[37] : Memandikannya?

2.4K 181 20
                                    

"Tidak. Aku tak ingin pulang ke Indonesia."

Kevin menatap tajam pada sosok yang kini berdiri diambang pintu ruang rawatnya. Begitu pula dengan sosok Jim.

Sosok Mila pun melangkahkan kakinya perlahan masuk kedalam. "Nona."sapa Jim seraya sedikit membungkukkan badannya.

Mila mencoba mengulas senyuman ramah diwajahnya. "Halo, Jim."

Ia pun mengalihkan tatapan matanya. Dan matanya pun bertemu mata Kevin yang kini memberinya tatapan yang cukup tajam, seolah menunggu alasan dari pernyataannya tadi.

Kevin menarik dalam napasnya dan menghelakannya dengan kesal. "Jim, kau boleh pergi sekarang."perintahnya dengan nada suara dinginnya.

"Ya, Sir."ujar Jim seraya melangkah keluar dari ruang rawat sang Bos. Mungkin kedua majikannya itu membutuhkan sedikit privasi.

Setelah pintu ruangannya tertutup, Kevin pun akhirnya bersuara. "Bukankah minggu lalu kau yang memaksa ingin pulang?"tanyanya dengan nada suara datarnya.

Mila menganggukkan kepalanya perlahan seraya mengigit sedikit bibir bawahnya.

"Lalu?"tanya Kevin lagi.

"Namun, tidak saat ini."ucap Mila dengan nada suara pelan, bahkan nyaris tak terdengar.

Kevin mengangkat sedikit alis matanya, menatap sedikit heran. "Kenapa? Kau tidak merindukan keluargamu lagi?"

Mila menggelengkan cepat kepalanya. "Selalu. Aku selalu merindukan mereka. Bahkan aku hampir selalu memimpikan mereka. Hanya saja, tidak. Aku tak bisa kembali saat ini."ujarnya.

Kevin diam. Ia yakin ada alasan yang lebih baik yang dapat disampaikan wanita yang kini berdiri dihadapannya itu.

"Kau sedang terluka. Dan aku tak ingin kau-"

"Jangan pedulikan aku."potong Kevin sebelum Mila menyelesaikan kata-katanya. Matanya kini menatap kearah jendela yang tak tertutup oleh tirai.

Mila menatap hampir tak percaya. Apa yang baru saja didengarnya itu, mengapa terdengar menyakitkan baginya? Pria itu mengatakannya seolah tak memikirkan bahwa ia terluka. Ya, terluka. Sangat terluka.

"Jangan peduli padamu? Kau memintaku untuk jangan peduli padamu? Mungkin kau bisa untuk tidak peduli pada orang-orang disekitarmu. Namun, maaf, aku tak dapat melakukannya. Aku tak terbiasa,"

Suaranya mulai bergetar, tertahan oleh suara isak tangisnya. "Aku tak terbiasa untuk tak peduli pada orang-orang disekitarku. Terutama kau. Aneh mungkin bagimu. Namun, perlahan, aku mulai takut bahwa aku telah bergantung padamu."

Usai mengatakannya, Mila pun berlari keluar. Sedangkan Kevin, ia hanya duduk diam ditempatnya. Tidak, lebih tepatnya, ia membeku ditempatnya.

Semua kata-kata diucapkan Mila seolah menggetarkan hatinya. Wanita itu bahkan menangis karenanya. Ia sadar, ia telah melanggar sumpahnya. Membuat wanita itu menangis, itu artinya ia telah gagal memenuhi janjinya sendiri untuk tak pernah membuatnya menangis.

Namun, apa dayanya. Ia bahkan tak tahu bahwa ternyata takdir lagi-lagi ikut campur dalam hidupnya. Untuk kesekian kalinya, ia benci takdir mempermainkannya.

****

"Kerja bagus."

Suara itu membuat Mila sedikit mengangkat kepalanya dari tumpuan tangannya. Matanya masih terlihat merah dan lembab. Sangat jelas terlihat bahwa ia baru saja menangis. Dan entah berapa lama itu terjadi. Ia tidak tahu. Ia hanya ingin meluapkan semuanya sendiri. Dan, ia berakhir menangis ditaman.

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang