Kelopak 36 - Menantang Tanding

137 15 4
                                    

Ratu Kameswari tak punya pilihan, keputusan yang terbaik adalah datang ke hadapan Giri Prawara secara langsung ke istana Elang, memohon agar lelaki itu mau menyerahkan Dhanu secara baik-baik.

Giri yang saat itu sedang melakukan pertemuan di bangsal agung dengan empat anak buah kepercayaannya, yakni Elang Utara, Elang Selatan, Elang Timur dan Elang Barat. Giri duduk gagah di atas singgasana yang berbentuk elang merentang sayap itu. Pertemuan itu terpaksa terhenti sejenak saat seorang prajurit datang menghadap.

"Ada apa, prajurit?" Tanya Giri.

"Ampun, Yang Mulia! Di luar ada lima orang tamu yang datang ingin bertemu," jawab si prajurit.

"Kau kenal siapa mereka?"

"Salah seorang dari mereka adalah Ratu Ular Putih Sri Kameswari," jawab si prajurit.

Sejenak bangsal itu menjadi hening, Giri tahu cepat atau lambat orang-orang yang mencari Dhanu itu pasti akan menemuinya, tetapi dia tak menyangka akan secepat ini. Giri sedang mempertimbangkan perasaan, terlihat lelaki itu berpikir sambil memegangi dagu.

"Yang Mulia, jika Yang Mulia berkeberatan, biar kami berempat mengusir mereka!" Usul Elang Utara.

"Silahkan mereka masuk! Langsung bawa ke ruang tamu agung!" Titah Giri. Prajurit pun menjura menerima perintah, dia pun undur diri.

"Pertemuan ini kita sudahi sampai disini, aku harus menemui tamu-tamuku dahulu. Oh iya bagaimana dengan Dhanu? Apakah dia sudah kembali dari pasar?"

"Belum Yang Mulia!"

"Kalau begitu, lekas kalian susul dia ke pasar! Setelah itu suruh dia menemuiku di ruang tamu!"

"Yang Mulia, apakah Yang Mulia ingin melepaskan Dhanu?" Tanya Elang Selatan.

Giri cuma tersenyum kecil, senyum yang berwibawa, "Jangan khawatir! Aku tahu apa yang harus kulakukan!"

Empat Elang anak buahnya pun pamit undur.  Giri pun bergegas menuju ruang tamu. Tiba di sana dia pun menunggu kedatangan lima tamunya itu.

Ratu Kameswari berjalan paling depan, lalu diikuti Wisnu, Esa Kanagara, Anggun dan Lintang. Kelimanya mengikuti dua orang prajurit yang berpakaian bulu-bulu burung.

Anggun perhatikan setiap seluk beluk istana dengan cermat. Terus terang perempuan ini cukup kagum akan istana yang sebagian besar berwarna putih itu.

"Istana yang megah!" Bahkan Pangeran Esa turut takjub.

"Hanya saja orang-orang penghuninya cenderung dingin dan acuh," Wisnu menimpali.

Lintang tak tertarik memperhatikan kemegahan istana Elang ini, karena di dalam hatinya dia sibuk akan pemikirannya sendiri, yaitu memikirkan keadaan dan keselamatan Dhanu, lalu dia juga mulai menebak-nebak seperti apa sosok Giri Prawara itu hingga begitu disegani oleh Ratu Kameswari.

Mereka tiba di ruang tamu dan langsung dipersilahkan masuk. Kelimanya masuk dengan sedikit berdebar. Ruang tamu itu luas, semua mata langsung tertuju kepada sosok yang duduk di sebuah kursi yang posisinya sedikit lebih tinggi dan agung dari kursi-kursi tamu di hadapannya.

Ratu Kameswari menjura hormat, keempat temannya pun ikut memberi penghormatan. Giri menerima penghormatan itu hanya dengan anggukan kepala.

"Huh! Sombong sekali dia!" Jengkel Lintang di dalam hati, sepasang matanya menatap penuh selidik pada Giri. Harus diakui oleh Lintang bahwa lelaki bernama Giri ini sangat pintar menjaga wibawa.

Anggun juga diam-diam memuji ketampanan Giri Prawara, ditambah lagi wajah Giri yang sedikit keras. Jika belum kenal pasti akan mengira Giri ini lelaki tegas, arogan dan sombong.

MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang