Kelopak 7 - Patukan Ular

181 25 3
                                    

Indradhanu mengajak Gunadi tidur di kamarnya, karena mereka terlambat pulang di malam itu, pondok dimana para murid tidur telah dikunci.

Gunadi tak bisa tidur, sedangkan Dhanu sudah terlelap sedari tadi. Lelaki ini masih terus saja menatap lekat topeng mawar di wajah Dhanu, sambil membayangkan wajah di balik topeng itu.

Gunadi mendapatkan penampakan akan wajah asli Dhanu, tetapi dia ragu benarkah wajah tampan itu benar-benar milik Dhanu, atau justru hanya permainan setan belaka yang menyesatkan manusia.

"Semoga kau seindah apa yang ku lihat" senyum Gunadi, dan lagi tanpa bosan Gunadi mengusap kelopak mawar di kulit wajah Dhanu.
***

Pagi menjelang, seluruh penghuni padepokan telah terjaga. Seperti kebanyakan kegiatan sehari-hari, hal yang pertama dilakukan oleh orang-orang ialah bebersih diri. Para wanita bebersih di sendang belakang rumah sedangkan para pria menuju sungai.

"Adi! Adi Dhanu! Kau belum bangun ya? Ayo ke sungai bersama kakang!" Ajak Wiladi sambil memanggil Dhanu dari balik jendela kamarnya yang tertutup. Tidak seperti biasanya, kenapa Dhanu kini terlambat bangun? Bersama Wiladi ada Jatayu dan Jelitheng.

Saat itu Nyai Jinggan yang sedang menampi beras di dapur pun menyahuti Wiladi.
"Dhanu sudah bangun lebih awal, Wilad! Dia sudah ke sungai bersama Gunadi"

Wiladi saling lirik kepada dua adik seperguruannya.
"Tumben Adi Dhanu bisa akrab dengan orang lain?"

"Biar saja kang, baik buat Adi Dhanu bisa memiliki teman baru" tanggap Jatayu.

Lalu ketiganya pun bergegas menuju sungai bersama murid-murid yang lain. Di jalan mereka berselisihan dengan Lintang dan Dharmaji.

"Apa kalian melihat temanku yang bernama Gunadi?" Tanya Lintang pada Wiladi.

Wiladi acuhkan pertanyaan itu, jujur dia masih dendam kepada Lintang yang telah mengalahkannya sewaktu berkelahi semalam.

"Tidak!" Jelitheng yang menjawab.

"Bagaimana? Apa kita cari dulu?" Tanya Dharmaji kepada Lintang

"Tidak usah! Gunadi bukan anak kecil lagi. Dia membekal ilmu bela diri yang cukup. Tak mudah untuk dicelakai orang. Paling dia juga keluyuran" jawab Lintang pula.

"Oh dimana si banci berbunga itu?" Tanya Dharmaji kepada Jatayu.

Mendengar Dhanu diledek sebagai banci, Wiladi pun langsung marah.
"Sekali lagi kau sebut adikku banci,  pecah mulutmu!"

Dharmaji cuma pencongkan bibir pertanda tidak takut ancaman itu. Namun Lintang cepat menahannya agar tidak terjadi perkelahian. Maklumlah, Lintang ingin terlihat baik agar Anggun mau didekati olehnya.

Sementara itu di bagian hulu sungai yang penuh dengan bebatuan dua pemuda sedang berada disana buat mandi pagi.

"Ayo Dhanu! Airnya segar!" Gunadi mengajak Dhanu agar turut mencebur kedalam sungai. Tubuh Gunadi tenggelam sebatas perut ke dalam air. Dadanya yang gagah terpampang di depan mata. Belum lagi rambutnya yang gondrong telah menjuntai basah kuyup.

Dhanu menggeleng, "Tidak! Pasti dingin"
Dhanu heran kenapa Gunadi bisa tahan pada dinginnya udara pagi, padahal Dhanu saja yang orang asli sini sudah menggigil sedari tadi.
Tak salah memang, karena Dhanu tidak memiliki hawa sakti yang bisa melawan udara dingin.

"Ayolah! Kita kan teman!"

"Tidak!"

Mendengar ajakannya ditolak lagi, Gunadi malah mengerjai, dia menciprat-cipratkan air ke arah Dhanu hingga lelaki itu seperti di guyur hujan kecil.

"Hentikan Gunadi! Nanti pakaianku basah!"

"Makanya lekas buka. Ayo mandi bersama!" Pujuk Gunadi lagi.

MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang