51. KACAU

4.7K 173 10
                                    

Setelah Alexander meninggalkan ruang ganti dengan ekspresi dingin yang menyeramkan, tubuh Chrysta langsung ambruk di atas kursi di depan meja rias.

Ia menyapu pandangannya ke seluruh ruangan.

Ruangan yang sebenarnya tidak jauh beda dari dirinya sendiri.

KACAU.

Segala macam perasaan bercampur aduk dalam dirinya dan akhirnya, air mata pun mengalir dari matanya.

Apakah air mata itu disebabkan oleh kemarahan?

Atau

Disebabkan oleh rasa frustasi?

Sejujurnya, Chrysta tidak tahu lagi.

Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Semua rencananya menjadi kacau balau dalam sekejap mata, semua-nya hancur dan Chrysta tahu, tidak akan ada yang bisa dilakukan untuk mengembalikan keadaan menjadi seperti semula.

Mengapa?

Karena jika sebuah gelas sudah pecah, mau se-maksimal apapun hasil perbaikannya, gelas itu tetap tidak akan sama seperti semula, tidak akan menjadi seperti sebelum pecah.

Chrysta memijat pelipisnya dan memejamkan matanya.

Migraine langganan-nya mulai menyerang kepalanya tanpa ampun. 

Denyut denyut menyakitkan yang selalu muncul jika Chrysta merasakan tekanan yang besar itu juga sama sekali tidak membantu, malah memperburuk keadaan.

Chrysta menyelenggarakan acara ini, sebagai salah satu tanda hormat kepada almarhum bunda-nya. Ia berniat mengenang kepergian wanita pertama yang hadir dalam hidupnya itu. Tapi, semuanya gagal, hancur hanya karena tindakan bodoh Alexander.

Apa akan ada orang yang membicarakan keberhasilan acara ini besok?

Apa publik akan lebih tertarik kepada hasil karya-nya dibanding dengan kejadian tadi?

Sudah jelas bukan? Jawabannya adalah tidak.

Tidak akan ada yang mengingat tujuan dari acara ini, itu sudah pasti.

Merasa sesak, Chrysta akhirnya menjerit sekuat tenaga. Dengan harapan, semua penderitaannya akan keluar dari dirinya bersamaan dengan suara jeritan itu.

But we all know that, life is never easy, right?

*******************************************************

Setelah mebereskan apa yang perlu dibereskan setelah acara selesai dan memastikan keadaan Sebastian dan juga Zillia, Chrysta pun langsung bergegas ke mobilnya. Tanpa berpikir panjang, Ia pun langsung menginjak pedal gas sekuat tenaga.

Tidak disangka, malam ini, jalan raya di Ibukota mendadak lenggang. Hanya terlihat beberapa mobil yang melintas dan syukurnya, tidak ada tanda tanda macet sama sekali.

Chrysta ingin sekali menertawakan dirinya yang terasa pathetic ini. Ia seperti kelinci yang tersesat dan kehilangan arah. Ia tidak tahu harus atau mau kemana. Ia melirik jam pada layar LED kecil yang sempat dimodif dalam mobilnya dan menghela nafas.

2:16 AM

"mau kemana coba jam segini?" batinnya.

Chrysta pun memelankan kelajuan mobilnya secara perlahan-lahan dan akhirnya, ia pun menepikan mobilnya.

Ia mematikan mesin mobilnya dan menurunkan jendela mobilnya. Ia menghirup udara segar –yang sebenarnya tidak terlalu segar, karena ayolah, kita sedang membicarakan udara Ibukota- dan memejamkan mata.

Inilah yang ia butuhkan.

Ketenangan.

Hanya ada dirinya, angin malam dan cahaya rembulan yang menyejukkan hati.

Chrysta membuka matanya dan menatap bulan purnama yang sempurna pada malam ini.

Benarkah kata orang bahwa di bulan ada seorang perempuan yang sedang menimang bayinya?

Karena sekarang, setelah diamati dengan cermat, Chrysta dapat melihat hal yang selalu diceritakan bunda-nya melalui dongeng sebelum tidur, dulu.

Chrysta memindahkan pandangannya dari bulan ke laci dasbor mobilnya dan ia pun membukan laci tersebut.

Diantara tumpukan kertas-kertas yang tidak jelas, Chrysta menemukan secarik kertas yang ia cari.

Sebuah foto.

Foto yang menjadi bukti abadi dari kejadian masa lalu yang mengandung rasa manis dan rasa pahit yang bercampur aduk menjadi satu.

Foto itu, menampilkan 3 sosok yang mengenakan pakaian berwarna hitam tanda duka.

Seorang pria sedang berdiri tepat dibelakang dua anak kecil yang sedang menangis.

Chrysta ingat, ingat dengan benar, bahwa kala itu, sepasang anak kembar itu menangis hingga sesak nafas, karena kehilangan bunda-nya.

Namun, pria yang mereka sebut ayah itu bahkan tidak menampilkan rasa sedih, sama sekali. Sepanjang acara pemakaman, pria itu hanya memasang muka datar seakan tidak peduli dengan kematian istri-nya sendiri, istri yang mencintai-nya dengan tulus, istri yang selalu pura pura tidak tahu ketika pria itu bermain-main dengan wanita lain, istri yang selalu mengalah dalam semua hal.

Karena cinta dan bodoh, hanyalah berbeda tipis.

Mengingat hal itu saja sudah membuat dirinya geram.

Ia memasukkan foto itu ke dalam laci dasbor dan langsung menutupnya dengan rapat.

Ia menaikkan jendela mobilnya dan kemudian menghidupkan mesin mobilnya.

Ia tidak kehilangan arah lagi,

Karena ia, sudah tahu tujuan selanjutnya. 

**************************************************

Chrysta mengelus batu nisan yang berada dihadapannya dengan lembut.

"bunda, Chrysta mau minta maaf, acara hari ini berantakan semua, padahal Chrysta pengen bikin acara yang amaaaaaaaaaazing demi bunda, tapi, gara gara cowok brengsek itu, semua hancur dan sekarang, Chrysta ga tau lagi harus gimana, bun," bisik Chrysta.

Chrysta tidak mengharapkan balasan untuk semua kata-katanya karena ia tahu, berharap saja sudah salah.

Chrysta menunduk dan perlahan-lahan, air mata yang sudah dia tahan sejak tadi pun mengalir deras, bagaikan bendungan air yang mendadak bocor dan tak dapat ditahan.

Isakan demi isakan pun terdengar, isakan-isakan itu menjadi semakin keras dari waktu ke waktu.

"ga baik nangis-nangis di kuburan sendirian saat subuh, ntar dikirain mbak kunti loh,"

Mata Chrytsa terbelalak. Ia kira, pada waktu seperti ini, tidak akan ada orang yang menganggu kunjungannya. Namun, sepertinya ia salah.

Chrysta menghentikan isakannya dan ia pun langsung menghapus semua tanda-tanda air mata dari wajahnya, ia menarik nafas dalam-dalam sembari mengumpulkan semua keping-keping kesadaran rasional, yang masih tersisa dalam dirinya.

Chrysta sudah bersiap untuk memberikan pidato yang bertema "Mind Your Own Business" ketika ia berbalik menghadap sumber suara itu.

Namun, semua makian yang sudah ia persiapkan seakan menghilang ketika melihat wajah pemilik kalimat itu.

Menghilang, tepat seperti sebuah file yang tidak sempat di save ketika seperangkat komputer di matikan.

Bukan, walaupun Chrysta sedang berada di tengah-tengah kuburan pada subuh hari, yang membuatnya terkejut bukanlah sejenis mahluk astral atau sebagainya.

Melainkan... 

HEIIIII! aku sudah kembaliiiiiiiiiiiiiii. ada yang kangen ga sama aku ga?

ngga? oke, fain!

semoga kalian menyukai part ini!

jangan lupa vote, komen & share!

Me, The Barista & The BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang