Kelopak 46 - Kembali Pulang

162 15 3
                                    

Kendati hari gerimis, namun upacara pemakaman Giri tetap dilakukan. Seperti upacara kematian kebanyakan, jasad Giri akan dibakar terlebih dahulu, lalu abunya yang akan di makamkan.

Upacara pemakaman di laksanakan di alun-alun kota raja bangsa siluman elang yang telah porak poranda. Beberapa siluman tersisa yang setia pada Giri turut menyaksikan upacara itu. Elang Selatan dan Elang Timur, dua anak buah Giri yang tersisa hidup memimpin upacara pemakaman itu. Kesedihan terlihat jelas di wajah semua orang, negeri ini telah kehilangan ksatria sekaligus raja terbaik mereka.

Dhanu tak henti-hentinya menghapus air matanya yang jatuh.
"Giri, maafkan aku. Akulah yang telah membunuhmu. Seharusnya aku yang mati, bukan kau."

Dhanu merutuk dirinya habis-habisan, dia telah tahu apa yang terjadi. Andai saja dia tak kelepasan amarah dan dikuasai kekuatan jahat, maka Giri tidak akan menjadi korban.

Elang Selatan dan Elang Timur siap menempelkan obor ke susunan kayu di mana ada jasad Giri di atasnya. Kedua anak buah kepercayaan Giri iyu siap membakar, namun tiba-tiba dari atas langit menyambar hawa dingin diikuti dengan turunnya sinar pelangi.

Api obor serta merta padam, semua orang terkejut melihat apa yang terjadi. Seorang perempuan cantik luar biasa memakai pakaian putih bersih turun dari langit bersama pelangi, di belakangnya berdiri sejumlah prajurit dan dayang.

"Siapa kalian?" Tegur Elang Timur tak senang karena kehadiran orang-orang ini mengacaukan upacara pemakaman.

Dewi Kasih, peri utusan Raja Peri itu tersenyum penuh kasih sayang.
"Tahan amarahmu dulu, Elang Timur! Kami datang bukan untuk mengacau, melainkan untuk menjemput."

"Menjemput? Menjemput siapa? Dari pakaian kalian serta pelangi itu, kalian pastilah bangsa peri!" Elang Timur masih bersuara tegas.

"Benar, kami memang bangsa peri dari Istana Atas Angin," jawab Dewi Kasih dengan suara tetap lemah lembut.

"Bangsat! Lekas pergi! Jangan mengacau disini, belum puas kalian telah membuat pemimpin kami sengsara, dulu kalian kutuk dia, sekarang setelah dia tiada kalian mau apa lagi?" Elang Selatan ikut gusar. Bahkan para siluman baik yang lain turut pula menyorotkan amarah pada utusan Raja Peri itu.

Wisnu, Anggun, Dhanu, Pangeran Esa, Ratu Kameswari, apalagi Dhanu juga menatap keheranan pada para makhluk yang mengaku peri itu.

"Janganlah turutkan amarah kalian! Sebenarnya kami datang dengan niat baik. Pengorbanan raja kalian telah menggegerkan negeri kami. Oleh karena itu, kami berniat membawa jasadnya guna dimakamkan di negeri kami layaknya seorang pahlawan."

Mendengar ucapan Dewi Kasih, Elang Timur dan Elang Selatan langsung murka.

"Kurang ajar! Yang Mulia Giri adalah raja kami, dia pahlawan kami, di negeri ini makamnya. Jangan kalian ikut campur!" Teriak Elang Timur.

Dewi Kasih tetap tenang, "Jangan marah dulu Elang Timur, Giri telah membuat pahala besar, dia pantas dihargai dengan setimpal."

"Tutup mulutmu, peri busuk! Jangan bahas pahala di hadapan kami! Dulu kalian mengutuk raja kami, apa perbuatan kalian itu dianggap dosa atau pahala?" Elang Selatan tak kalah kerasnya.

Berubah juga paras Dewi Kasih.
"Maaf, kami tidak punya waktu banyak."

Dewi Kasih beri isyarat pada beberapa dayang yang menyertai, ada enam dayang. Enam dayang itu lepaskan selendang yang membelit pinggang, selendang-selendang itu dikebutkan. Pancaran sinar pelangi menyertai selendang itu.

Sadar apa yang akan terjadi, Elang Timur dan Elang Selatan pun murka, kedua panglima negeri Elang Putih ini pun menyerang, namun Dewi Kasih telah bertindak dengan cepat, cahaya warna-warni pelangi menyambar dengan cepat dan membungkus sekujur tubuh dua panglima itu hingga tak dapat bergerak.

MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang