[30] : Setitik Kepeduliannya

2.3K 187 13
                                    

Tik! Tok! Tik! Tok!

Dalam ruangan sebesar itu, hanya terdengar suara jam dinding besar yang sedang berdetik. Keheningan dan kesunyian dalam ruangan ini, sesungguhnya dapat membuat semua orang yang masuk kedalamnya, merasakan aura yang merinding. Seolah aura kematian yang kentallah, yang meliputi seluruh isi ruangan ini.

Untuk waktu yang cukup lama, Sean hanya dapat berdiri diam ditempatnya tanpa bergeming sedikitpun. Matanya, untuk kesekian kalinya, melirik kearah sosok yang masih duduk diam dikursi singasananya, yang hanya terfokus untuk menatap dokumen-dokumen yang berada ditangannya.

"Bagaimana pekerjaan yang kuberikan padamu?"suara Dennis McKenzie akhirnya terdengar setelah sekian lama hanya larut dalam keheningan yang tak berujung itu.

Sean sedikit membungkukkan badannya. "Semua sesuai rencanamu, Tuan."ujarnya.

Sebuah senyuman seringai kemudian terlihat diwajah pria yang selalu menunjukkan sisi gelapnya. Seolah begitu puas baginya untuk mendengar jawaban yang diberikan Sean padanya.

Pulpen yang juga sedari tadi berada ditangan kanannya pun ia lemparkan keatas meja. "Kau tahu, Sean, ingin sekali rasanya bagiku untuk melihat secara langsung bagaimana ekspresi dari Kevin Andrew Emerald kala menatap dua nyawa yang melayang sia-sia begitu saja karenanya."ucapnya dengan suara rendahnya.

Ia kemudian bangkit dari kursi singasananya. Melangkah perlahan kearah rak dimana semua botol anggurnya tersusun rapi.

Dengan cermat pula, ia mengambil salah satu dari botol anggur terbaik koleksinya itu dan menuangkannya ke dalam dua buah gelas. Ia kemudian memberikan salah satu gelas tersebut pada Sean.

"Untuk kemenangan langkah awal kita."ucapnya pada Sean seraya men-cheers-kan gelasnya dengan gelas Sean dan kemudian segera meneguk anggur dalam gelasnya itu hingga kosong.

Tatapan matanya itu, kini terlihat begitu menakutkan. Seolah dendam yang begitu membara telah membakar habis seluruh jiwa suci yang dulu dimilikinya.

Sean menghela napasnya dengan berat. Ia pun meletakkan gelas yang diberikan padanya tadi seraya menarik dalam napasnya, mencoba mengumpulkan sisa-sisa keberanian dalam dirinya agar dapat menasihati pria yang juga telah dianggap sebagai temannya itu.

"Apa ini masih jam kerjaku, Tuan?"tanya Sean.

Dennis menatap sesaat padanya kemudian melirik kearah jam di dinding. Ia lalu mengulas senyuman tipis dan menggelengkan kepalanya. "Tidak. Jam kerjamu telah selesai."

Sean mengangguk perlahan. "Baiklah. Jadi, apakah aku bisa berbicara denganmu sebagai temanmu saat ini?"tanyanya lagi.

Dennis menatap tajam sesaat pada Sean. Seolah tahu apa yang ingin dibicarakan oleh Sean padanya, Dennis pun menyela, "Dia pantas mendapatkannya. Kevin Andrew Emerald, pria itu pantas mendapatkan semua ini. Dia bahkan tak seharusnya masih hidup sedangkan Michelle harus meninggal dalam kecelakan itu."

Sean menatap lekat pada sosok Dennis. Dalam hati kecilnya, terkadang ia bertanya, dimana sosok Dennis Carlos yang ia kenal dulu?

Seolah juga tahu apa yang sedang dipikirkan Sean tentangnya, Dennis menghela berat napasnya dan menambahkan, "Aku bukan lagi Dennis Carlos yang dulu. Dennis Carlos yang lemah, yang tak dapat melakukan apapun meski hanya untuk memperjuangkan cintanya."

Ia berhenti sejenak, mengambil sebuah berkas dari atas meja kerjanya, memberikannya pada Sean, lalu melanjutkan, "Saat ini, aku adalah Dennis McKenzie. Pewaris dari keluarga McKenzie, CEO McKenzie Enterprize. Dan aku punya misi, yakni membuat seorang Kevin Andrew Emerald menyesali kehidupannya ini hingga akhirnya ia sendiri yang akan memohon kematiannya padaku."

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang