Kelopak 12 - Jalan Keluar

166 23 6
                                    

Anggun putus asa, dia sudah berusaha untuk melacak ke dasar jurang dengan menggunakan jurus Selendang Sakti Melintas Awan. Dengan berpijakan pada selendang itu dia terbang ingin menuju dasar jurang yang berkabut namun setiap ingin menembus kabut selalu ada kekuatan aneh yang menolaknya hingga dia tak dapat menyelidik ke dasar jurang guna mencari keberadaan Dhanu dan Lintang.

Anggun bersimpuh di tepi jurang, air matanya pun jatuh meleleh. "Adi, kan sudah yunda bilang jangan jauh-jauh dari yunda" Isak perempuan itu. Dia pun mulai menangis sesenggukan.

Walau dia sudah tahu jika Dhanu bukanlah adik kandungnya tetapi demi Dewata dia sudah sangat menyayangi adik angkatnya itu.

"Berhenti menyalahkan diri sendiri Anggun, mungkin ini sudah jadi suratan dewa" ucap Wiladi mencoba menghibur padahal hatinya tak kalah hancur.

"Ini semua gara-gara adik busukmu itu. Kalau tidak kakang Lintang tidak akan celaka!" Murka Puspita, perempuan ini juga remuk hati karena sejujurnya diam-diam perempuan ini sudah jatuh hati terhadap kakak seperguruannya itu.

Puspita ingin menampar Anggun buat melampiaskan emosi, namun cepat dicegah Dharmaji dan Gunadi.

"Puspita! Tahan amarahmu! Lebih baik kita memikirkan cara bagaimana  menyelidiki keberadaan Lintang dan Dhanu di dalam jurang sana" tutur Dharmaji.

"Untuk beberapa saat kita bermalam di sini, siapa tahu kita dapat petunjuk keberadaan Lintang dan Dhanu" ujar Gunadi.
***

Malam di dasar jurang, apalagi di dalam goa terasa begitu gelap. Untung saja goa itu bermulut lebar hingga Dhanu bisa memasang api unggun. Tadi dia sempat menangkap beberapa ekor ikan di telaga yang ukurannya cukup besar, dengan ikan-ikan itulah mereka mengganjal perut.

Ringgita membantu Dhanu buat memanggang ikan itu. Bau harum ikan bakar langsung menyebar semerbak menggugah selera.

"Kau mau?" Tawar Dhanu pada Lintang.

Lintang menggeleng, dia masih marah kepada Dhanu yang dianggapnya pembawa sial itu.

"Ya sudah! Kalau habis jangan salahkan kami!"

Ringgita cuma senyum-senyum lucu melihat dua lelaki yang seperti tikus dan kucing ini. Tidak ada akurnya.

Lintang jadi pendiam, dia menyesali keapesan hari ini, masa depannya habis sudah jika terjebak di jurang ini selamanya, yang dia herankan kenapa kedua orang yang bersamanya itu terlihat santai saja, malah Dhanu dan Ringgita saling bercengkrama bertukar cerita.

Dhanu tak menyangka jika Ringgita bisa seluwes itu bercerita kepadanya, padahal orang-orang selama ini menjauhinya. Dhanu seperti mendapatkan teman baru lagi, sebelumnya ada Gunadi, dan kini Ringgita. Ternyata tak semua orang tampan dan cantik di dunia ini sombong dan arogan.

"Begitulah Dhanu, saya yatim piatu yang dirawat dan diambil murid oleh Nenek Palupi, pemimpin padepokan Anggrek Jingga. Setelah memiliki kemajuan ilmu silat, nenek pun meminta saya buat ikut adu kanuragan di kota raja, namun diperjalanan saya dan dua teman dijegat para bandit, dua teman saya tewas sedangkan saya jatuh ke jurang ini" tutur Ringgita menceritakan perjalanan hidupnya.

"Lantas kau tidak risih berteman denganku? Kata orang-orang saya hantu, semua karena wajah bertopengku ini" ujar Dhanu, keduanya bercerita sambil memakan ikan bakar.

"Hantu? Kau bukan hantu. Malah indah! Topengmu itu semakin membuatku penasaran. Aku yakin wajahmu pasti tampan sekali, sampai Dewata harus menutupinya. Takut membuat pangeran-pangeran di dunia iri kepadamu" hibur Ringgita.

"Cuih, mimpi! Aku yakin wajahnya pasti seburuk pantat monyet!" Celetuk Lintang yang menguping.

"Tuh kan benar! Masih bertopeng saja sudah ada yang iri kepadamu" goda Ringgita sambil nyengir ke arah Lintang.

MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang