48. Game on, Bitch

5.4K 190 2
                                    

Chrysta berdiri tepat dibelakang panggung. Ia berusaha mengatur detak jantungnya sembari menunggu aba-aba dari staff yang bertanggung jawab dibagian perfomance.

Disampingnya, ada tiga orang yang tidak kalah gugupnya dengan Chrysta. Apalagi Christopher yang bukan hanya merasakan kegugupannya sendiri, melainkan juga merasakan kegugupan kembarannya.

"gimana keadaan Zillia, Seb?" tanya Chrysta.

Dalam sela-sela kegugupan Chrysta, ia masih sempat teringat dengan keadaan Zillia.

"sudah sampai di rumah sakit, and the doctor said, there is nothing serious, tubuhnya hanya mengalami dehidrasi karena diet cairan yang berlebihan, sekarang dia sudah diberi infus sama dokternya,"

Mendengar ucapan Sebastian, senyum kecil penuh rasa lega pun terulas pada wajah Chrysta. Namun, senyum tersebut tidak bertahan lama, karena mendengar aba-aba untuk bersiap-siap dari staff.

Chrysta berbalik menghadap Chris, Lisa dan Sebastian dengan kerutan pada dahinya. Kedua tangannya dikepal, sehingga kelembapan kedua telapaknya terasa sangat jelas.

"lo harus jalan yang bener, awas lo kalo malu-maluin, gue buang lo ke Ujung Kulon, biar main kejar lari sama badak disana!" seru Chris dengan wajah serius yang berbanding terbalik dengan binar iseng dalam matanya.

"nanti lo malah kangen sama gue,"

"kalo lo berhasil, gue pinjemin Denandi sehari deh, lumayan kan bisa gandeng berondong SMA, serasa bahagia gimana gituuuu," timpal Lisa dengan senyum dua-jari nya.

"awas lo ya, kalo ga jadi,"

"good luck, honey!" seru Sebastian.

"terima kasih, seb, but don't wish me luck, 'cuz Chrysta don't need luck to succeed,"

**************************************************************

Chrysta berdiri dibalik layar kain sutra berwana hitam, dibalik kain itu, terdapat sebuah acara yang sedang berlangsung dengan meriah dan lancar.

Chrysta berdiri disana sesuai aba-aba dari staff sembari menunggu aba-aba yang lebih lanjut.

Walaupun ucapannya kepada Sebastian tadi berbalut kepercayaan diri, tapi Chrysta masih tidak bisa menyingkirkan rasa gugup dan sekarang ia mulai merasa frustasi.

Ia menarik nafas untuk kesekian kalinya dan kali ini, Ia juga memejamkan matanya sembari mencari motivasi dari memory-memory dalam masa lalunya.

Dalam bayangannya, otaknya itu bagaikan kastil dengan banyak ruangan. Begitu banyak hingga jumlah nya sulit dihitung, setiap ruangan mengandung kenangan yang berbeda. Manis, pahit dan berbagai kenangan lainnya terpisah-pisah kedalam ruangan-ruangan yang berbeda. Dan Chrysta, harus memasuki ruangan itu satu per satu untuk mencari motivasi.

Chrysta membayangkan dirinya berdiri dilorong panjang dengan pintu-pintu yang berderet dibagian kanannya. Pintu-pintu tersebut tertutup rapat tanpa celah sedikit pun.

Chrysta pun berjalan menuju pintu ruang pertama.

Chrysta membuka pintu ruang pertama itu dan sebelum sempat memasuki ruangan itu, ia sudah menutup pintu itu dengan tanpa niat untuk membuka pintu itu lagi. Karena bagi Chrysta, cuplikan kenangan yang ada dibalik pintu itu menampilkan Chrysta sewaktu remaja dan kala itu, ia sedang ditembak oleh seniornya. Sudah jelas bukan? Bahwa kata 'tembak' disini berarti menyatakan perasaan?

Pada saat itu, Chrysta tidak terkejut sama sekali, karena pernyataan perasaan dari lawan jenis sudah menyerupai makanan sehari-harinya. Laki-laki yang menembaknya itu bisa dibilang tampan, ia juga tajir dan populer. Paket komplit dambaan semua remaja perempuan pada umumnya. Namun, Chrysta hanya menerima perasaan laki-laki itu karena rasa penasaran kepada sesuatu yang disebut 'pacaran'. Begitu banyak teman sekelasnya yang menceritakan keajaiban dari menjalin hubungan, itulah yang menyebabkan rasa penasaran tumbuh dalam dirinya dan kakak kelas yang itu pun menjadi korban pertama dari rasa penasaran Chrysta.

Me, The Barista & The BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang