Kelopak 40 - Pertempuran Besar (1)

106 17 0
                                    

"Kau sudah sadar?" Suara seseorang bertanya dengan nada girang bahagia.

Dhanu yang baru membuka kelopak mata langsung berubah kecut saat melihat siapa tadi yang bicara, Lintang Arganata rupanya. Dhanu lekas-lekas berpaling buang muka.

"Oh begitu? Yakin wajah seganteng ini kau tak mau lihat?" Lintang pasang senyum lebar-lebar hingga giginya tersaji sempurna. Jika saja Dhanu tidak sedang kesal pada lelaki ini pastilah dia akan tertawa.

"Buat apa wajah ganteng, tapi mulut lebih kotor dari comberan," sindir Dhanu dengan bibir cemberut.

Lintang merasa tertohok, hatinya langsung dilanda sesal. Lintang raih tangan Dhanu dan menggenggamnya. Dhanu ingin menarik tangannya itu, namun genggaman Lintang begitu erat. Terjadilah adu kekuatan buat saling menarik tangan.

"Sudah, jangan berontak terus! Apa aku tak boleh menggenggam tanganmu? Aku kangen kau, Dhanu." Ujar Lintang dengan nada lembut, tak lupa dia mengecup telapak tangan Dhanu yang ada di dalam genggaman.

Dhanu merinding, dia pun putar wajah menatap Lintang. Dia bingung, tak biasanya Lintang bertingkah seperti ini.
"Kangen? Kok aku geli ya mendengarnya?"

"Geli? Ah kau tau saja. Aku memang punya sesuatu yang bisa membuatmu geli-geli enak," dengan entengnya Lintang ingin mengarahkan tangan Dhanu ke selangkangannya. Karuan saja Dhanu kaget, dia menarik tangannya dalam sekali hentak dan plakkk! Dia menempeleng pipi Lintang.

Lintang cuma cengengesan, "Mantap juga tempelenganmu! Pedas dan gurihnya pas. Kalau mau, ayo tampar lagi!"

"Lintang, bisa tidak dalam sehari tidak usah menjahiliku!"

"Mana bisa! Menjahilimu adalah caraku untuk menyayangimu." Ceplos Lintang. Lintang sendiri tak menyangka kata-kata itu meluncur keluar dari mulutnya.

"Sayang? Kau sudah gila? Mana ada orang menunjukkan rasa sayang dengan cara menjahili?"

"Ada, yaitu aku!" Lintang nyengir, dia duduk di sebelah pembaringan Dhanu, di tepi ranjang. Dia mengambilkan secangkir air yang ada di meja sebelah ranjang. Dhanu tak menolak, dia memang haus.

Dhanu meneguk air dengan lahap, setelah selesai dia pun memandang sekeliling. Dia pun sadar kalau dia ada di dalam kamar megah milik Giri.
"Hemmm, di mana Giri?"

Mendengar Dhanu bertanya tentang Giri entah mengapa Lintang merasa ada sesuatu yang mengiris hati. Dia ingin memaki, namun dia sadar, dia harus berusaha mengubah citra buruknya di mata Dhanu.
"Giri sejak tadi sore keluar istana, dia ingin memeriksa penduduknya yang cedera karena kekuatanmu."

"Hah? Bagaimana? Apa yang terjadi?" Kejut Dhanu.

Lintang menenangkan Dhanu terlebih dahulu.
"Tadi sore kau marah padaku. Kau benar-benar mengerikan, lalu kekuatan besar yang terkandung di dalam tubuhmu lepas. Kau ingin membunuhku dengan kesaktianmu. Untung saja kawan-kawan yang lain menolongku. Cuma serangan kelopak mawarmu diterbangkan angin ke segala penjuru negeri hingga mengenai penduduk."

"Dewata Agung! Besar sekali dosaku? Tapi mereka baik-baik sajakan?" Cemas Dhanu. Dia ingin bergegas bangkit guna menyusul Giri.

Lintang cepat menahan, "Jangan buru-buru! Mereka sudah terselamatkan! Giri sudah memberi mereka obat penawar."

Dhanu masih tak tentram, dia pun merutuki dirinya habis-habisan.
"Giri, maafkan aku! Tak seharusnya aku mengacau dan merepotkanmu."

Mendengar Dhanu begitu peduli pada Giri, lagi-lagi Lintang merasa teriris.
"Giri lagi! Giri lagi!"

"Kau kenapa sih?" Heran Dhanu yang melihat Lintang selalu berpandangan jelek pada Giri.

"Kau suka padanya?" Tanya Lintang secara langsung.

MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang