9. Arabelle Boutique

10.6K 344 2
                                    


"jadi gimana sih ceritanya?" sejak tadi Lalisa suah bertanya tanya tanpa henti. Sekarang, mereka berdua sedang berjalan memasuki Arabelle Boutique pertama yang ada di dunia. Bisa dibilang butik yang ini adalah workshop pertama yang paling Chrysta banggakan.

"bentar deh, lo masuk dulu ke kantor gue entar gue susul, janji deh," setelah mengucapkan kalimat itu, Chrysta langsung melesat entah kemana, meninggalkan Lalisa yang cemberut, mau tidak maupun ia harus menuruti ucapan Chrysta.

Sementara Chrysta, ia langsung menemui Sebastian, Private Assistant-nya sekaligus co-designer Arabelle Boutique. Ia bertemu dengan Sebastian di Amerika Serikat, di negara bagian Miami lebih tepatnya. Sebastian sedang surfing ketika ia tiba tiba merasakan keram di betis bagian kirinya dan langsung terjatuh terhempas ombak. Chrysta yang kebetulan di pantai pun tanpa pikir panjang langsung membantu Sebastian, ia dengan susah payah menyeret laki laki itu ke pesisir pantai. Lantaran, tubuh laki laki itu berukuran 2 kali lipat lebih besar dari Chrysta. Entah takdir yang mengatur atau bagaimana, mereka berdua bertemu lagi, tapi kali ini sebagai partner kerja, tetapi tidak secara langsung. Sebastian pernah bekerja sebagai Private Assistant-nya Pablo Enzhers, perancang busana senior dan juga mentor-nya di Amerika Serikat dulu. Pada akhirnya karena ia menyukai karakter Chrysta dan ia merasakan bahwa ia butuh variasi dalam kariernya, Sebastian pun memutuskan untuk meninggalkan perkejaannya di Amerika Serikat dan ikut dengan Chrysta ke Indonesia.

"honey, where have you been? Aku sudah menunggu kamu sejak tadi," eits, jangan salah paham dulu, mereka berdua tidak ada hubungan romansa atau sebagainya, Sebastian adalah seorang homoseksual dan ia memutuskan untuk bekerja sama dengan Chrysta karena Chrysta tidak pernah sekali pun mendiskriminasinya. Ia suka dengan Chrysta karena wanita itu memiliki pemikiran yang terbuka, ia menganggap semua manusia sama, manusia tetaplah manusia, toh yang homoseksual juga tidak bisa memilih jenis kelamin apa yang akan mereka punya saat lahir, apa salahnya dengan menerima jati diri sendiri?

"maaf, aku agak sibuk kemarin, so what's new?" tanya Chrysta dengan santai seraya menduduki bangku yang ada. Ia menyeruput greentea latte-nya. Sebastian mengecek notes di tablet-nya.

"oh, untuk acara pelelangan fashion amal tahun ini, ini list model-modelnya, dan fitting-nya sekitar 4 hari lagi, hanya butuh konfirmasi kamu, so what do you think, honey?" tanya Sebastian sambil mengajukan folder hitam berukuran sedang ke Chrysta.

"cepatkan fitting-nya menjadi 3 hari kedepan, oh ya, untuk model finale-nya sudah ketemu?" tanya Chrysta sembari membolak-balikkan halaman pada folder tersebut.

"that's the problem, aku tidak merasakan 'the-wow-factor' dari semua model yang casting untuk acara ini, hanya ada satu orang yang menarik perhatianku, her name's Zillia Tierro, she is a newbie model, but I think I saw something in her," ucap Sebastian yang ditanggapi dengan anggukan dari Chrysta.

"baiklah, kamu hubungi semua model-model dan pastikan semua akan datang 3 hari pada jam 1 siang, and tell them I despise late people, jadi pastikan mereka harus tepat waktu, alright?" Chrysta menutup folder hitam ditangannya dan menatap Sebastian dengan ekspektasi. Chrysta bukanlah orang yang dengan mudah percaya dengan orang lain, apalagi tentang butik kesayangannya itu, tapi Sebastian, sudah berkali-kali Sebastian membuktikan bahwa dirinya layak untuk dipercayai untuk segala urusan, penting maupun kurang penting.

"ALRIGHT! Oh my God, I'm so pumped with energy now!" Sebastian menjerit kegirangan. Melihat tingkah P.A-nya, Chrysta hanya terkekeh pelan. Ia menggelengkan kepalanya sebelum melangkah ke arah sanctuary-nya, atau lebih akrab disapa kantor-nya.

Disana, ia disapa dengan sebuah pemandangan yang menakjubkan. Lisa sedang diatas lantai dan terbalut berbagai macam kain.

"WOY BANTUIN GUE! CHRYSTABELLE LAURENZEL FERDORAN! CEPETAN BANTUIN GUE!" pekik Lalisa ketika ia tahu bahwa Chrysta ada diambang pintu.

Chrysta yang mendengar permohonan, ups, lebih tepatnya perintah dari sahabatnya itu, langsung merogoh ponselnya dari kantong celananya. Ia membuka aplikasi camera dan mengambil beberapa potret yang cukup bagus dari pemandangan indah di hadapannya. Ia sangat sadar bahwa aksi-nya ini menunjukan betapa baik-nya dia.

Setelah puas berfoto ria, ia membantu Lalisa dengan dengan lembut menarik kain kain yang membalut tubuh Lalisa satu persatu.

Bukan, ia bukan lemah lembut karena takut Lalisa tersakiti, ia hanya takut kain kain tersayang-nya tersakiti. Bekerja sebagai seorang designer, semua kain terasa sangat penting baginya. Apalagi kain kain ini merupakan bahan dasar untuk pakaian yang akar diperagakan di acara besarnya nanti.

Akhirnya, lembar kain terakhir pun lepas dari tubuh Lalisa. Lalisa menghela nafas dengan rasa syukur. Ia merasa seperti ulat bulu yang baru akan lepas dan menjadi kupu kupu. Ia berdiri, hendak berterima kasih kepada sahabatnya yang sudah melepaskannya. Tapi ia mengurungkan niatnya ketika ia melihat sahabatnya yang sedang sibuk memungut kain kain yang bertebaran di lantai itu. Alisnya mengerut dan bibirnya memonyong.

Yup, hadirin sekalian, Lisa secara resmi ngambek.

"heh! Lo gamau ngecek keadaan gue gitu? Kalo gue luka atau cedera gimana?" ucap Lisa dramatis dengan gerakan tubuh yang senada. Lawan bicaranya pun hanya melirik dari ekor matanya. Chrysta memutar bola matanya sebelum melanjutkan kegiatan Save My Fabric-nya.

"tenang aja, kalo lo kenapa napa, klinik hewan kan cuma beberapa meter dari sini kok," balas Chrysta cuek, tidak sekalipun ia menatap Lisa, ia hanya sibuk dengan kain-kainnya.

Mulut Lisa hampir menyentuh lantai, ia tidak terima dengan perkataan sahabatnya itu. Ia mengeluarkan suara 'hmph' sebelum menghentakan kakinya. Ia membuka mulutnya untuk membalas ucapan pedas Chrysta sebelum ia teringat dengan janji sahabatnya sebelum ini.

"LO BELUM CERITA KE GUE TENTANG LO MAU KAWIN!" pekikan Lisa mampu membuat kedua tangan Chrysta berhenti bergerak. Chrystabelle memutar bola matanya kesal. Sebagian dirinya berharap bahwa Lisa akan melupakan ucapannya tadi. Tapi ia tahu bahwa cepat atau lambat Lisa pasti akan tahu.

Maka mau tidak mau ia pun harus bercerita.

Me, The Barista & The BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang