Kelopak 26 - Mengungkap Rahasia

126 19 1
                                    

Malam telah tiba. Ruang itu adalah ruang di mana Wisnu mengajak Ki Cipta Reksa dan Nyai Jinggan untuk bicara, ternyata di sana tak hanya ada ketiga orang itu, tetapi juga dihadiri oleh orang lain, yakni : Prabu Arya Dygta, Danum Suarga, Pangeran Esa Kanagara, Kelana, Nenek Lembah Air Mata, Iblis Pantun, Candrika Dewi, Kandito, Satra dan Raja Merak, Nini Palupi serta Panglima Lesmana juga Empu Bhumantara. Selain itu juga dihadiri oleh para petinggi istana seperti penasihat raja Munding Laya dan juga Patih Sondaka.

Pertemuan itu diawali dengan Panglima Lesmana menyampaikan laporan, dia memang ditugasi untuk menyelidiki latar belakang Umbara juga Padepokan Cakar Sakti.

"Ampun Gusti prabu, hamba telah mengutus orang-orang untuk memeriksa padepokan Cakar Sakti, namun ada kabar angin yang menyebutkan sepak terjang padepokan itu tak sepenuhnya baik, bahkan beberapa kali mereka menerima jasa untuk melakukan kejahatan dengan iming-iming uang. Adapun dua orang guru dari Umbara juga telah melenyapkan diri."

Prabu Arya Dygta mengusap-usap dagu menerima laporan itu, otaknya sedang berpikir, "Dewi Soraya dan Ki Kamandaka. Sebelumnya selama puluhan tahun saya tidak pernah mendengar nama mereka."

"Padepokan mereka memang masih tergolong baru," menjawab Panglima Lesmana yang tak lain adalah kakak kandung dari Danum Suarga.

"Paman, tolong terus usut kedua guru itu! Saya merasa keduanya turut punya tanggung jawab atas meninggalnya Gunadi," pinta Pangeran Esa.

Panglima Lesmana mengangguk menerima tugas, "Siap nanda pangeran!"

Wisnu cepat menengahi pembicaraan  dengan membahas hal yang tak kalah penting, sepasang mata hijau lelaki ini menatap pada Ki Cipta Reksa dan istrinya.

"Ki, bagaimana keadaan Indradhanu?" Tanya Wisnu.

Ki Reksa dan Nyai Jinggan menghela nafas, lalu sang suami menjawab, "Kematian Gunadi benar-benar memukul perasaan anak kami, saat ini dia sedang dihibur oleh kedua kakaknya, Anggun dan Wiladi. Bersamanya juga ada Ringgita dan Lintang."

Wisnu mengangguk, dia tahu rasanya bagaimana ditinggal pergi selama-lamanya oleh orang yang disayangi, namun Wisnu ingat tujuan dia mengajak orang-orang berkumpul di ruang malam ini.

"Ki, sebenarnya ada hal lain yang ingin saya bahas bersamamu, semoga aki dan istri bersedia menjawabnya dengan jujur," tutur Wisnu pada Ki Reksa.

Ki Reksa mengangguk, "Tanyalah sahabat Wisnu! Saya akan menjawabnya dengan jujur."

"Dhanu..." Wisnu menyebut nama itu dengan sedikit berat, "Mengapa tadi siang Dhanu bisa memiliki ilmu kesaktian sedahsyat itu? Dan ilmu itu saya yakin bukanlah ajaran dari padepokan Kembang Dewa-mu, ditambah lagi, wujud Dhanu berubah mengerikan?"

Ki Reksa tercekat, Nyai Jinggan juga tak dapat sembunyikan perubahan wajah.

"Sahabat, kami juga tidak mengerti apa yang terjadi pada Dhanu," ucap Ki Reksa.

Wisnu menarik nafas sebentar, Kelana menepuk pundak kekasihnya itu agar bisa tenang sejenak.

"Sebelumnya saya sempat bertemu dengan Dhanu saat perjalanan ke kotaraja, saya tertarik pada anak itu, ingin mengangkatnya menjadi murid, tapi Dhanu menolak. Katanya dia tidak punya kemampuan untuk menghimpun tenaga dalam karena di tubuhnya tertoreh rajah pengunci kesaktian, kalau boleh tahu mengapa aki dan istri berbuat seperti itu?" Tanya Wisnu mengeluarkan unek-unek.

Ki Reksa saling pandang dengan istrinya, keduanya buat isyarat agar saling memahami dan saling menyetujui, Nyai Jinggan mengerti arti pandangan sang suami, perempuan itu mengangguk setuju.

Lagi-lagi Ki Reksa menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan berat, "Baiklah, mungkin ini demi kebaikan Dhanu. Aku akan menceritakan riwayat anak kami itu," Ki Reksa berhenti sebentar, lalu lanjut berucap, "Terus terang Dhanu bukanlah anak kandung kami."

MAWAR DARAH & HALILINTAR BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang