39 ( REVISI )

21.7K 636 12
                                    

" Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, pasien Arin hanya tergores tapi hanya saja ada kondisi serius lainnya. " Dokter menghela nafas pelan, Arin berusaha memberi kode agar sang dokter tidak perlu menyebutkan penyakitnya. Tapi, dokter itu sepertinya salah paham dan malah tersenyum. " Sebelumnya Anda siapa? Saya tidak bisa menyebutkan permasalahan pasien kepada orang selain keluarganya tapi ada kelonggaran untuk sang pacar. " Arin melongo tidak percaya.  " Tapi, dia bukan pacarku. "

" Saya adalah pimpinannya. " Sam memberikan kartu namanya, " Demi kesehatan bawahan saya tentu saja saya perlu hasil riset bukan? Maka saya punya hak untuk mengetahui penyakitnya. "

" Baiklah. " Dokter menunjukkan hasil pemeriksaan Arin, " Tadi saya kembali meninjau kondisi Arin yang katanya tidak merasakan sakit apapun dan sekarang saya yakin bahwa Arin mengidap penyakit CIPA. "

" CIPA? " Sam langsung melihat Arin yang menyilangkan kedua tangannya acuh. " Tidak usah menatapku dengan tatapan membunuh begitu, lagipula kita tidak terlalu kenal jadi sakit apapun aku tidak ada kaitannya dengan, Tuan CEO bukan? " Kata Arin dengansenyuman yang dibuat-buat lalu melenggang keluar dari ruangan dokter setelah memakai atribut lengkapnya agar tidak dikenal orang-orang. Sam menunduk kepada dokter sebelum mengejar Arin.

" Sejak kapan kamu mengidap penyakit ini? " Tanya Sam panik dan menyamankan langkahnya dengan Arin.

" Sepertinya kita tidak cukup dekat untuk membahas masalah pribadi ini meskipun perusahaan tempatku bekerja bekerja sama dengan perusahaanmu bukan berarti kamu harus tahu semua tentang diri bukan, sajangnim? " Arin mengulum senyum lalu wajahnya kembali berubah datar dalam sekejap mata. Arin berlari cepat saat melihat telpon kabel di meja administrasi. " Apa saya boleh meminjam telponnya sebentar? " Tanya Arin pelan, petugas yang berada didepannya. Peyugas itu mengangguk ramah. Arin dengan cepat meraih ganggang telpon tapi ia kembali terpaku, Arin bahkan tidak lagi ingat nomor Sohee ataupun Jisung. Semenjak kecelakaan 6 tahun yang lalu, Arin kesulitan untuk mengingat sesuatu. Banyak hal yang terkadang mudah dilupakannya.

" Aku punya nomor manajermu. " Sam mengeluarkan ponselnya. Arin memutar matanya lalu berjalan menjauh dari Sam, " Tunggu, kamu mau kemana? Aku akan menelfon manajermu. " Sam meraih tangan Arin.

" Tidak perlu, Tuan CEO yang terhormat. Saya rasa urusan kita sudah selesai jadi sebaiknya Anda tidak perlu memedulikan saya lagi. " Arin menundukkan kepalanya pamit, sebenarnya ia ingin meminta bantuan Sam tapi jika begitu maka Sam akan lebih banyak menanyakan kondisinya. Arin tidak ingin Sam semakin merasa bersalah atas kecelakaan yang dulu. Tapi Sam tetap mengikuti langkah Arin..

" Kenapa Anda masih mengikuti saya? " Gerutu Arin mempercepat langkahnya. " Setidaknya biar aku antar kamu pulang. " Sam melambaikan tangan pada sopir pribadinya.

" Tidak perlu. " Arin menolak dengan datar tapi Sam tidak mau ambil pusing, dia langsung menggendong Arin kembali lalu mendudukkannya di kursi belakang sopir dan Sam disampingnya. Arin memutar matanya malas, " Saya tidak mengerti kenapa Anda daritadi terus bersikap sok akrab dengan saya. "

Sam memberikan alamat pada supirnya yang langsung mengerti dengan arahan Sam. " Karena kita memang saling kenal dalam waktu yang lama. " Ujar Sam pelan.

Arin mengernyitkan keningnya, " Yang saya ingat, kita hanya pernah bertemu tiga kali dan ini kali ketiga, apakah Anda menghayal? "

" Anggap saja begitu. " Deham Sam salah tingkah. Hampir saja dia memaksakan seorang pasien amnesia dengan mengingat kenangan yang hanya dirinya sendiri ingat akan hal itu.

" Waah, ternyata disini ada bir, sake.. astaga bahkan ada anggur dan wiski?? " Pekik Arin senang membuka satu botol wiski dan langsung meminumnya ketika perhatian Sam teralih darinya.

Kiss To The MoneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang