[14] : Sebuah Restu

3K 198 11
                                    

Rasanya kini waktu berlalu dengan sangat lambat. Seolah rasa keheningan ini begitu indah dinikmati hingga tak ada satu orang pun dalam ruangan ini yang ingin bersuara terlebih dulu.

Mila melirik perlahan kearah Kevin. Pria hanya duduk dengan tenang dan tak menunjukkan sedikitpun kegelisahan diwajah dinginnya. Padahal semua ini terjadi karenanya.

Ya, mereka semua, Mila, Kevin, Carrine, dan juga pastinya Diana, berakhir hening diruangan ini karena pengakuan Kevin tadi. Pengakuan bahwa dirinya datang untuk memperkenalkan calon istrinya pada sang bunda.

Calon istri? Mila hampir memuntahkan semua makanan dalam perutnya kala mendengar kata-kata itu. Sepertinya ia perlu mengingatkan sang bos bahwa ada kata 'Bohongan' disana.

Mata Mila kemudian beralih melirik kearah sosok bundanya Kevin. Wanita paruh baya dengan bentuk tubuh yang masih terlihat bagus diusianya kini. Namun, sepertinya wanita paruh baya itu tak menyukainya. Karena wanita itu bahkan tidak sama sekali ingin menyapanya atau menatapnya sedikitpun. Ia hanya menatap kosong keluar jendela.

"Dimana kalian bertemu? Kapan itu terjadi? Kenapa kau tak menceritakan apapun padaku, kak?"tanya Carrine yang memulai untuk memecahkan keheningan tersebut. Ia bertanya dengan nada girang. Mana mungkin ia tak girang. Ini kabar bahagia, kan? Sang kakak akhirnya akan memulai sebuah babak kehidupan yang baru. Itu artinya bayangan masa lalu telah dapat dilupakannya.

Kevin menatap tajam kearah Mila. "Kami bertemu pada acara pelelangan dana amal di galleri milik sahabatnya beberapa waktu lalu."jawabnya dengan nada dingin.

Carrine mengulas senyuman diwajahnya lagi. "Benarkah? Jadi, kalian ini pasangan yang jatuh cinta pada pandang pertama?"katanya, membuat Mila lagi-lagi merasa mual mendengarnya.

Kevin mengangguk pelan. "Ya, begitulah."gumamnya.

"Astaga! Bunda, kau dengar itu? Kakak mengatakan bahwa ia jatuh cinta pada calon kakak iparku pada pandangan pertama. Kurasa pernikahannya tidak terlalu cepat, bunda, mengingat kakak jauh lebih cepat jatuh cinta."kata Carrine menggoda sang kakak.

Diana menarik dalam napasnya dan menghela napasnya dengan berat. Ia menoleh ke belakang. "Kevin, bunda ingin bicara denganmu. Hanya berdua."ucapnya seraya melangkah menaikki tangga.

Kevin menghembuskan napasnya dengan kesal. Ia tahu ini pasti akan terjadi. Sang bunda tak mungkin dapat dibohongi dengan mudah.

Matanya lalu bergerak menatap Mila. Gadis itu menatapnya dengan tatapan penuh tanya. Seolah ia bertanya padanya apa yang mungkin terjadi. Ia hanya membalas dengan mengangkat pelan kedua bahunya. "Istirahatlah dulu dikamarku. Aku akan menemui nanti."ucapnya.

"Kau juga, Carrine. Istirahatlah dikamarmu."ucapnya juga pada Carrine.

Ia kemudian melangkahkan kakinya menaikki tangga seraya menarik dalam napasnya. Mengumpulkan semua keberanian dalam dirinya agar sanggup menghadapi semua pertanyaan sang bunda.

*****

Carrine, meskipun dirinya tak dapat melihat, namun ia dapat merasakan ketegangan sesaat disini. Ia kemudian tersenyum pelan. "Tenanglah, kak. Semuanya akan baik-baik saja."ucapnya pada Mila.

Mila menatap perlahan pada Carrine. Ia dapat merasakan keramahan dari adiknya Kevin ini. Gadis ini jauh lebih ramah padanya daripada kakaknya, pria pemaksa menyebalkan itu. Dan satu hal yang membuat dirinya menjadi mengagumi sosok adiknya sang bos ini adalah, gadis ini meskipun tak dapat melihat namun, dirinya seperti selalu dapat dengan baik membaca keadaan disekitarnya. Itu adalah suatu kemampuan yang luar biasa menurutnya.

"Kita belum berkenalan secara resmi."kata Carrine. Ia berhenti sejenak dan kemudian mengulurkan tangannya. "Namaku Carrine Adele Emerald."ucapnya dengan suara lembutnya.

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang