[6] : Sebuah Rencana Awal

2.3K 147 3
                                    

01 Mei 2016

Nic dan Vincent, keduanya masih berdiri diam terpaku, menatap tak percaya didepan sebuah lukisan. Lukisan yang bahkan mereka tak menyangka akan ada diruangan ini. Dan terlebih lagi, harganya yang menjadi suatu hal yang mustahil terjadi, namun benar-benar terjadi.

Nic sedikit menyipitkan matanya. Ia mencoba untuk melihat apa yang menjadi daya tarik lukisan ini hingga harus mengeluarkan $50 juta hanya untuk memilikinya. "Sudah kau temukan, Vincent?"tanyanya.

Vincent, pria itu sedikit mengernyitkan dahinya, menggerakkan tangannya, dan memijat pelan dagunya. "Selain mata, tak ada lagi yang spesial dari lukisan ini lagi."ucapnya.

Jason, pria itu berbeda dengan kedua sahabatnya itu. Ia lebih memilih duduk bersantai disofa hitam dengan segelas Brendy yang menjadi temannya. "Sudah kukatakan, Kevin membelinya memang hanya karena mata gadis dalam lukisan itu. Mata yang sangat menyerupai Michelle."desahnya.

Nic berbalik, mencari posisi duduk yang nyaman disebelah Jason. "Namun, jika dilihat dengan baik, gadis dalam lukisan itu jugalah tidak buruk. Selain itu; dia memiliki mata yang mirip dengan Michelle. Kevin seharusnya bisa mencoba menjalin hubungan dengan gadis lain sebelum rumor bahwa dia adalah seorang Gay semakin tersebar luas."gumamnya.

Jason tertawa pelan. "Kevin seorang Gay? Aku bahkan tak tahu itu."desisnya.

Vincent membalikan tubuhnya. Berjalan perlahan, meraih gelas dengan Brendynya dan perlahan menyesapnya. "Maksudmu, kita gunakan gadis dalam lukisan itu sebagai pelarian Kevin. Ayolah, Nic. Kau tahu itu tak mungkin. Kevin terlalu mencintai Michelle. Bahkan setelah 5 tahun berlalu, Kevin masih tak dapat melupakan gadis itu."katanya.

Jason menggeleng pelan. "Namun, kurasa tak ada salahnya mencoba. Kevin mungkin bisa melupakan semuanya jika ia bisa bertemu dengan seorang gadis lainnya."ujarnya.

Nic mengangguk setuju. Ia setuju dengan ide Jason. "Lagipula, aku yakin, bukan masih mencintainya. Bagaimana mungkin kau masih mencintai seseorang yang telah lama mati? Namun, rasa bersalah. Kecelakaan itu, Kevin menyalahkan dirinya sendiri atas kecelakaan itu."gumamnya.

Klek!

Pintu ruangan itu mendadak dibuka, membuat Nic, Vincent dan Jason berhenti dari perbincangan mereka.

Sosok Kevin terlihat berjalan masuk dari balik pintu. Ia pun menatap tanpa ekspresi pada ketiga sahabatnya itu dan berjalan kearah kursinya. Menghempaskan tubuhnya disana dan menghela napasnya dengan berat. "Ada apa? Mendadak kalian bertiga mencariku. Ada masalah?"tanyanya dengan suara dingin.

Nic menggeleng lalu tersenyum tipis. "Jika mengatakan kau Gay, itu jelas salah. Kau bukan hanya tidak tertarik pada wanita lagi, namun juga tidak tertarik pada pria."desisnya.

Kevin menatapnya tajam lalu menggelengkan kepalanya. "Kau membuat kami menunggu lama, Vin."lirih Jason seraya kembali menyesap Brendynya.

"Maaf. Aku ada rapat."kata Kevin dengan nada rendahnya. Terdengar singkat, dan mata pria itu bahkan tak berniat dialihkan dari berkas-berkas yang berada diatas meja kerjanya.

Vincent lalu menunjuk perlahan lukisan yang digantung didinding ruang kerja Kevin. "Lukisan ini, Jim mengatakan kau membelinya dengan biaya yang tak murah. $50 juta. Apa itu benar?"tanyanya.

Kevin menatap singkat kearah lukisannya lalu bergerak menatap sosok Vincent, dan kemudian mengangguk pelan. Jason tertawa pelan. "Kau sebenarnya tak perlu melakukan itu."gumamnya.

Kevin menatap tajam kearah Jason. "Aku perlu melakukannya, Jason. Sangat perlu."desisnya.

Nic menghembuskan napasnya dengan kesal dan mendesah, "Baiklah. Lupakan masalah lukisan ini. Meskipun kalian memperdebatkannya, tak akan ada yang berubah. Lukisannya juga telah dibeli. Oh ya, Vin, ini sudah jam 8 lewat. Apa kau ingin bekerja hingga larut malam? Jika begitu, maka aku akan mengatakan padamu, bahwa diriku, Jason, dan Vincent, kami bertiga belum makan. Apa kau akan membiarkan kami mati kelaparan disini?"

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang