Kelopak 4 - Undangan Adu Kanuragan

171 19 3
                                    

Rahuning, meski bukan kerajaan yang memiliki wilayah terluas, namun negeri ini aman dan makmur, apalagi setelah dipimpin oleh Gusti Prabu Arya Dygta. Negeri yang dulunya sempat terjajah oleh Kerajaan Panca Arga kini telah menjelma menjadi negeri yang mengagumkan. Perniagaan, peradaban, budaya dan juga ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat.

Gusti Prabu Arya Dygta telah berusia lebih dari lima puluh tahun, namun begitu perawakannya tak banyak berubah, hanya rambut yang memutih dan beberapa kulit wajah yang mulai keriput, namun bias-bias kegagahannya di masa muda masih membekas jelas, pun demikian juga dengan sang pendamping, seorang Danum Suarga, wajahnya tetap teduh dan sedap dipandang di usia menjelang senja seperti ini.

Kedua petinggi itu tengah berbincang di taman istana dengan satu-satunya anak mereka, seorang lelaki yang ternyata tak lagi muda, tepatnya lelaki itu berusia 33 tahun, gagah, tampan dan berwibawa. Dialah pangeran Esa Kanaraga yang akan menjadi pewaris tahta kerajaan andaikata Prabu Arya Dygta tiada nanti. Jika ingin melihat perawakan Arya Dygta disaat muda maka lihatlah Esa Kanaraga sekarang, perawakan keduanya hampir mirip tiga perempat.

"Ananda Esa, kapan lagi kau mencari pendamping? Usiamu tak lagi muda" tanya sang ayah. Ah, tentang perjodohan rupanya yang mereka bahas.

"Belum ada yang cocok ayahanda" sahut Esa sambil memberi makan ikan-ikan hias di dalam kolam taman.

"Esa, begitu banyak manusia di jagat semesta ini kenapa tidak ada yang berkenan di dalam hatimu? Putra putri kerajaan tetangga juga banyak yang berparas dan berperangai baik" tutur Arya Dygta.

"Saya menginginkan pendamping saya seorang perempuan ayahanda" ucap Esa Kanaraga. Esa Kanaraga melirik ayahnya dan juga Danum Suarga sebentar, takut menyinggung perasaan kedua orang tuanya yang sesama pria.

"Ayah tidak perduli kau sukanya kepada siapa, ayah hanya menghawatirkan kalau kau terlambat menikah"

"Ah lambat sedikit juga tidak masalah ayahanda" celetuk Esa enteng sambil menaburkan makanan ikan, hingga hewan-hewan cantik di dalam kolam itu berkerumun di dekatnya.

"Kau ini Esa? Apa kau tak malu jadi pelajang tua? Atau ayah perlu turun tangan mencarikan jodoh?"

"Tidak ayah, tenanglah! Saya hanya belum bertemu dengan yang cocok"

"Sudahlah, jodoh memang tidak bisa dipaksa kanda prabu, jodoh itu takdir. Tidak bisa ditebak kapan datangnya. Sama seperti jatuh cinta. Semua akan hadir seiring dengan jalannya waktu"

"Tuh, ayah Danum saja mengerti" ucap Esa Kanaraga.

"Danum, kau selalu saja membela Esa" pasrah Arya Dygta, dia paling tak kuat jika berdebat dengan Danum.

"Sudahlah ayahanda, biarkan ananda mencari pengalaman terlebih dahulu" ucap Esa Kanaraga.

"Kau mau berkelana, Nanda?" Tanya Danum dengan nada kaget.

"Tidak ayahanda. Ilmu silat yang ayahanda berdua ajarkan sudah sangat cukup menggembleng Kanuragan saya. Cuma sesekali ananda ingin merasakan bagaimana rasanya bergaul dengan orang-orang dunia persilatan" hemmm, memang benar. Esa Kanaraga memang tidak pernah berkecimpung di dunia persilatan secara langsung, karena dia pewaris tahta satu-satunya jadi dia harus menghabiskan banyak waktu di istana dan negerinya guna mempelajari tata kenegaraan.

"Lantas, apa rencana ananda?" Arya Dygta bertanya, agaknya dia mulai tertarik akan pernyataan anaknya barusan.

"Jika diijinkan, saya ingin melakukan arena adu kanuragan, semua pendekar yang berminat boleh ikut serta, hanya saja harus berumur 30 tahun ke bawah. Baik yang dari padepokan, maupun dari kalangan bebas" ucap Esa Kanaraga berapi-api.

MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang