50 ( REVISI )

19.8K 516 10
                                    

Sesi pemotretan Arin sendiri telah selesai. Saat ini mereka akan memulai pemotretan untuk Arin dan Sam berdua. Besok perekamanan iklan produk tersebut.

Sesi pemotretan pertama, Sam dan Arin duduk berdampingan di sebuah kursi taman dengan Sam yang merangkul dan Arin menyandarkan kepalanya pada bahu Sam.

Sesi pemotretan kedua, Sam tidur di sebuah sofa dan  tersenyum menatap Arin yang berada diatas tubuh Sam sambil memainkan rambut Sam.

Untuk sesi pemotretan ketiga, akan dilakukan besok di pantai. Mereka juga sudah melakukan sedikit rekaman untuk iklan. Rekaman iklan akan dilakukan di tiga tempat berbeda, dirumah yaitu di studio yang ditata mirip dengan ruangan dapur, kamar rumah. Tempat kedua jalan hangang dan yang terakhir pantai di Sokcho.

" Oke...CUT!!! Bagus...kita akan lanjutkan besok, terimakasih. " Sutradara membungkuk pada Sam yang mengangguk dan tersenyum.

" Terimakasih sudah bekerja keras. " Sam menepuk bahu sang sutradara dan fotografer sebelum pergi dari lokasi pemotretan.

" Haahh..ini sangat melelahkan. " keluh Arin duduk bersandar di sofa ruang rias dengan kipas angin kecil di tangannya.

Sohee tersenyum, " Lelah karena sulit mengatur detak jantung eonni? " Kekeh Sohee.

Arin menggeleng cepat, " Jantungku berdetak dengan normal kok. Kamu hari ini, banyak sekali beromong kosong ya. " Arin mendekat pada Sohee dan menggelitiknya.

" Hahahaha..hentikan eonni..haaaha.." Sohee terus menggeliat.  " Baiklah, aku minta maaf..hahahah... " Akhirnya Arin berhenti dan kembali ke rutinitasnya mengipasi wajahnya yang kepanasan dengan kipas angin tangan tadi.

" Gadis tadi, adiknya Sam Sajangnim ya eonni? " Tanya Sohee tiba-tiba.

" Aaah, Emily. Kamu melihatnya tadi? Iya itu adiknya Sam. Kenapa? " Arin bertanya kembali karena raut wajah Sohee yang mengernyit.

" Aku seperti pernah melihatnya entah dimana tapi aku lupa. " Sohee mengurut dagunya. " Dan aku sangat yakin pernah melihatnya tapi rasanya juga tidak mungkin karena sajangnim saja aku baru melihatnya saat disini. Adiknya itu juga baru kali ini kesini. " Sohee memejamkan matanya berusaha mengingat.

Arin mengangkat alisnya, " Mungkin kau pernah melihat fotonya dengan Sam atau hanya yang mirip dengan Emily. "

Sohee menggeleng, " Tidak, kurasa aku pernah melihatnya di tempat yang lebih dekat dariku tapi dimana? "

" Apa mungkin dia teman sekolahmu? " Tebak Arin.

" Ehey.. tidak mungkin, aku saja lebih tua dua tahun darinya jika saat ini dia semester 4 seperti kata eonni. " Sohee menggeleng cepat.

" Tapi bisa saja, bukan? " Arin enggan memberitahukan pada Sohee bahwa Emily pernah berhenti bersekolah beberapa tahun karena masalah Alex yang merusak masa depannya.

Sohee mengangguk, " Benar, bisa saja seperti itu. Apalagi keluarga sajangnim menetap di Amerika. Mungkin dia memang kulihat dari foto. Mungkin aku salah. " Sohee sudah selesai merapikan semua barang-barang Arin. " Bagaimana jika kita pulang sekarang, eonni? " Arin mengangguk cepat, ia sudah memikirkan empuknya kasur untuk ia tidur.

" Arin...!! " panggil Sam berlari kearah Arin yang sudah berada di lantai satu perusahaan Sam.

" Sepertinya setelah selesai perekaman iklan besok kita harus segera ke Indonesia. " Kata Sam dengan raut cemas.

" Kenapa? " Tanya Arin bingung bersamaan dengan ponselnya yang bergetar. Ada telepon dari Chindy. Sebelumnya juga ada 6 panggilan tidak terjawab dari Chindy.

" Halo, Ndy. "

Hanya suara tangisan Chindy yang terdengar, " Kenapa, Ndy? "

" Olsa ingin bunuh diri, Cha. Keadaan disini kacau banget. Ayah Olsa mendadak struk pagi ini ketika mendengar kabar Olsa sudah bercerai. Rangga yang nggak bisa dihubungi. Aku tahu ini akan menambah pikiranmu, Rin. Tapi, hanya ke kamu aku bisa curhat. Aku nggak tahu kemana lagi mau cerita. "

Arin berjalan mondar-mandir dengan panik tapi ia tidak mungkin ikutan panik ketika Chindy yang berada jauh darinya saat ini.

" Ndy, sekarang Olsa dimana? "

" Olsa ada di rumah sakit yang sama dengan ayahnya. Dia berusaha memotong nadi untung saja saat itu langsung dihentikan oleh ibu Olsa jadi sayatannya tidak lama. Hanya saja aku takut ini semakin buruk. Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan, Rin. "

Arin terdiam, ia mengerti bagaimana kacaunya pikiran Chindy hari ini. Dheo akan menikah Minggu depan lalu kejadian buruk ini mendatanginya apalagi keluarga Chindy sudah banyak tidak berada di kota yang sama dengan Chindy.

" Ndy, aku akan tiba nanti malam atau besok, jadi tunggu aku ya. "

Arin mematikan ponsel lalu menatap Sam penuh harap. " Sam bisakah pemotretannya kita tunda dua hari? Aku janji akan membantu promosi barang nanti. Tapi, aku harus menemui Olsa dan Chindy sekarang. Selama ini mereka tidak pernah meminta bantuanku jadi aku harus membantu mereka sekarang. "

Sam langsung menelpon seseorang, " Yuseok, tolong belikan dua tiket di jam penerbangan tercepat dari sekarang ke Indonesia. Lalu, tolong tunda pemotretan dan perekaman iklan. Kita akan memulainya dua hari lagi. " Tanpa menunggu jawaban dari Yuseok, Sam sudah menutup teleponnya.

" Ayo, sebaiknya kita segera ke bandara sekarang. " Sam membukakan pintu mobilnya. Arin langsung masuk tanpa banyak berpikir. Tapi Arin teringat Sohee yang mengikuti langkahnya daritadi. " Tidak apa-apa eonni, aku akan mengatur semua jadwal eonni dengan baik. " Arin mengangguk tersenyum. " Gomawo Sohee-yaa.. "

Selama perjalanan pun ia sudah mengirimkan pesan pada Sofia dan ibunya agar tidak perlu menunggunya pulang hari ini dan alasan ia harus segera ke Indonesia sekarang juga.

" Apa Yuseok sudah membeli tiketnya, Sam? " Tanya Arin dengan raut cemas.

Sam mengangguk, " Kamu tidak perlu khawatir, kita akan segera sampai disana. " Sam mengusap kepala Arin pelan.

Sesampainya di bandara jam sudah menunjukkan pukul 6 sore. Penerbangan mereka masih satu jam lagi. Arin hanya duduk lemas. Sam menatap Arin tidak tega. " Ayo kita makan dulu. " Sam menarik pelan tangan Arin yang bahkan tidak sadar sudah diseret oleh Sam. Hingga aroma wangi dari roti menyadarkan Arin.

" Sejak kapan kita sampai disini? " Tanya Arin yang bahkan tidak sadar melepas maskernya. Arin buru-buru memasang maskernya.

" Tidak perlu dipasang, lagipula sudah banyak orang yang memotret kita daritadi. Nanti kita keluarkan saja pernyataan ingin ke Indonesia karena hal mendadak. " Ujar Sam menyodorkan sepiring croissant pada Arin. " Sebaiknya kamu makan dulu. "

Arin menggeleng, " Aku tidak nafsu makan, Sam. Bagaimana bisa aku makan disaat temanku malah memilih untuk mati. " Air mata Arin sudah tergenang bersiap untuk mengalir.

Sam menyuapkan satu kupasan croissant ke mulut Arin, " Jika kamu ingin menjadi kekuatan bagi teman-temanmu seharusnya kamu dulu yang kuat, bukan? "

Arin mengerjapkan matanya berkali-kali dan akhirnya mengangguk, " Benar, seharusnya aku tidak ikut terbawa suasana seperti ini. " Arin memakan rotinya perlahan hingga menghabiskan semuanya. Sam tersenyum kecil dan memakan burgernya sambil melihat Arin yang bersemangat menghabiskan susu dan teh didepannya.


Kiss To The MoneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang