[79] : Kasih Seorang Kakak

1.9K 216 17
                                    

#180 in Romance
105k views & 12.5k votes
- 09 Agustus 2017 -

.

.

.

.

.

Happy reading!

.

.

.

.

.

"Satu minggu."

Kevin sedikit menoleh menatap punggung sosok Jovan yang sedang berdiri didekat jendela sebuah ruangan yang Kevin yakini itu adalah ruang kerja sosok tersebut.

Terhitung hampir 10 menit sudah sejak Kevin melangkahkan kakinya masuk kedalam ruangan yang tak memiliki penerangan lain selain penerangan dari cahaya rembulan yang masuk melalui kaca jendela.

Jovan sedikit membalikkan badannya. Wajahnya tampak frustasi dibalik kedataran yang ditunjukkannya.

"Beri aku waktu satu minggu untuk bersama Adikku." Jovan bergumam dengan nada suara rendahnya.

Kevin menggelengkan perlahan kepalanya. "Tidak. Kau tak perlu meminta dariku seperti ini. Kapanpun, kau tentu memiliki hak untuk menghabiskan waktu dengan Mila seberapa lama pun itu. Dia adikmu. Dan sampai kapanpun, tak akan ada yang dapat mengubahnya."

"Bukan itu maksudku." Jovan menyergah. "Aku ingin menghabiskan waktu bersama Mila selama seminggu diluar kota. Dan setelahnya, kau boleh pergi bersamanya kembali ke Paris."

Kevin terhenyak sesaat. Ia sedikit terkejut mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Jovan.

'Apakah ini yang dinamakan mujizat?'batinnya bertanya-tanya.

Jovan kembali berbalik memunggungi Kevin. Matanya kini hanya memandang jauh keluar kaca jendela ruangannya.

"Ini bukan berarti aku memaafkanmu sepenuhnya. Aku melakukan ini semua hanya demi Mila. Aku tak bisa melihatnya lebih terluka lagi karena semua ini." Jovan menarik dalam napasnya dan menghelakannya dengan berat.

Ia kemudian menambahkan, "Kau juga adalah seorang Kakak dari seorang Adik perempuan. Seharusnya, kau sangat memahami bagaimana perasaan saat dimana kau mengetahui bahwa Adikmu  dipermainkan selama ini oleh kekasih atau bahkan suaminya."

Kevin masih hanya memilih diam. Jovan pun kembali membalikkan badannya dan menatap sosok Kevin.

"Aku hanya memiliki seorang Adik yang bahkan sejak ia belum dilahirkan, aku pun telah sangat menantinya. Tangisan pertamanya yang terdengar olehku saat itu, membuat hatiku damai. Aku merasa begitu luar biasa bahagia saat aku telah resmi menjadi seorang Kakak dari seorang bayi perempuan yang kemudian diberi nama oleh kedua orang tuaku, Mila Clara Parkson." Kedua mata Jovan tampak berkaca-kaca kala menceritakan sebagian dari ingatannya itu.

"Kau tak akan bisa membayangkan bagaimana aku yang berlari keluar dari kamarku dengan begitu cepat saat mendengar suara tangisnya ditengah malam. Meski saat itu, aku belum dapat menenangkannya dan aku hanya dapat mengintip Papa dan Mama yang sedang menenangkannya di balik celah pintu kamarnya yang terbuka. Aku masih ingat, saat itu, aku hanya akan terus berbisik pelan dalam hati mengatakan, 'Tidurlah, Adik kecilku. Kakak yang akan menjagamu dari segala mimpi burukmu'." Jovan mengangkat sedikit tepi sudut bibirnya seraya membayangkan semuanya itu.

"Namun, pada suatu pagi, aku pun terbangun dengan kenyataan bahwa Mila mengidap leukimia dan bahkan kondisinya semakin hari semakin mengkhawatirkan. Dokter berjanji akan berusaha menyembuhkan Adikku. Namun, ia juga bukanlah Tuhan. Ia tak akan dapat menjamin kesembuhan untuk Mila. Hingga pada akhirnya, keadaan Mila benar-benar drop dan berakhir dengan ia harus dirawat di rumah sakit." Suara Jovan terdengar bergetar mengatakannya. "Dan sejak saat itulah, setiap malam, aku takut untuk menutup mataku. Aku takut, suatu pagi nanti, aku akan terbangun dengan sebuah kenyataan bahwa aku telah kehilangan sesosok malaikat kecil yang Tuhan hadiahkan padaku. Malaikat kecil yang selalu membuatku semangat untuk terbangun di setiap pagiku. Bagaimana jika suatu pagi nanti, aku akan membenci untuk melihat pagi-pagi berikutnya?"

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang