35 ( REVISI )

21.4K 571 1
                                    

Chindy terkekeh saat mereka semua sudah mematikan kamera yang dipasang oleh Sam, " Meskipun ini sedikit keterlaluan untuk Sam, tapi untuk melihat Arin kita yang cantik seharusnya dia akan lebih berusaha. "

Arin mengangkat alisnya bingung, " Siapa Sam? " Sofia tersenyum lembut, " Euhmm..bagaimana kita menjelaskannya pada Arin ya?? Intinya dia orang yang kamu sukai, kamu bahkan tertidur selama ini karena belum bertemu dengan Sam. "

Arin melebarkan matanya, " Apa itu artinya cintaku bertepuk sebelah tangan? " Mereka semua menggeleng serentak, " Tidak.. kalian saling menyukai hanya sedikit lugu. " Ibu tersenyum melihat pemandangan didepannya. Meskipun Arin melupakan beberapa kenangan, setidaknya ia tidak melupakan banyak hal, seperti cara bicara dan lainnya.

Keesokan harinya, Dokter menyarankan Arin untuk menjalani rehabilitasi. Meskipun Arin sama sekali tidak merasakan sakit saat berjalan tetap saja ia berkali-kali terjatuh lemas karena kakinya masih tidak kuat menopang tubuhnya.

" Sepertinya saya terlalu berasumsi banyak pada Arin, mungkin saja ia akan segera mengingat semuanya. " Kata Dokter pada ibu di ruangannya setelah proses rehabilitasi Arin selesai hari ini. Sofia sudah menemani Arin kembali ke kamarnya.

" Tapi saya berharap sebaiknya Arin melupakan semua hal, karena kejadian itu mungkin memberikan kenangan buruk kepadanya apalagi pria psikopat itu. "

Dokter Adit mengangguk, " Benar itu adalah kenangan yang buruk bagi kita namun itu belum tentu seutuhnya hal yang buruk bagi Arin, Nyonya. Jadi, kita berdoa saja apapun yang terbaik bagi Arin. Untuk penyakit Arin saya sudah meresepkan obat, Anda bisa mengambilnya di bagian farmasi. " Dokter Adit memberikan sebuah catatan.

Sambil berjalan kearah instalasi farmasi, Ibu melihat layar TV yang terpajang di depan ruang tunggu menayangkan berita tentang penangkapan buronan Alexandra Chandra yang ingin melarikan ke Filipina. Beberapa orang yang diduga membantu aksi pelarian dan penyembunyian bukti pembunuhannya selama ini juga sudah tertangkap. Salah satunya Aaron, seorang Brigjen Pol namun juga merangkap sebagai ketua mafia, entah bagaimana caranya dia bersembunyi selama ini, yang pasti semua bukti tentang Alex dilenyapkan olehnya. Nama sebutannya di dalam Mafia ada Hurt. Kebanyakan kegiatan Mafianya dijalankan di Colombia. Penangkapan lima orang yang ikut serta dalam Alex ini pun diduga sangat mudah karena bantuan dari pihak tertentu.

" Mungkin saja mereka akhirnya dikhianati oleh kelompok atau kenalan mereka atau tidak bagaimana mungkin tertangkapnya mereka baru saat ini. " Decak seorang wanita usia 50-an yang sedang menunggu resep obatnya.

" Benar, karena mereka tidak akan menghasilkan keuntungan lagi makanya dibuang. " Jawab wanita disebelahnya.

Ibu terduduk lemas, beberapa orang menghampirinya menanyakan keadaaan, ibu menggeleng pelan. Ia sangat bersyukur akhirnya semua ini berakhir. Selama ini ibu tidak tenang, meskipun Alex ditahan tapi hatinya tetap gelisah. Apalagi ketika mendengar penjelasan Sam, bahwa pria itu mempunyai banyak cara untuk melancarkan aksinya, terbukti sudah hampir 10 bulan Arin koma, baru hari ini akhirnya hukumannya akan dijalankan karena sudah diserahkan pada kepolisian Amerika karena Alex adalah warga negara Amerika.

" Syukurlah!! " Sorak Rangga memeluk teman-temannya sambil berputar-putar. Mereka baru saja melihat berita tentang penyerahan Alex pada pihak kepolisian Amerika dan akan segera menjalani hukuman di Amerika. Mahesa mengusap bahu Sofia yang terpaku melihat berita yang ditayangkan di televisi kamar inap. Sofia memeluk Mahesa erat, " Akhirnya keluargaku terbebas darinya. Akhirnya. " Mahesa membalas pelukan Sofia dengan hangat.

Arin termenung menatap kakaknya yang begitu erat berpelukan dengan Mahesa. Begitu juga yang lainnya namun berbeda dengan Dheo yang langsung membuang muka dan keluar dari kamar. Chindy berjalan mengikuti Dheo keluar. Olsa mendekati Arin yang tampak bingung dengan semuanya, " Jangan bingung ya, Rin. Aku jelaskan sedikit. " Olsa berbisik di telinga Arin takut menganggu Sofia dan Mahesa yang masih berpelukan, " Dheo menyukai kakakmu, tapi kakakmu menyukai Bang Mahesa begitu pula dengan Bang Mahesa yang juga menyukai kakakmu, lalu ada Chindy yang menyukai Dheo dan ditolak ketika menyatakan perasaanya saat kelulusan kemarin. "

Arin menutup mulutnya yang terbuka, " Benarkah??!! Waahh!! Ternyata aku ketinggalan berita. Padahal dulu Chindy selalu terlihat tidak minat pada percintaan, waah!!! " Arin memekik tidak percaya. Sofia melepaskan pelukannya pada Mahesa dengan canggung lalu menatap Arin dengan tatapan menyelidik begitu pula dengan Olsa. " Kamu sudah ingat semuanya, bukan? " Tanya Sofia pasti.

" Ingat apa kak? " Arin memasang wajah lugu. Olsa mendengus pelan, " Dulu?? Kamu sudah mengingat semuanya bukan? Jangan berbohong lagi!! "

" Akhh!! " Arin memegang kepalanya dengan raut kesakitan, " Ada apa, Rin? " Tanya Chindy yang datang dengan membawa sekantong coklat. " Apa kamu kesakitan lagi? " Tanya Olsa khawatir, " Maaf aku tidak akan menanyakan apapun lagi. "

Sofia menggeleng pelan, " Dengan akting ini, aku yakin kamu akan berjalan di Grammy Award. Ckckck.. " Decak Sofia.

" Hehehe.. maaf teman-teman.. aku tidak kesakitan kok.. " Arin tersenyum lebar.

" Waah!! Dasar perempuan gila!! Kau hampir membuat jantungku berhenti berdetak. " Gerutu Olsa lalu menatap Chindy yang sepertinya juga menyadari keanehan, Olsa mengangguk. " Benarkah, kamu mengingatnya? Secepat ini? " Tanya Chindy tidak percaya.

Arin mengangguk senang, " Aku mengingat semuanya pagi ini. Selama aku tertidur, aku memimpikan semuanya. "

" Selamat, Rin.. " Rangga mengacungkan jempolnya dengan senang. " Padahal kami selalu ketakutan kamu akan melupakan semuanya selama sepuluh bulan ini. "

" Tapi, aku minta jangan pernah beritahu Sam bahwa aku ingat semuanya, cukup kita semua saja yang tahu, tidak akan menyenangkan jika dia tahu aku masih mengingatnya bukan? " Pinta Arin.

Semuanya mengangguk setuju, " Baiklah, kami berjanji, nanti aku juga akan memberitahukan semuanya pada Dheo. " Ujar Rangga tapi matanya bergerak mengelilingi kamar, " Dheo tadi belum kembali? " Tanya Rangga pada Chindy.

" Dia pulang. " Jawab Chindy acuh lalu memakan coklatnya dengan santai. Arin dan Olsa bertatapan mereka tahu pasti alasan Chindy jika sudah memakan coklat dalam porsi banyak. Tidak lain untuk merendam rasa sedihnya.

" Baik, Rin, karena kamu sekarang sudah bangun, sebaiknya kamu memikirkan bagaimana rehabilitasimu dan juga caramu lulus. " Olsa menyeringai lebar. " Kamu tidak lupa semua pelajaran bukan? "

Arin menggigit bibir bawahnya ragu, " Mana mungkin aku lupa, ayo berikan soal-soal itu padaku." Dengan gaya angkuh Arin meminta diberikan soal ujian.

" Baiklah, aku coba cari dulu. Aku ras waktu itu aku pernah memfoto soal ujian tahun lalu. " Olsa memeriksa galerinya bersamaan dengan Chindy. " Yang ini saja, Cha. Ini lumayan gampang. "

Arin menggelengkan kepalanya, " Jangan yang mudah, ayo berikan yang tersulit. Kalian tidak lupa bukan, aku juara 1 olimpiade Sains. " Arin cengengesan.

Chindy menghela nafas frustasi, " Baiklah, coba kerjakan ini. " Chindy menyodorkan foto soal pada Arin.

" Oke, kita coba segarkan diri kita dulu. " Arin menghembuskan nafas pelan dan membaca pertanyaan dengan serius.

" Bagaimana? " Tanya Olsa dan Chindy karena mereka sudah menunggu Arin selama lima menit.

" Sepertinya, aku harus mulai belajar lagi. " Keluh Arin memasang wajah pasrah.

" Tidak apa-apa, kita belajar sama-sama. " Chindy dan Olsa menepuk bahu Arin.

" Kalian juga tidak lulus? " Olsa dan Chindy menggeleng, " Kami lulus tapi kami perlu otak encermu untuk membantu kami belajar juga. "

Arin menghela nafas panjang, " Sepertinya cobaan ku masih panjang. "

Kiss To The MoneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang