[13] : Maaf

3.2K 204 8
                                    

Matahari kembali datang menyambut hari ini. Kicau-kicau burung juga terdengar jelas pagi ini. Hari masih sangat pagi, namun sesosok itu, Mila, ia terlihat justru berlari dengan cepat keluar dari kamarnya dan menuruni tangga.

Jika ada pilihan, maka ia akan memilih untuk melanjutkan tidurnya saja daripada berlari seperti ini. Sayangnya tidak. Bosnya itu, sang tuan pemaksa, pasti akan melakukan sesuatu yang lebih dahsyat lagi daripada kecupan singkat kemarin, jika ia tak segera keluar dari apartemen ini sekarang. Ia bahkan belum tahu bagaimana cara menghadapi pria pemaksa itu hari ini, mengingat pertengkaran mereka kemarin malam.

Langkah kakinya kemudian terhenti, bahkan ia berbalik kebelakang, ketika menyadari sosok William yang sedang duduk dimeja makan dan membelakanginya.

Pria itu masih marah padanya. Dan sejak kemarin malam, sahabatnya itu hanya mendiaminya. Tak ada reaksi lainnya. Setelah melihat semuanya, pria itu hanya memberikan tatapan singkat dan dingin padanya, dan kemudian meninggalkannya begitu saja. Dan pagi ini, pria itu masih bertahan dalam diamnya. Semua itu karena pria pemaksa yang menyebalkan itu. Rasanya dirinya sangat ingin melempar kepala bosnya itu dengan batu besar karena telah merusak hubungannya dengan William.

Mila kemudian melangkah perlahan kearah meja makan. Ia harus memberitahu William terlebih dulu jika hari ini ia akan ke Wina. Meskipun pria itu mungkin hanya akan mengacuhkannya, namun, ia akan tetap memberitahunya.

Tangannya perlahan menyentuh pundak William. Pria itu bahkan tak ingin menoleh menatapnya. Dia memberi hukuman yang jauh lebih sulit. Andai William ingin meneriakki atau memakinya, itu akan jauh lebih baik daripada mendiaminya seperti ini.

"Will, aku akan pergi ke Wina hari ini."ucap Mila dengan nada pelan.

William tetap diam. Ia tak memberikan reaksi apapun. Cukup dimengerti mengapa sikapnya menjadi demikian. Itu karena ia hancur. Ia lebih hancur dari yang dapat dibayangkan. Gadis yang sangat ia cintai, gadis yang selalu menjadi alasan dalam hidupnya, gadis yang selalu memenuhi benaknya, gadis yang selalu hadir dalam mimpinya, justru memilih pria lain, bukan dirinya. Mana ada pria yang tak hancur jika melihat semua yang terjadi kemarin malam itu.

Rasanya ia ingin sekali menghajar pria yang berani mengambil Mila darinya, andai saja pria itu bukan Mr. Kevin. Dan ia tak bisa melakukannya karena ternyata pria itu adalah Mr. Kevin, orang yang kini memiliki pengaruh besar dalam gallerinya.

Dan kini, ia percaya, meskipun cinta tak bisa dibeli dengan uang dan kekuasaan. Namun, tanpa uang dan kekuasaan, seseorang tak akan memenangkan cintanya. Itulah yang terbukti. Ia kalah. Ia kalah karena pria yang dipilih Mila adalah pria dengan uang berlimpah dan kekuasaan yang dapat dikatakan mutlak.

"Jadi, jangan khawatirkan aku jika aku mungkin tak pulang malam ini."ucap Mila dengan nada perlahan. Ia kemudian berbalik dan berniat melangkah pergi.

Namun, langkah kakinya terhenti ketika tangannya ditahan oleh William. Mila menatapnya sesaat dan penuh harap. Mungkinkah pria itu tidak marah lagi?

"Apa kau benar-benar mencintainya?"tanya William dengan suara rendah, membuat Mila hampir kehilangan kata-katanya sesaat. Bagaimana cara menjawabnya? Mila bahkan tak pernah berpikir ada kata cinta diantara hubungannya dengan Kevin.

William bangkit dari tempat duduknya. Dengan posisi berdiri, ia berhadapan dengan Mila dan menatapnya dengan tajam. "Apa kau benar-benar mencintai Mr. Kevin?"tanya William ulang.

Mila menghela napasnya dengan berat. "Will, aku rasa kita tak perlu membahasnya sekarang. Aku-"

"Mila, aku hanya ingin tahu, apa kau benar-benar mencintai pria yang dapat menciummu seintens itu?"potong William.

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang