[31] : Rasa Bersalah

2.4K 172 14
                                    

"Ini sebuah kesempatan baik, Sir."

Kevin melirik tajam kearah sang pemilik suara tersebut. Dengan kertas kontrak yang masih ditangannya, ia tampak berpikir mempertimbangkannya seraya jari-jarinya yang terlihat bermain dengan pulpennya.

"Tidak, Jim."gumamnya akhirnya setelah sekian lama ia hanya memilih diam dan mendengarkan semua pendapat dari karyawannnya yang ada didalam ruang rapatnya kini.

Jim menatap heran pada sosok Bosnya itu. Ia sungguh tak mengerti apa yang menjadikan tawaran terbaik menurutnya ini, justru dianggap oleh sang Bos sebagai tawaran terburuk.

Ya, sudah hampir 2 jam rapat yang cukup menegangkan ini berjalan. Bukan karena adanya masalah diperusahaan nomor satu di Eropa ini. Melainkan diamnya sosok Kevin, yang lebih terlihat banyak berpikir itu, yang membuat suasana rapat menjadi sedikit lebih menegangkan.

Kevin lalu melemparkan asal pulpennya. "Selidiki terlebih dahulu tentang perusahaan ini."ujarnya.

"Sudah, Sir."ucap Sasha yang duduk berseberangan dengan Jim, seraya menyerahkan sebuah dokumen pada Kevin. Kevin pun mulai membuka dan membacanya.

"McKenzie Enterprize adalah perusahaan konstruksi terbesar di Amerika. Mereka bahkan hampir menguasai seluruh pertumbuhan perekonomian di Amerika. Didirikan tahun 1976, perusahaan ini telah memiliki anak perusahaan hampir diseluruh negara Amerika. Perusahaan ini kini dijalankan oleh putra semata wayang dari Tuan Glenny McKenzie, yakni Dennis McKenzie, namun, tetap dalam pengawasan Tuan Glenny McKenzie."jelas Sasha.

"Tuan Glenny McKenzie memiliki seorang putra?"tanya Jim dengan heran.

Kevin mengangkat sedikit kepalanya. Menatap Jim dari ujung matanya. "Dia tak memiliki putra?"gumamnya.

Jim menganggukan perlahan kepalanya. "Benar, Sir. Dalam sepengetahuanku, Tuan Glenny McKenzie hanya memiliki seorang putri, yakni Nona Angeline McKenzie."kata Jim.

Kevin pun menutup dokumen yang diberikan Sasha padanya. "Ini menjadi tugasmu, Jim. Selidiki sosok Dennis McKenzie ini. Aku membutuhkan data tentang dirinya selengkap mungkin."

"Ya, Sir."ucap Jim.

Kevin kemudian bangkit dari kursi singasananya. "Seperti yang dikatakan oleh Jim, ini memang kesempatan yang sangat baik untuk Emerald Medical Group berkembang di Amerika. Apalagi jika mengingat McKenzie Enterprize adalah perusahaan besar di Amerika. Ini jelas akan sangat membantu."

Ia berhenti sejenak, berbalik menatap jendela besar yang berada dibelakangnya, lalu melanjutkan, "Namun, sepertinya yang pernah kukatakan. Semua perusahaan yang bekerja sama dengan Emerald Medical Group harus diselidiki. Apalagi pemimpinnya."

Kevin lalu membalikkan kembali tubuhnya. "Rapat selesai. Jim, kau ke ruanganku sekarang."ucapnya seraya melangkah pergi.

Jim hanya dapat sedikit menghelakan berat napasnya seraya bangkit dari kursinya dan mengikuti langkah kaki Kevin keluar dari ruang rapat itu.

*****

Jakarta.

Tok! Tok! Tok!

Tanpa mengalihkan pandangan matanya dari laptop miliknya, Jovan Christian Parkson sedikit berseru, "Masuk."

Sosok sekretarisnya pun mendorong pintu ruangannya dan perlahan melangkah masuk kedalam. "Selamat pagi, Pak."sapanya pada Jovan.

Jovan hanya memberikan tatapan singkat pada wanita muda nan mempesona itu. "Selamat pagi."balasnya dengan nada suara yang terdengar datar, membuat wanita yang berpakaian cukup minim itu mendengus kesal.

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang