[11] : Sebuah Kesepakatan

2.3K 170 15
                                    

Klek!

Pintu kamar itu perlahan terbuka. Sisi gelap dalam kamar tersebut perlahan memunculkan sosok seorang gadis yang berjalan masuk dari balik pintu.

Ia melangkahkan kakinya kearah balkon kamarnya. Menarik pelan kursi dan menghempaskan tubuhnya disana.

Meski ini masih adalah malam yang dingin seperti dinginnya hari kemarin, namun, tetap, duduk dibalkon seperti ini akan jauh dapat membuatnya merasa lebih tenang.

'Menikah denganku.'

Bayangan kata-kata itu kembali melintasi benaknya.

Bila untuk sebagian gadis, diminta menikah dengan seorang pria kaya dan sangat tampan seperti bosnya itu, mungkin akan dianggap anugerah. Namun, entahlah, Mila merasa ini mungkin malah akan menjadi malapetaka.

Flashback.

"Menikah denganku."ucap Kevin mengulang kata-katanya.

Mila masih diam ditempatnya. Dia diam membeku disana. Seolah waktu telah berhenti sesaat disana. "S-sir, kau bahkan tak mengenalku."ucap Mila dengan suara bergetar. Ia mencoba untuk menolak dengan cara yang lebih halus.

"Mila Clara Parkson, putri dari Mr. Arthur Parkson dan Mrs. Denai Claretta. Perusahaan keluarga, Parkson City Group kini berada dalam pimpinan kakak tunggalmu, Jovan Christian Parkson. Kau lahir di Jakarta, 1 Juni 1996, berdarah campuran Amerika - Sunda. Bergolongan darah B. Aku mengenalmu. Sangat mengenal dirimu. Atau apa aku perlu melanjutkan untuk memberitahumu yang lain untuk membuktikan bahwa aku sangat mengenal siapa dirimu dan bagaimana latar hidupmu?"kata Kevin seraya mengukir senyuman puas ketika melihat gadis dihadapannya itu hanya dapat membelakkan matanya tak percaya.

"Bagaimana bisa kau tahu.."

"Semuanya. Semua tentang dirimu, aku tahu. Ya, seperti yang kau pikirkan, aku menyelidiki latar hidupmu. Semua pengawaiku, aku mengetahui latarnya masing-masing."potong Kevin dengan cepat.

Ya, menyelidiki. Menyelidiki namun tidak seperti yang dikatakannya bahwa semua pengawai akan ia selidiki sedetail ini. Hanya gadis dihadapan kini. Hanya dia yang ia selidiki hingga tak ada satu hal kecil pun yang terlewatkan.

"Namun, aku hanya ingin menikah dengan pria yang kucintai."gumam Mila dengan suaranya yang begitu pelan.

Kevin mengukir senyuman tipis diwajahnya. "Akan kupastikan kau akan jatuh cinta padaku suatu hari nanti. Ya, aku bisa menjamin itu."ucapnya.

"Ti-tidak, Sir. Ini bukan penawaran bantuan yang bisa kuterima. Maaf."kata Mila seraya memilih bangkit dari tempat ia duduk. Ia memilih untuk melangkah pergi dari ruangan ini.

Namun, langkahnya mendadak terhenti, ketika bosnya itu berseru, "Sahabatmu itu, William Rodriquez, kau hanya akan membebaninya jika kau tetap berada disampingnya. Dia juga tak akan bisa banyak membantu karena dirinya juga belum resmi menjadi warga kota ini. Berbeda denganku, aku dilahirkan, tumbuh dan menetap selama hampir 30 tahun disini. Aku adalah warga resmi dinegara ini. Aku bisa memberikan apapun yang tak bisa pria itu berikan padamu."

Mila mendengarnya. Namun, tangannya tetap bergerak membuka ganggang pintu.

"Jangan sampai masalahmu ini membuat kakakmu dalam masalah juga. Dia mungkin akan kehilangan perusahaan ayahmu jika sampai ia mencampuri masalah ini."

Suara itu masih samar-samar terdengar olehnya, sebelum ia melangkah keluar dan pintu itu sepenuhnya tertutup kembali.

Mila hanya berdiri diam didepan pintu. Buliran air mata perlahan mengalir keluar, sedikit membasahi kedua pipinya. Tidak! Ia tak akan membiarkan kakaknya terlibat dalam masalah ini. Kakaknya tak perlu terlibat.

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang