[40] : Panik

1.7K 178 20
                                    

"Apa kamu tahu arti dari kata aku mencintaimu?"

"Itu artinya kamu memilihku dalam hidupmu?"

"Tidak, Kevin. Tidak sesederhana itu. Dan lagipula, bukan aku yang memilih kamu dalam hidupku. Takdir yang memilih kita untuk bersama."

"Benarkah? Kalau begitu, aku akan selalu berterima kasih padanya karena ia mengirimkan seorang wanita yang sempurna dalam hidupku."

"Sempurna?"

"Ya. Sangat sempurna. Wanita berparas cantik, bertutur kata lembut, bersuara indah, berotak cerdas. Dan dari semuanya, yang paling kusukai adalah kamu memiliki hati bagaikan malaikat. Sesempurna itulah kamu dimata aku, Michelle."

"Wow. Pujianmu ini dapat membuatku terbang terlalu tinggi."

"Tidak masalah. Sejauh apapun kamu terbang, aku akan dapat menemukanmu dan membawamu kembali padaku."

"Benarkah?"

"Ingin mencoba, Nona? Aku akan menangkapmu dan membawamu menyelam kedalam air laut ini hingga kamu akan memohon padaku untuk mengampunimu."

Kedua insan itu kemudian berlari, saling mengejar dipinggiran laut yang tenang itu, dibawah nuansa sore yang indah dengan angin yang berhembus sepoi-sepoi.

Namun, seperti biasa. Semua kini hanyalah tinggal kenangan. Kenangan yang terlalu indah untuk dapat dilupakan oleh seorang Kevin Andrew Emerald.

*****

Tangan kiri Kevin perlahan meraih foto diatas meja kerjanya itu. Foto milik sosok Michelle-nya.

"Apakah kamu bahagia disana saat ini, sayang?"gumamnya dengan nada suara rendahnya. Kesedihan masih terdengar cukup jelas dibalik gumamnya itu.

Tok! Tok! Tok!

Suara itu membuyarkan semua lamuan sesaatnya itu.

"Masuk."

Pintunya perlahan didorong masuk. Sosok Carrine, sang Adik, kemudian terlihat melangkah masuk dari balik pintu ruang kerjanya itu. "Kak, apa aku mengganggumu?"tanyanya.

Kevin meletakkan foto Michelle-nya kedalam laci meja kerjanya dan menutupnya dengan rapat. "Tidak, Carrine. Masuklah."ujarnya.

Carrine pun melangkahkah perlahan kakinya masuk kedalam ruang kerja sang Kakak. Meski matanya tak mampu untuk melihat, namun ia mengingat dengan baik semua yang pernah diajarkan oleh sang Kakak tentang ruangan ini.

Terbukti ia mampu menemukan sendiri kursi yang berada tepat dihadapan sang Kakak. Ia kemudian menariknya dan perlahan duduk bersandar disana.

"Ini sudah larut. Kenapa kau belum tidur?"tanya Kevin dengan nada suaranya yang terdengar melembut pada sang Adik.

Carrine mengulas senyuman tipis diwajahnya. "Karena aku belum mengantuk, Kak. Kau sendiri, Kak, mengapa selarut ini masih diruang kerjamu?"

Kevin menyandarkan seluruh punggungnya dikursi singasananya. Memaksakan senyuman tipis diwajahnya, ia pun mendesah, "Karena aku sama sepertimu. Belum mengantuk."

Carrine menganggukkan kepalanya paham. "Baguslah. Itu artinya sekarang kita memiliki teman untuk mengobrol satu sama lain."ucapnya seraya kembali mengulas senyuman lembutnya diwajahnya.

Sesuatu mendadak kembali melintasi benak Kevin. Lebih tepatnya, bayangkan tentang sesuatu yang ia lihat tadi siang.

"Senang bertemu denganmu dan melihatmu tersenyum."

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang