Kelopak 1- Bayi Yang Menangis Di Puncak Bukit

274 23 1
                                    

Suara ringkik dan derap kaki kuda memecah kesunyian yang menggelimuni kawasan Bukit Berduri. Sebuah bukit yang terletak tak seberapa jauh dari Bukit Seribu Ular dan juga Bukit Kilat Hijau.

Dinamakan Bukit Berduri karena memang tanaman dan semak belukar di bukit itu banyak yang berduri, mulai dari rotan, pandan hutan, salak hutan juga belukar dan onak yang lain. Namun seburuk apapun nama sebuah bukit tetap saja tempat itu memiliki pemandangan yang indah dan pastinya dipenuhi tanaman langka yang berkhasiat.

Hal itu pula yang membuat bukit itu didatangi seorang penunggang kuda, yakni seorang lelaki berumur 23 tahun, parasnya cakap dan tubuhnya gagah. Memakai pakaian rompi tanpa kancing juga celana selutut berwarna coklat, di punggungnya tergantung sebilah pedang berhulu gading. Lelaki muda itu bernama Cipta Reksa, meski masih muda nyatanya lelaki ini telah menikah dan memiliki seorang putri.

Cipta Reksa adalah seorang pendekar muda yang tangguh. Seorang pemimpin padepokan silat yang barus saja dinobatkan dua bulan silam seiring dengan meninggalnya sang ayah, pemimpin padepokan sebelumnya. Nama padepokan itu ialah Padepokan Kembang Dewa.

Cipta Reksa tiba di kaki bukit, bahkan mulai mendaki dengan kudanya, namun sampai di satu pertigaan bukit kudanya mendadak berhenti dan meringkik keras.

"Ayolah kudaku! Jalan terus, kita harus mencari tanaman langka itu! Nyawa putri kecilku sedang terancam!" Cipta Reksa menyentak-nyentakkan tali kuda bahkan menepuk-nepuk punggung binatang pelari itu.

Namun si kuda tak kunjung langkahkan kaki ke depan. Kuda itu meringkik seolah menolak perintah, kuda itu kini malah berputar-putar tak menentu hingga Cipta Reksa kebingungan.

"Aneh, tak biasanya Keling menolak perintahku. Dia terlihat gelisah!" Cipta Reksa elus-elus tengkuk kuda buat menenangkan.

Setelah yakin jika kudanya tak ingin naik ke bukit lebih jauh terpaksa lelaki ini melompat turun.

"Baiklah Keling! Aku mengerti kau tak ingin ke atas sana. Tetaplah disini! Tunggu aku sampai kembali!"

Seolah mengerti, kuda itu anggukkan kepala sambil meringkik halus. Reksa usap kepala kuda kesayangan itu. Setelah memastikan bahwa tempat di mana kudanya ditinggal itu aman, lelaki ini pun mulai mendaki bukit seorang diri.

Sungguh pekerjaan yang tak mudah, ternyata semakin keatas semakin semak saja hutan di bukit itu. Belum lagi tanaman berduri yang tak ada habisnya menghadang di depan. Sesekali terpaksa Reksa pergunakan pedang buat memotong juga menghalau bahaya. Sudah empat ular berbisa yang dibunuhnya tatkala bintang melata itu muncul dari balik semak dan ingin mematuknya.

"Ayolah Duri Tiga Warna, dimana kau?" Sebut Reksa dengan gelisah.

Sebenarnya apa yang dicari lelaki ini? Kita akan bahas sebentar.
Reksa menikah di usia muda, dia memilki seorang anak perempuan berumur 2 tahun. Anaknya itu sudah dua minggu ini menderita sakit aneh, seperti keracunan. Racun yang membuat tubuh anaknya secara perlahan menjadi belang tiga warna, yakni merah, hitam dan hijau. Menurut tabib yang mengobati, jika seluruh tubuh anak malang itu berhasil berubah warna, maka nyawanya tak tertolong lagi. Lebih celakanya lagi para tabib tak satupun yang memiliki penangkal. Konon racun itu di dapat karena putri Reksa dipatuk ular misterius berbelang tiga.

Hampir putus asa Reksa mencari obat buat sang anak, hingga suatu malam dia bermimpi di datangi seorang pertapa berpakaian serba putih. Pertapa tua itu mengatakan bahwa penangkan racun sang anak ialah Duri Tiga Warna yang berada di puncak Bukit Berduri.

"Oh Dewata Agung, permudahkanlah usaha hambamu ini untuk mencari obat demi kesembuha putri hamba yang sangat saya cintai" perih lelaki ini jika teringat akan keadaan putrinya. Tekadnya pun bulat, siang ini juga dia harus bisa mencapai puncak bukit yang tak pernah dijamah manusia ini.

MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang