Kelopak 61 - Jerat Birahi

160 21 2
                                    

Sejak meneguk wedang jahe yang telah tercemar Air Iblis Sorga Neraka yang diberikan Puspita, Lintang mulai merasakan gejala aneh di dalam tubuhnya. Darahnya mengalir lebih kencang, dada berdebar-debar, dan hasratnya mulai timbul. Suhu tubuhnya pun turut memanas. Berulang kali Lintang mengusap dahinya yang berkeringat, sesekali matanya melirik pada Puspita.

"Sial, kenapa Puspita hari ini tampak cantik sekali," batin Lintang lepas kendali. Otaknya mulai membayangkan tubuh Puspita. Dada yang montok, dan pinggul yang sekal. Pasti nikmat buat digauli.

Lintang geleng-geleng kepala buat menghalau dorongan khayal yang mesum itu. Namun yang terjadi ialah, kelelakiannya mulai mengeras tegang.
Dengan mengerahkan tenaga dalam, Lintang berusaha meredam dorongan nafsu birahi itu. Karena perang batin itu, Lintang tak lagi mencermati topik pembicaraannya dengan sang ayah.

"Ayah, maaf! Tubuhku gerah sekali. Saya izin pamit ingin ke sungai dulu buat mandi." Tanpa tunggu persetujuan sang ayah, Lintang telah berhambur pergi. Dia ingin segera mencapai sungai buat mandi. Semoga saja dengan berendam di air yang sejuk, gejolak darahnya bisa mereda.

Puspita memandangi kepergian Lintang dengan senyum kemenangan. Perempuan ini pun turut pamit. Bergegas dia kembali ke kamar buat mengumpulkan pakaian kotor. Dia ingin mencuci, namun itu hanyalah sebatas modus saja. Niatnya yang sebenarnya ialah guna mengintai Lintang yang sedang mandi di sungai sekaligus mencari kesempatan buat merebut keperjakaan lelaki itu.

Lintang begitu tiba di bagian sungai yang sepi langsung saja mencopot seluruh pakaiannya, dengan bertelanjang bulat dia menceburkan diri. Tubuhnya merasa sejuk, namun hanya sesaat, karena kurang dari lima puluh hitungan kembali otaknya memikirkan Puspita.

"Apa yang terjadi dengan diriku? Mengapa selalu terbayang-bayang pada Puspita?" Lintang bertanya-tanya. Ketika dia melirik ke pertengahan tubuh dia pun terkejut melihat kejantanannya telah tegak menjulang sempurna. Lintang memilih buat mengocok kelaminnya sendiri, mudah-mudahan dengan begitu nafsu liarnya bisa hilang jika sudah berhasil mengeluarkan mani.
Namun anehnya, sampai tangannya pegal, kelaminnya tidak ada tanda-tanda ingin memuntahkan lahar nikmat. Malah semakin menjadi-jadi dorongan birahinya.

"Sial, apa yang terjadi? Hasratku begitu menggebu-gebu, aku ingin bersenggama." Lintang merutuk, dia menjambak rambutnya dengan kesal.

Lagi dilanda kacau begitu, tiba-tiba telinganya menangkap suara perempuan bernyanyi. Darah Lintang tersirap. Itu suara Puspita, perempuan yang sedari tadi memenuhi pikirannya.

"Puspita, Puspita! Ah masa bodoh, hari ini kita harus bercinta." Tekad Lintang yang takluk akibat hebatnya ilmu pemikat yang dikandung Air Iblis Sorga Neraka.

Tanpa malu, Lintang menyusuri sungai dengan bertelanjang bulat, pelirnya masih tegak menantang. Dia ingin mencari keberadaan Puspita.
Hanya butuh sebentar saja, Lintang berhasil menemukan Puspita. Perempuan itu sedang mencuci di tepi sungai dengan hanya memakai kain basahan.

"Ah, Puspita benar-benar cantik. Aku semakin nafsu." Lintang langsung melompat, dengan ilmu meringankan tubuh tahu-tahu sosoknya telah berdiri tegak empat langkah di dekat Puspita.

Puspita pura-pura menjerit terkejut. Namun mimik wajahnya tak dapat berbohong, perempuan itu juga dilanda nafsu, sorot matanya tak dapat lepas dari selangkangan Lintang.

"Kakang, bikin kaget saja! Kakang, mengapa telanjang? Lekas pakai bajumu!"

Lintang menyeringai, "Buat apa pakai baju, Puspita? Kakang lebih suka telanjang. Kau juga suka kan melihat tubuh gagah kakang?" Lintang meliuk-liukkan pinggul agar Puspita dapat melihat kejantanannya yang tegak berdenyut-denyut.

Puspita meneguk ludah, inilah yang dia impikan, kini di depan mata segala kegagahan Lintang telah tersaji. Tubuh yang sempurna dengan kont*l yang membuat mabuk kepayang.

MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang