15 ( REVISI )

27.6K 742 8
                                    


" Ibu aku pulang!!! " teriak Arin sambil membuka pintu rumah. " Sofia..masuk lah..." kata Arin menutup pintu kembali. Sofia masuk dengan segan, padahal ia baru berkenalan dengan Arin satu jam yang lalu tapi sudah menumpang tidur dirumahnya.

" Tunggu disini dulu ya, aku mau ke kamar ibu dulu, soalnya ibu baru pulih dari sakit nya. " Lanjut Arin lalu berlari ke kamar ibunya. Sofia mengangguk kecil. Sofia perlahan menyusuri rumah itu, perasaan hangat mengisi relung hatinya.

" Entah kenapa,aku merasa seperti pulang ke rumah, tatanan rumah nya pun mirip dengan tatanan ibu dulu." bathin Sofia sambil tersenyum menatap banyaknya foto Arin saat SMA di rak pertama.

Lalu di ruang keluarga yang sederhana, ada beberapa foto lagi, Sofia pun meraihnya. Rasa ingin tahunya mencapai tingkat tinggi dan Sofia juga tidak tahu kenapa ia begitu antusias menelusuri rumah Arin. Sofia terkejut ketika melihat sebuah foto dengan potret ibu dan dua anak perempuannya. " Kenapa foto ini ada disini? " Berbagai kemungkinan hinggap di pikiran Sofia lalu ia melihat foto lainnya dimana Arin yang berfoto dengan ibu saat kelulusan SMP.  " Apa mungkin?.. "Sofia mulai yakin dengan pikirannya.

" Arin...dimana teman mu itu?" tanya ibu menuruni tangga dibantu oleh Arin.

" Tadi dia di sini,eh itu dia "jawab Arin menunjuk Sofia yang berdiri mematung di ruang keluarga membelakangi mereka.

" Halo.. kamu teman nya Arin ya? " kata ibu pada Sofia dengan ramah

Tubuh Sofia mulai bergetar, ia berusaha menahan air matanya namun tidak dapat ia tahan, kerinduannya pada ibu memuncak, " Tidak salah lagi..suara ini memang suara ibu.." bathin Sofia, air matanya mulai berlinang. Sofia pun perlahan membalikkan tubuhnya menghadap ke ibu.

Air matanya semakin berjatuhan fotonya bersama Arin dan ibu digenggam dengan kuat, tangannya gemetar karena berusaha menahan air mata yang semakin deras. Ibu langsung memeluknya. " Hei nak!! Kenapa kamu menangis? "tanya ibu mengusap lembut punggung Sofia.

" Arin ambilkan air minum. " Pinta ibu, Arin pun langsung berlari ke dapur.

Sofia melepaskan pelukan dan menatap dalam ibu. " Apa ibu sudah lupa padaku? Apa ibu tak lagi mengenalku? Kenapa ibu tak pernah menanyakan kondisiku saat aku berada di Amerika?" tanya Sofia menangis sesenggukan.

" Sofia?Kamu Sofia Waldner anak ku?" tanya ibu dengan mata berkaca-kaca langsung memeluk erat Sofia. " Maafkan ibu tidak mengenalimu. "

" Kenapa ibu tak pernah mengirimkan surat padaku atau menanyakan keadaan ku?Kenapa bu..?" Sofia melepaskan pelukan ibu lagi. Ibu menghela nafas pelan dan mengajak Sofia untuk duduk di sofa ruang tamu.

" Maafkan ibu nak...bukannya ibu tidak ingin tahu keadaanmu tapi setiap kali ibu mengirimkan surat ayahmu selalu mengambilnya, pernah terkadang surat itu sampai ke Amerika karena ibu mengirimkannya diam-diam tapi bibimu yang selalu mengambil surat itu dan memperingatkan ibu agar tidak mengirim surat lagi, jika tidak dia takkan menanggung biaya mu di sana, ibu menyerah karena waktu itu kamu masih kecil, jika kamu terlantar disana akan sulit untuk dirimu putriku karena ibu berada jauh darimu. " Jelas ibu panjang lebar lalu meraih tangan Sofia lembut menggenggamnya. " Ibu sangat merindukan mu Sofia,sangat...tidak pernah seharipun ibu tidak mengingatmu. "

PPRRAAANNNGG!!! Suara pecahan kaca melengking kencang. Arin berdiri mematung, pecahan gelas kaca masih bertebaran di sekelilingnya.

" Apa maksud semua ini? " tanya Arin gemetar. " Apa Sofia benar kakakku? Bukankah ibu bilang di foto itu bukan kakakku?? Hanya teman bermainku waktu kecil? " tanya Arin lagi.

"Kenapa ibu tak pernah menceritakan kalau aku memiliki seorang kakak?"lanjut Arin semakin bingung.

Ibu pun menghela nafasnya perlahan, " Ayo duduk dulu, Rin. " ibu berdiri menghampiri Arin dan memapahnya untuk duduk di sofa lalu memegang tangan kedua anaknya.

" Jadi begini Arin, Sofia memang kakakmu, Sofia terpaksa harus pergi karena ayahmu sudah menjual nya pada bibi Valuta yang tidak bisa mempunyai anak tapi kaya raya dan tinggal  di Amerika. " Jelas ibu. " Dan bibi Valuta sangat terobsesi pada kakakmu, bahkan ibu tidak bisa menanyakan kabar kakakmu selama ini. "

" Lalu kenapa ibu tak menghentikannya? " tanya Arin lagi.

" Ibu sudah berusaha Arin tapi.." ibu memperlihatkan punggungnya, ada luka dalam yang berbekas.

Arin dan Sofia terkejut dengan semua ini, apalagi Arin ia tak menyangka ibu sangat pandai menyembunyikan bekas luka ini.

" Ini tak seberapa,mereka mengancam ibu,jika tak mau merelakan Sofia pada Valuta maka kedua anak ibu akan dipisahkan dari ibu dan ditelantarkan, karena itu ibu memilih merelakan Sofia lagipula Valuta kaya dan ia pun tak memiliki anak, jadi kecil kemungkinan ia menyakiti dan menelantarkan Sofia. " lanjut ibu meneteskan air mata. " Alasan ibu tak ingin memberitahumu Arin karena ibu tak ingin membuatmu sedih juga apalagi dari dulu kamu selalu menginginkan seorang kakak jika ibu mengatakan semua ini, maka kamu akan sedih," lanjut ibu lalu membuka lemari yang berada di samping televisi.

" Ini semua adalah surat yang tak sempat sampai kepadamu,Sofia." kata ibu menyerahkan banyak surat lusuh pada Sofia. Air mata Sofia menetes melihat semua surat ini.

" Maafkan aku ibu, aku salah sangka pada ibu selama ini. " Sofia memeluk ibunya.

" Arin juga minta maaf bu, tidak dapat memahami penderitaan ibu selama ini. " kata Arin juga memeluk ibu. Mereka pun menangis bersama malam itu.

" Kalian tidur lah, ini sudah tengah malam, apa kalian tak lelah menangis selama 3 jam. "kata ibu menghapus air mata nya. Sofia dan Arin hanya bisa tersenyum mendengar perkataan ibunya.

" Oh ya Sofia karena disini kamar hanya 2, kamu tidur dengan adikmu apalagi disana ada 2 kasur serta kalian pasti butuh berkomunikasi. " lanjut ibu lalu masuk ke kamarnya.

" Ibu..jangan lupa minum obatnya. " Arin sedikit berteriak sebelum ibu masuk ke kamarnya. " Iya. " jawab ibu tersenyum.

" Ibu sakit apa, Rin?" tanya Sofia.

" Ibu sakit Leukemia kak," jawab Arin sambil membuka pintu kamarnya.

" Lalu bagaimana biaya perawatan nya,apa ibu sudah di rawat?" tanya Sofia lalu duduk di kasur.

" Ibu sebenarnya sudah sembuh total kak tapi hanya perlu perawatan intensif saja agar gejala kanker tifak tumbuh lagi. "

" Lalu uangnya? Dan kenapa dari tadi aku tak melihat ayah?" tanya Sofia bingung.

" Bajingan itu menceraikan ibu saat kondisi fisik ibu sudah lemah bahkan biaya perawatan ibu dia tak mau memberikannya. " Arin menghempaskan tubuhnya ke kasur.

Sofia mengernyitkan keningnya, " Lalu dari mana kamu mendapat biayanya?Apakah uang itu dari tawaran Sam?" tanya Sofia memastikan.

Arin mengangguk, " Iya kamu memang benar kak, dan ibu tidak tahu hal ini. Ibu hanya tahu Sam meminjamkan uangnya padaku karena aku dulu pernah berpacaran dengan Sam. "

Sofia memeluk Arin, " Pasti hal ini sangat berat bagimu. Tapi seperti yang tadi aku katakan kamu masih perawan, Rin. " Arin hanya mengangguk.

Sofia melepaskan pelukannya dan menatap Arin lekat, " Oh ya, kamu bilang tadi minggu depan berkencan dengan Alex kan? " Arin mengangguk.

" Nah..mintalah pada Alex pergi berkencan ke taman hiburan dan ajaklah dia ke rumah hantu. " kata Sofia yakin.

" Kenapa? Dan apa harus ke rumah hantu? " tanya Arin bingung.

Sofia mengangguk cepat, " Kita akan memainkan wahana lain tapi rumah hantu adalah keharusan, jika kamu tanya kenapa ini rahasia dong, pokoknya hari itu akan jadi hari yang bahagia bagimu. " jawab Sofia. " Dan juga untuk Sam. " lanjut Sofia dalam hatinya sambil menatap Arin yang bersiap tidur meskipun ia bingung dengan arahan kakaknya.

Kiss To The MoneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang