Kelopak 17 - Upacara Memancing Jodoh

198 24 11
                                    

Upacara Air sedang berlangsung, tradisi itu benar-benar menarik perhatian para pengunjung termasuk para pendekar yang akan ikut adu silat. Bahkan beberapa diantara mereka ada yang ikut merayakan upacara itu dengan turut serta turun ke sungai guna memancing jodoh. Semuanya telah memegang joran pancing masing-masing.

Anggun edarkan kepalanya mencari-cari keberadaan Dandi yang tak kelihatan, padahal sebelumnya mereka pernah berjanji akan ikut merayakan upacara air bersama-sama.

"Siapa yang yunda cari?" Tanya Dhanu yang sedari tadi melihat sang kakak gelisah.

Anggun tidak menjawab, namun pipinya langsung memerah.
Dhanu pun langsung paham, pastilah yundanya itu sedang mencari sosok Dandi.

Panglima Lesmana yang menanggung jawabi keamanan berlangsungnya acara pancing jodoh pun angkat bicara. Dia meminta seluruh peserta acara pancing jodoh untuk lekas menuju ke tengah sungai dengan perahu masing-masing.

"Yunda mau ikutan?" Tanya Dhanu.

Anggun mengangguk, "Yunda penasaran. Ingin membuktikan bahwa ini hanyalah tradisi saja. Pancing itu bukanlah penentu jodoh. Jodoh ditentukan oleh takdir"

"Bagaimana jika pancing itu yang menjadi perantara takdir?"
Kata-kata Dhanu barusan membuat hati Anggun tergetar juga.

"Anggun, ayo kita cari perahu" ajak Wiladi. Wiladi sendiri juga ingin ikut, bahkan di tangannya telah menggenggam dua buah joran pancing, satu untuk Anggun dan Wiladi.

"Adi tidak ikut?" Tanya Anggun pada Dhanu.

Dhanu menggeleng, dia takut jadi pusat perhatian. Apalagi beberapa penduduk dan juga anak-anak sedari tadi sudah menatap takut akan wajahnya yang tertutup topeng. Dhanu ingin bersembunyi dan menyaksikan hal itu dari kejauhan.

"Jangan jauh-jauh! Jika upacara ini selesai. Temui yunda di penjual dawet itu!" Anggun menunjuk kesalahan seorang pedagang dawet.

Dhanu mengangguk.

Anggun dan Wiladi pun menuju tepi sungai guna menyewa perahu, ternyata Lintang, Puspita dan Dharmaji juga ikutan.

Tiba-tiba penduduk negeri berseru mengelu-elukan negerinya tatkala di tengah sungai Silau berlayar sebuah kapal yang indah. Di atas kapal itu berdirilah sang Prabu Arya Dygta dan Danum Suarga. Bersamanya turut pula ada pangeran Esa Kanagara.

Anggun memperhatikan orang-orang agung diatas kapal itu, sementara Wiladi mulai mendorong perahu dan mengayuh ke tengah sungai.
Bersamaan dengan itu sosok Pangeran Esa Kanagara menoleh padanya, tentu saja gadis berbaju merah muda itu terkejut dan jadi gugup. Apalagi jelas-jelas pangeran agung itu lemparkan senyum.

Tingkah Esa Kanagara karuan saja menarik perhatian sang ayah, Arya Dygta segera menoleh ke arah anaknya tadi berpaling. Sepasang mata Arya Dygta langsung membulat lebar dia menepuk pundak sang anak, yang ternyata mulai melamun. Esa sampai terkejut.
"Cantik sekali dia" ucap Arya Dygta.

Esa Kanagara semakin gugup.

"Jangan-jangan dia gadis yang telah membuatmu sering merenung di kaputren?" Goda Arya Dygta.

"Ah, tidak ayah, itu...itu..." Esa Kanagara tergugup.

Arya Dygta tersenyum, sang anak bisa saja tidak mengaku, namun pengalaman hidup Arya Dygta sudah dapat menebaknya dengan benar.

Sementara itu Dhanu menyaksikan perahu yang dinaiki Anggun mulai merangsak membelah sungai, mengikuti jalannya perahu milik istana.
Namun lelaki ini terkejut ketika ada lelaki menepuk pundak Dhanu. Gunadi ternyata yang sudah hadir.

"Kau, kemana saja? Aku menunggumu dari tadi" girang Dhanu, namun seketika Dhanu kecewa dan sedih. Dia melihat Gunadi menggenggam dua buah joran pancing. Itu artinya Gunadi juga akan ikut cari jodoh. Dhanu khawatir jika Gunadi akan benar-benar menemukan jodohnya di upacara ini.

MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang