26 ( REVISI )

26.2K 641 18
                                    

Di ruangan yang mendominan warna putih, seorang gadis masih terbaring lemah tanpa berniat untuk membuka matanya. " Hai...Arin ku sayang...kamu tahu nggak tadi kita baru aja jalanin ujian kenaikan kelas, wahhh...soal ujiannya sangat ajaib entah kenapa bisa bikin kenyang seketika. " kata Olsa menyapa Arin yang masih tertidur.

" Kamu curang Rin,  masa kita kesusahan ujian, sedangkan kamu malah molor disini, bangun dong, Rin. " Imbuh Chindy dengan nada yang dibuat sekesal mungkin.

" Kita udah 2 bulan loh terus datang kesini, tapi kamu tetap sama, masih tidur. Apa nggak kangen kita kumpul bareng, jalan-jalan bareng, ayo dong Rin, kamu harus bangun. " Olsa menggenggam tangan Arin erat sambil menggoyangkannya.

Krieet.. Pintu ruang inap terbuka, Sofia muncul dengan senyum kecil. " Nggak usah paksakan diri kalian buat terus tegar. " Sofia menghampiri Arin yang masih bersikeras ingin tidur selalu. " Aku yakin dia pasti baik-baik saja, dia pasti akan bangun karena dia adikku. " lanjut Sofia mengusap kepala Arin pelan.

" Oh ya..tante Poppy dimana kak? " tanya Chindy mengubah topik pembicaraan.

" Kakak menyuruh ibu untuk pulang sebentar agar bisa  istirahat, yah..sebenarnya kakak yang maksa sih, karena ibu sering tidak tidur padahal ia juga masih dalam proses pemulihan. " jawab Sofia.

Olsa tiba-tiba berdiri dan berteriak senang, " Yossshh..kita harus tetap semangat, demi Arin!!!" teriak Olsa mengangkat kedua tangannya.

" Ya...demi Arin!! " teriak Rangga yang baru datang bersama Dheo.

" Sayang...kamu memang best!! " teriak Olsa mengacungkan ibu jarinya setelah itu membentuk hati.

" Hei...kalian bisa diam tidak? Kita sedang berada di rumah sakit, aku yakin sebentar lagi pasti ada yang menegur. " Chindy menutup telinganya.

" Tidak ada yang bisa menghalangi kita untuk semangat, Ini semua kan demi teman kita!! " Sorak Rangga tersenyum dengan gaya sok cool.

" Demi Arin!!Demi Arin!!" teriak Olsa dan Rangga bersamaan. Chindy langsung menutup mulut Olsa agar diam tapi langsung ditepis. Rangga pun juga demikian tidak mau disuruh diam oleh Dheo.

" Aduh..kalian ini berisik sekali. " Decak Sofia.

Tok..Tok... Pintu kamar sedikit terbuka, " Permisi...bisa kalian semua diam, suara kalian sangat mengganggu pasien yang lain. " kata seorang perawat kesal.

" Hal kecil kok dipermasalahkan sih, mbak. " Kata Rangga melambai-lambaikan tangannya.

" Masalah kecil apa haahhh, teriakan kalian itu seperti musik rusak, sangat buruk. " kata seorang paman yang sedang berjalan-jalan di lorong bersama dengan ibunya.

" Ondeh mandeh..suaro kalian tu co kuciang takapik, mambuek sakik kapalo nenek ko aa. " (Ya ampun..suara kalian itu seperti kucing yang terjepit,membuat kepala nenek ini sakit) " kata seorang nenek asal Padang yang merupakan ibu dari paman yang sedang berjalan di lorong tadi.

" Aku tidak mengerti apapun yang nenek bicarakan, tapi yang pasti mungkin dia marah. " kata Rangga melongo.

Seorang bocah 6 tahun keluar dari ruangan yang disebelah, Rangga ingat ibu dari anak itu sakit keras, " Kakak semua kan udah besar,t api hanya ruangan kakak yang kayak kebun binatang. " Celetuknya dengan polos.

" Kita mah apa atuh,hanya dianggap binatang oleh anak-anak.. " kata Olsa menatap Rangga dengan pandangan...

Rangga mengangguk pelan, " Aku merana..merana.." Rangga bernyanyi dengan irama lagu Gegana yang juga dilengkapi sedikit goyangan dangdut.

" Spesies apa dia ini. " bathin perawat tadi menatap Rangga tidak percaya sambil geleng-geleng kepala. " Pokoknya rumah sakit ini harus tenang, bagi yang tidak ada kaitannya dengan pasien harap keluar dulu, apalagi kalian berdua. " perawat itu menunjuk Rangga dan Olsa.

Rangga, Olsa, Chindy dan Dheo terpaksa meninggalkan ruangan dengan perasaan malu sebenarnya hanya Chindy dan Dheo yang merasa malu.

" Tunggu..kenapa aku juga harus ikut keluar, aku nggak salah apa-apa. " pikir Dheo saat mereka sudah sampai di basement. " Ini gara-gara Rangga si buta dari goa hantu nih, aku jadi ikut dipermalukan, sekarang pembalasan. " pikir Dheo menatap Rangga yang asyik bercanda dengan Olsa.

Dheo pun langsung naik ke mobilnya dan menancap gas pergi. " Dheo....kenapa kamu tinggalin insan ini sendirian!!! " Teriak Rangga lebay.

" Lebay loe, Ngga. " kata Chindy menghidupkan motornya. " Aku nebeng ama kalian aja ya. " kata Rangga memelas.

" Nggak.. motor kita nantinya mau balik kesini buat ngantar barang Arin mana muat kamu ikut. Itu makanya hidup bermodal,byuk Cha, kita bantu ibu Arin aja masak. " kata Chindy.

Olsa mengelus wajah Rangga pelan, " Maaf ya Sayang tapi kalau demi Arin, aku lebih milih bantu ibu Arin, " Olsa melambaikan tangannya saat Chindy melajukan motornya.

Dan tinggallah Rangga sendiri, terpatung. " Hei...dasar kalian semua, aku ini bermodal asal kalian tau, ini hanya karena uang bulananku udah habis untuk beli bensin mobil...!!" Teriak Rangga marah-marah dan akhirnya terpaksa harus pulang jalan kaki. " Untung aja aku ini orangnya penyabar, jadi jalan kaki di siang terik ini, anggap saja karunia Tuhan. " bathin Rangga. Tapi baru berjalan sepuluh langkah Rangga sudah mengeluh, " Panasnya!! Lihat saja kalian..aku takkan menyapa kalian lagi!!" Teriak Rangga.

Sebuah mobil membunyikan klaksonnya tepat di samping Rangga, " Ayo naik." Dheo menurunkan kaca mobilnya dan melambatkan laju mobilnya.

" Tidak!! Mulai sekarang gue nggak kenal Ama kalian semua " Rangga memalingkan wajahnya.

" Beneran nggak mau naik?? " Dheo masih melihat Rangga yang terus berjalan sambil memalingkan wajah. " Yaudah aku pergi ya!! "  Dheo melajukan mobilnya tapi langsung dikejar oleh Rangga. " Woyyy!!! Tegaaa loee!! " Dheo tersenyum lalu memberhentikan mobilnya sampai akhirnya Rangga masuk ke mobil.

Sedangkan di ruang Inap Arin. " Rin..kakak mau ke toilet dulu ya udah sesak nih. " kata Sofia lalu berlari keluar karena toilet didalam kamar inap airnya mati.

Tak berapa lama Sofia meninggalkan ruangan Arin, seorang pria masuk. Dia duduk di dekat Arin dan menggenggam tangannya lembut. " Maafkan aku, tidak bisa melindungi mu..." kata Sam lalu mencium lembut kening Arin.

" Aku Sam Benedict mulai saat ini berjanji takkan pernah membuatmu terluka lagi, aku janji, meskipun harus menjauh darimu agar kamu tidak terluka atau mengingat hal buruk itu lagi akan kupenuhi agar kamu tidak pernah lagi mendapat masalah karena terkait dengan ku. " Sam menatap Arin sedih namun penuh kerinduan. " Dan cepatlah buka matamu, semua orang merindukanmu, kamu tidak boleh membiarkan rencana Alex berhasil. Seharusnya aku tahu, Alex pasti akan menyakitimu. " lanjut Sam menunduk mengingat perkataan ibu bahwa Alex bahkan memberikan racun pada Arin setiap hari dalam kadar yang semakin meningkat. Sam melihat jam, sudah hampir 15 menit dia disini. Jika tidak segera pergi mungkin Sam akan bertemu dengan Sofia. Sam melepaskan tautan tangannya lalu pergi. Berbeda dengan Arin yang dalam dua bulan ini masih belum sadar dan harus tetap di rumah sakit, Sam sendiri sudah diperbolehkan pulang dari sebulan yang lalu.

Setelah Sam pergi, jari telunjuk Arin bergerak walau lemah, tapi sayangnya tidak ada satu pun yang melihat penggerakan jari itu.

Kiss To The MoneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang