[10] : Penawaran Baru.

2.5K 200 19
                                    

Sebelum membaca, sekedar mau mengingatkan, 'Budidayakanlah budaya vote dan comment.' Karena dengan vote dan comment dari kalian lah, para penulis tetap termotivasi untuk menulis!

*****

30 Mei 2016

¤¤¤¤¤

Dan saat tangan laki-laki menyentuh tangan seorang perempuan, mereka berdua telah menyentuh hati keabadian. -Khalil Gibran.

Ia menutup buku yang sedari tadi dibacanya. Sebuah buku dimana terdapat banyak tulisan yang sangat menginspirasi. Salah satunya adalah tulisan yang baru dibacanya itu.

Kini, matanya bergerak menatap keatas langit malam. Malam yang sunyi dan terasa juga dinginnya malam dengan angin yang berhembus perlahan, mengenai wajahnya, rambutnya. Namun, tak membuatnya untuk beranjak pergi dari tempat duduknya itu.

Untuk sesaat, ia terlihat larut dalam renungannya. Sesuatu hal yang nyata namun terlihat lebih seperti mimpilah yang berada kini didalam benaknya.

Tangannya perlahan bergerak menyentuh pergelangan tangan kirinya. Menatapnya seraya mengulum senyum tipis diwajahnya. Seolah pergelangan tangannya itu memiliki sesuatu hal yang membahagiakan. Namun, memang begitulah.

Pergelangan tangannya itu telah disentuh. Bahkan sentuhan itu seolah juga telah menyentuh relung hatinya yang terdalam. Dan inilah yang membuatnya kini tersenyum-senyum aneh.

"Ehem."suara deheman seseorang dibalik pintu, telah membuyarkan lamuan sesaatnya.

"Sedang melamun?"tanya William seraya mengukir senyuman menggoda diwajahnya pada Mila.

Mila menggelengkan kepalanya. Mencoba untuk sedikit berbohong pada pria itu. Meskipun ia tahu, berbohong bukanlah keahliannya. Terbukti, William menatapnya penuh curiga.

"Memikirkan sesuatu? Kakakmu?"tanya William sambil menghempaskan tubuhnya pada kursi yang berada tepat berhadapan dengan Mila.

Mila, gadis itu lagi-lagi hanya menggelengkan kepalanya. "Tidak, Will."gumamnya.

"Jadi, sedang memikirkan apa? Aku?"suara tanya William semakin menggoda.

Mila mengulas senyuman menggelitik dan mencibir, "Tak terlintas sedikitpun dibenakku."

William pun terkekeh ketika mendengar cibiran gadis dihadapannya itu. Ia menopangkan dagunya dengan sebelah tangannya. Matanya hanya menatap lurus, menatap tepat pada Mila. Ia benar-benar mengagumi semua tentang gadis dihadapannya ini. Semuanya tanpa terkecuali. Meskipun sedang mencibir seperti saat ini, gadis ini tetap menampilkan sisi cantiknya.

"Bagaimana hasil interview hari ini?"tanya William kemudian, mengalihkan topik pembicaraan mereka.

Mila menaikkan sebelah matanya, melirik perlahan kearah sahabatnya itu. "Baik. Semuanya lancar. Besok, mereka akan menelponku untuk hasilnya."jelasnya.

"Ehm, baguslah. Maaf, karena aku tak dapat menjemputmu tadi. Mereka membuatku menunggu sangat lama di kantor Kedubes."ucap William dengan nada pelan.

Mila mengulas senyuman tipis diwajahnya dan bergumam, "Tak masalah, Will. Kau menjadi sangat sibuk akhir-akhir ini juga karena masalah aku. Aku yang seharusnya minta maaf padamu karena telah merepotkanmu."

"Tidak, Mil. Kau tidak merepotkanku. Tidak sama sekali. Aku justru sangat senang karena masalahmu ini, Kedubes Indonesia disini menjadi sangat mengenalku."ucap William.

Mila tertawa geli kala mendengarnya. William, pria itu memang hanya bermaksud untuk mencairkan suasana. Meskipun ini memang sangat melelahkan, namun, ia tak akan membiarkan Mila mengetahuinya.

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang