Kelopak 41 - Pertempuran Besar (2)

175 22 5
                                    

Istana Elang Putih dikepung ribuan siluman, mereka semua adalah pasukan gabungan dari beberapa kerajaan siluman. Pemimpin tertinggi mereka adalah Dewi Ular, lalu ada pula Ki Kamandaka serta para sekutu lainnya seperti Ratu Cangkangea, Ratu Lelaba, Dewi Kilti, Dewi Kala, Raja Lipan, serta Raja Kalong. Pertempuran pun pecah dengan dahsyatnya.

Dari tembok-tembok benteng pasukan Elang Angin kepakkan sayap masing-masing , dari kepakan sayap itu menyambar gelombang angin yang memiliki daya tebas setajam pedang. Gelombang angin yang mencabik-cabik itu sudah berulangkali merobohkan pasukan musuh. Belum lagi dari udara melayang-layang pasukan Elang yang membawa panah api.

Langit seolah mencurahkan hujan api, membuat pasukan pimpinan Dewi Ular kocar-kacir.

"Sialan! Sudah kuduga menyerang negeri ini tidak akan berlangsung mudah," Keluh Dewi Ular.

"Elang-elang siluman di atas langit itu berbahaya, biar aku yang mengurus mereka!" Seru Raja Kalong. Lelaki berpakaian serba hitam ini mengubah dirinya menjadi seekor kelelawar raksasa. Makhluk ini segera melesat ke udara siap buat menerjang elang-elang penembak panah api. Bersama Raja Kalong turut serta anak buahnya, para siluman kelelawar.

Dewi Ular tersenyum lega, Raja Kalong dan anak buahnya berhasil membuat para siluman elang pemanah itu kacau balau. Perempuan ini kemudian perhatikan keadaan sekitar, ternyata tempat pertempuran itu dikelilingi barisan pohon.

Dewi Ular pun tersenyum, "Aku akan gunakan jurus Sepuluh Ular Hijau Menebar Bisa Neraka." Dewi ular lekas hantamkan kedua tangan dengan telapak tangan terbuka, dari sepuluh jari melesat keluar sepuluh sinar hijau.

Sepuluh sinar hijau itu melesat cepat dan masuk ke dalam sepuluh buah pohon berukuran paling besar. Secara aneh, sepuluh pohon itu berubah menjadi sepuluh ekor ular raksasa mengerikan yang mulutnya senantiasa menyemburkan racun mematikan.

Sepuluh ular raksasa itu langsung bergerak menerobos ingin membobol benteng, barisan elang pengepak angin pun ikut berantakan. Satu dinding tembok berhasil dijebol seekor ular raksasa. Maka semakin bebaslah pasukan siluman jahat menyerbu menerobos istana.

Namun kemudian, wusss dari balik tembok yang bobol itu menyambar keluar satu lidah api raksasa yang luar biasa panas. Pekik jerit kematian terdengar menggidikkan, para anak buah siluman yang tadi ingin menerobos masuk tewas dan gosong tersambar lidah api itu.

Adapu lidah api itu terus menyambar ke arah Dewi Ular dan kawan-kawannya. Dewi Ular dan kawan-kawannya langsung berlompat tak karuan untuk selamatkan diri.

Blarrr, lidah api itu menghantam tanah, sangking panasnya api itu, tanah yang kena hantam langsung leleh dan membentuk kubangan lahar merah.

Dewi Ular dan sekutunya langsung pucat menyaksikan kubangan lahar itu. Kemudian semua mata tertuju ke arah benteng yang bobol. Dari sana melangkah keluar dengan gagah Giri Prawara dengan pedang terhunus.

"Giri Prawara!" Sebut Ratu Cangkangea dengan suara bergetar.

Giri Prawara memandang para pengacau itu dengan sorot dingin dan tajam, di belakangnya mulai berhimpun seluruh pasukan kerajaan.
"Siluman-siluman hina! Kalian cari penyakit berani mengusik kerajaanku!"

Ratu Cangkangea yang tahu kehebatan Giri mulai merasa jerih, namun Dewi Ular segera menenangkan sekutunya itu.
Dewi Ular pun menoleh pada Giri lalu berbicara dengan berteriak lantang.
"Giri Prawara! Sudah lama aku mendengar nama besarmu, sebenarnya aku datang ke negerimu ini dengan niat baik. Namun anak buahmu terlalu curiga."

"Sejak kapan Dewi Ular bisa berbuat baik?" Tukas Giri dengan sindiran tajam.

"Terserah kau menilaiku seperti apa, Giri! Aku datang ke sini untuk mengambil hakku yang kau curi!" Lantang Dewi Ular.

MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang