[20] : Hari Pertama

2.7K 167 16
                                    

"Kau lelah, adik kecil?"

Mila sedikit tersentak dari lamuannya. Ia mengangkat kepalanya dan menemukan sosok sang Kakak. Sang Kakak kemudian meletakkan segelas jus untuknya. "Sedikit. Terima kasih, Kak."ucapnya pada sang Kakak.

Jovan menarik kursi disebelah sang adik dan duduk bersandar disana.

Mila meraih gelas. "Kak, apa itu perlu?"tanyanya.

Jovan mengukir senyuman tipis diwajahnya dan kemudian memberikan anggukan pelan, membuat Mila menghembuskan napasnya dengan frustasi.

Jovan menyentuh perlahan tangan Mila. Menggenggamnya dengan erat dan kemudian mengecupnya. "Semua akan baik-baik saja. Oke?"ucapnya.

Mila memberikan tatapan memelas pada sang Kakak. Berharap sang Kakak dapat mengubah kesepakatan gila itu dengan pria yang kini menyanding status sebagai tunangannya itu. "Kak, kumohon, mengertilah. Kami belum menikah. Hanya bertunangan. Kenapa aku harus tinggal di apartemennya sedangkan aku masih bisa tinggal di apartemen Will?"ucapnya.

Jovan menghelakan berat napasnya. "Itu karena kini statusmu berbeda. Kau adalah tunangannya. Bagaimana bisa kau tinggal di apartemen pria lain."ujarnya dengan suara rendahnya.

Mila menggeleng. "Kak, Will adalah sahabatku. Aku mengenalnya sejak kecil."katanya.

Ia mencoba menyakinkan sang Kakak bahwa ia masih dapat tinggal bersama keluarganya di apartemen William, sahabatnya, sebelum dirinya menikah minggu depan. Ia juga yakin, William tak akan keberatan untuk hal itu.

"Jika di Indonesia, maka alasanmu ini pasti akan langsung diterima. Dan lagi, di Indonesia, kau memang tidak diijinkan tinggal seatap dengan pria yang belum berstatus suamimu, meski ia tunanganmu kini. Percayalah. Hanya saja, saat ini, kau berada dinegara lain. Mereka juga memiliki budaya yang berbeda dari kita. Budaya mereka, justru mengijinkan pasangan yang telah bertunangan untuk tinggal seatap dan melarang salah seorangnya untuk tinggal dengan pria atau wanita lain. Dan lagi, ia berjanji tak akan berada sekamar denganmu. Jadi, janganlah terlalu khawatir. Jika ada masalah, kau bisa segera mengabariku, seperti biasa."jelas Jovan pada adiknya.

Mila menghembuskan napasnya dengan pasrah. Matanya melirik kearah Kevin. Pria itu mengukir senyuman seringai padanya. Seolah, pria itu tahu apa yang sedang dibicarakannya dengan sang Kakak. "Entah apa lagi yang akan terjadi dalam hidupku setelah ini."gumamnya pelan.

"Kau mengatakan sesuatu?"

Suara sang Kakak membuatnya sedikit tersentak kaget dan memalingkan kembali wajahnya. Ia hampir lupa bahwa sang Kakak masih duduk disebelahnya. Ia segera menggelengkan kepalanya. "Ah, tidak, Kak. Oh ya, kata Mama, kau akan kembali ke Indonesia besok malam? Kenapa? Apa ada masalah?"tanyanya mencoba mengalihkan topik pembicaraannya.

Jovan mengangguk pelan. "Sedikit. Masalah perusahaan. Beberapa meeting penting juga harus kuhadiri. Namun, tenanglah. Aku akan kembali kesini dan tiba satu hari sebelum pernikahanmu nanti. Aku janji itu."ucapnya.

"Baiklah, Kak. Kabari aku besok sebelum kau naik pesawatmu. Dan juga kabari aku lagi setelah kau mendarat."kata Mila.

Jovan tertawa kecil kala mendengarnya. Namun, ia tetap memberikan anggukannya agar sang adik tak terlalu khawatir padanya. "Baiklah, adik kecilku. Jaga dirimu juga. Jika ada masalah, kau bisa menghubungiku atau cari Mama di apartemen William. Kau paham?"

Mila mengulas senyum pelan. "Ya, Kak."ucapnya.

Selanjutnya, keduanya hanya memilih untuk berbincang ringan seperti membahas tentang masa kecil mereka yang memiliki banyak kenangan indah seraya menikmati acara malam ini.

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang