sulit diukur kehebatan siluman bernama Giri Prawara itu.

"Sehebat apa dia?" Tanya Lintang dengan enteng, sikap sok jago dan suka menganggap enteng lawan kembali muncul.

"Ilmu silatnya tinggi. Dia memiliki empat kekuatan alam: angin, halilintar, api dan air," terang Ratu Kameswari.

Mendengar hal itu Wisnu turut pula jadi menimbang-nimbang, sebagai manusia yang juga berkekuatan alam mau tak mau lelaki bermata hijau itu kagum juga, tak banyak pendekar yang mampu menggunakan kekuatan empat dasar alam itu.

"Giri Prawara memiliki sepasang sayap ghaib yang luar biasa. Dari sepanag sayapnya itu bisa menyambar ratusan halilintar, bisa pula menyemburkan gelombang angin api maupun gelombang badai air. Aku sendiri tak akan sanggup mengalahkannya. Tugas kita kali ini berat. Merebut Dhanu darinya bukan pekerjaan yang gampang!" Tegas Ratu Kameswari.

"Tapi bukan berarti kita harus menyerah bukan? Saya percaya dengan kemampuan kita berlima, jika digabungkan kita bisa menaklukan Elang Jelek itu!" Lintang tak mau kalah sebelum bertanding.

"Sebenarnya antara pihakku dan Raja Elang itu tidak pernah terjadi permusuhan, ada baiknya kita menemuinya terlebih dahulu. Membicarakan niat kita secara baik-baik, mudah-mudahan Raja Elang Putih mengerti,"" tanggapan Ratu Ular Putih itu, Sri Kameswari. "Terus terang, Giri Prawara jahat tetapi baik. Dikatakan jahat karena dia masih membiarkan Pasar Hantu dan Rumah Hiburan yang mesum itu terus berdiri di negerinya, tetapi dia juga baik karena dari kabar yang kudengar dia sering membeli budak lalu membebaskannya," tambah Sri Kameswari lagi.

"Kalau begitu, mudah-mudahan dia mau membebaskan Dhanu buat kita bawa pulang," harap Wisnu.

"Ya, sekarang lebih baik kita istirahat. Esok kita akan menuju istana Elang Putih," ajak Ratu Kameswari.

Ratu Ular Putih itu duduk bersampingan dengan Anggun. Sebentar saja keduanya telah lelap bersebelahan.

"Kau belum mau tidur, Lintang?" Tanya Wisnu saat dilihatnya Lintang masih sibuk mengatur kayu ke api unggun agar tidak padam.

"Belum paman," jawab Lintang.

"Baiklah, kalau begitu paman tidur duluan," izin Wisnu, lelaki bermata hijau ini pun baringkan tubuh diatas gumpalan daun kering.

Tinggallah Lintang yang terjaga, pemuda itu kini dipenuhi pikiran dan dugaan apa yang sedang terjadi pada Dhanu di istana Elang itu.

"Tunggulah Dhanu! Kau akan ku bawa pulang!" Tekad pendekar muda berkekuatan halilintar itu. Saat itu secara tak sengaja tangannya menyentuh pinggang, Lintang sadar akan satu benda yang selama ini dibawanya kemana-mana namun lupa untuk menggunakannya.

MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang