[8] : START!

2.9K 185 2
                                    

Hembusan angin sepoi-sepoi, menghembus perlahan, menyentuh wajahnya, memberikan kedamaian sesaat untuknya.

Perlahan, ia memejamkan kedua matanya. Mencoba merasakan hembusan angin itu. Meski dingin, bahkan mungkin ini sedikit lebih dingin dari sebelumnya, namun, ia mengakui bahwa ia cukup menikmatinya.

Kring! Kring! Kring!

Suara itu membuatnya perlahan kembali membuka matanya. Ia mungkin tak bisa melihat. Namun, bagi orang seperti dirinya, pendengaran adalah yang terbaik saat ini dalam hidupnya. Meskipun yang kini ia lihat hanyalah gelap, tanpa cahaya sedikit pun, namun, ia yakin ada sepeda didepannya kini.

Kevin, pria itu mengenakan setelan mantel berwarna coklat gelap yang cukup tebal. Dengan posisi duduk diatas sepeda tersebut, ia menghembuskan napasnya dengan kesal. "Kau yakin ingin menaikki sepeda ini?"tanyanya ulang.

Carrine menganggukkan kepalanya dan mengulas senyuman tipis diwajahnya. "Kecuali, kau mau membawanya. Mungkin aku hanya akan duduk dibelakangmu seperti dulu saat kita kecil."katanya.

Kevin menatap sesaat pada adiknya itu dan kemudian mendesah, "Tidak."ucapnya.

Carrine pun bangkit dari tempat duduknya. Berjalan perlahan mendekat, dan tangannya perlahan menyentuh sepeda tersebut. "Jika begitu, aku akan membawanya sendiri."tuturnya.

Kevin menatap serius pada sang adik. Membiarkannya membawa sepeda ini sendiri, dengan kondisi ia tak dapat melihat? Apakah mungkin?

Akhirnya, ia hanya dapat menghela napasnya dengan berat. "Baiklah, naiklah. Aku yang akan membawanya."gumamnya.

Ya, ia tak mungkin membiarkan adiknya yang membawa sepeda ini sendiri. Meskipun ia saat ini benar-benar tak ingin menyentuh sepeda lagi, karena sebagian memorinya dengan Michelle ada pada sepeda. Memori yang menyakitkan. Namun, jika harus membiarkan Carrine membawa sepeda ini sendiri, ia tak akan bisa tenang.

Carrine, gadis itu tersenyum girang. "Aku menang."ucapnya.

Perlahan Carrine pun menaikki sepeda itu. Posisi duduk dibelakang dengan memeluk erat tubuh sang kakak. Angin yang cukup dingin, berhembus pelan, mengenai rambut dan wajahnya. Sebuah senyuman bahagia pun akhirnya kembali terulas sempurna diwajahnya. "Kak."panggilnya dengan suara sedikit keras.

Kevin tetap menatap fokus kedepan. Berusaha untuk mengayuh dengan sempurna dan tanpa goyah. Mencoba melawan memori menyakitkan itu dari pikirannya. "Hm?"

"Apa kau ingat saat pertama kali kau membawaku dengan sepeda seperti ini?"tanya Carrine.

Kevin hanya tersenyum pelan. Memori saat pertama kali ia membawa Carrine dengan sepeda kecilnya perlahan terlintas dibenaknya. Saat itu, ia baru berusia 14 tahun dan Carrine berusia 6 tahun. "Itu adalah saat yang sangat menyenangkan. Hanya ada kau dan aku, dan hanya ada tawa."lanjut Carrine.

Kini, Kevin hanya memilih diam. Mungkin tak ada kata yang bisa ia ucapkan. Memang saat itu adalah saat yang paling membahagiakan. "Saat itu, aku juga masih dapat melihat. Kau tahu, kak, aku sangat merindukan semua itu. Dan saat kau tak ada disini, kenangan itu yang menjadi temanku."

Entahlah, namun kata-kata itu hampir membuat butiran bening yang sedari tadi telah mengenang dipelupuk mata Kevin akan segera jatuh. Apa sebegitu lamakah dirinya larut dalam kedukaannya hingga melupakan bahwa masih ada sosok lain, yakni sang adik yang begitu merindukan dirinya disini? Apa adiknya mungkin lebih merasakan luka daripada dirinya?

Perlahan, ia merasakan wajah Carrine yang menyentuh punggungnya. Gadis itu menyandarkan kepalanya tepat dibelakang punggungnya dan juga mempererat pelukannya. "Aku merindukan kakakku. Begitu merindukannya bahkan pada aroma tubuhnya sekalipun."gumam Carrine pelan.

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang