Chrysta yang sudah menghabiskan sekitar 15 menit demi mem-pep-talk dirinya pun dengan pelan melangkah ke arah dapur menuju sumber aroma lezat yang seakan menyihir perutnya.
Begitu memasuki dapur, hal pertama yang ia lihat adalah punggung Alexander yang kekar dan otot-ototnya yang seakan mengintip dari balik kaos ketat berwarna hitam yang ia kenakan. Chrysta lebih kaget lagi ketika melihat Alexander yang dengan lincahnya bergerak beraktivitas di dalam dapur, seakan sudah sering memasak.
"Alexander? Billionaire super angkuh ini bisa masak?"pikirnya.
Mendadak, Chrysta merasa malu sendiri karena jika dibandingkan dengan kemampuan masak dirinya, maka Alexander seakan seorang Gordon Ramsey.
Tepat setelah Chrysta selesai membuat memo dalam pemikirannya untuk mulai belajar masak secara serius, Alexander yang tampaknya sudah selesai menyiapkan hidangannya pun berbalik badan, hampir menubruk Chrysta yang entah sejak kapan berjalan mendekati Alexander.
Menyadari posisi mereka yang hanya berjarak beberapa jengkal, nafas Chrysta seakan terengut dari dirinya.
Setelah menatap mata Chrysta untuk sejenak, tatapan Alexander pun beralih ke bibir Chrysta yang merah alami dan menggoda. Dengan perlahan, Alexander pun mendekatkan bibirnya ke bibir Chrysta.
Di momen itu juga, Chrysta berhenti bernafas sepenuhnya dan langsung menutup matanya.
Ketika dadanya mulai sesak karena kekurangan udara dan hal yang ia tunggu-tunggu belum kunjung datang, Chrysta mengerutkan dahinya sembari masih menutup mata.
"apakah kamu berpikiran untuk melanjutkan hal yang belum selesai tadi malam?"
Mendengar suara Alexander yang mengejek itu, segala fantasi dan imajinasi yang Chrysta bayangkan langsung hilang ibarat sebuah televisi yang colokannya dicabut.
"damn it," gumam Chrysta perlahan setelah sudah membuka matanya dan mendapati Alexander yang menatap dirinya dengan tatapan yang sangat terhibur.
Chrysta yang merasa wajahnya memanas dan yakin bahwa kini kedua pipinya pasti sudah merah merona pun segera mengambil jarak 'aman' dari Alexander.
Dengan kalang kabut, ia memaksa otaknya untuk memikirkan sebuah balasan ataupun alasan agar harga dirinya masih setidaknya bisa diselamatkan. Namun di tengah-tengah brain-stormingnya itu, Chrysta tiba-tiba tersentak ketika teringat perkataan Alexander tadi.
"apa maksudmu, hal yang belum selesai tadi malam?" pekiknya panik.
Begitu paniknya Chrysta sampai ia harus berjalan mondar-mandir guna merasakan apakah daerah di antara selangkangannya nyeri atau tidak. Begitu ia merasa sudah aman, bebas nyeri, ia kembali menatap Alexander dengan tatapan membunuh.
"tenang saja, tadi malam itu hanya trailer, kalau sudah ketemu full versionnya, aku jamin, mau semabuk apapun kamu, pasti bakalan ingat," balas Alexander dengan sudut bibirnya sedikit terangkat dan tatapan yang terhibur.
Tidak menunggu bom yang baru saja ia letakkan meledak, Alexander langsung membawa kedua piring berisi pancake pergi meninggalkan dapur ke arah meja makan.
"demi apapun, ini bakal jadi kali terakhirnya aku minum," gumam Chrysta yang merasa kesal bercampur malu.
Sambil berusaha menahan agar suhu wajahnya kembali normal, Chrysta berjalan mengikuti jejak Alexander menuju meja makan yang duduk di seberang Alexander.
Karena awalnya ia terlalu focus pada aroma lezat pancake, ia bahkan tidak sadar bahwa meja makan sudah dipenuhi dengan berbagai jenis hidangan yang terlihat lezat seperti bacon, omelette, salad, dan banyak lagi.
"ini untuk satu timnas sepakbola?" tanya Chrysta dengan mata yang terbelalak.
"aku tidak tahu kamu sukanya apa, untuk jaga-jaga aku siapin banyak-banyak macam," balas Alexander dengan santai .
Dengan alis yang terangkat, Chrysta mulai memotong pancake yang berada di hadapannya. Ia tidak pernah menyangka bahwa di balik tampang angkuh dan judul Casanova Alexander, terdapat seorang lelaki yang, lumayan perhatian.
Begitu pancake yang tadi ia potong masuk ke dalam mulutnya, mata Chrysta langsung terbelalak dan ia langsung mengerang keras secara refleks.
Niat Chrysta untuk melanjuti kelezatan pancake di hadapannya pun harus mengalami sebuah jeda ketika Alexander tiba-tiba menjatuhkan garpunya dan menghasilkan bunyi nyaring.
Merasa kesal karena kelezatannya terganggu, Chrysta langsung melototi Alexander dengan dahi yang mengerut. Niatnya untuk mengumpati Alexander seketika menghilang ketika ia melihat sorotan mata Alexander yang berubah menyerupai predator yang sedang memantau mangsanya.
Melihat situasi seperti ini, Chrysta langsung mengurung niatnya dan menelan ludah dengan susah payah.
"demi apapun, Chrysta, kalau kamu tidak mau malam pertama sebelum menikah, hentikan eranganmu!" perintah Alexander dengan nada suara yang terdengar menderita.
Chrysta yang salah tingkah melihat Alexander yang seperti itu pun hanya mengangguk pelan dan kembali melanjutkan aktivitas makannya. Namun kali ini, ia berusaha menahan diri agar tidak mengerang karena kelezatan pancake pembawa petaka tersebut.
Setelah lewat beberapa saat, Alexander yang sudah selesai makan pun mulai bekerja menggunakan iPad-nya, sedangkan Chrysta yang juga sudah selesai makan pun menyesap secangkir kopi.
Chrysta melihat ke bawahnya, ke arah pakaiannya dan tiba-tiba teringat dengan pertanyaan yang seharusnya ia tanya dari awal.
"ini dress siapa?" tanya Chrysta pada Alexander yang sedang menulis pada iPadnya menggunakan apple pencil.
"itu punya anak bibi pembersih rumahku, tenang saja, itu branded kok," balas Alexander yang terus melakukan pekerjaannya.
Mendengar jawaban Alexander yang salah fokus itu Chrysta pun memutar kedua bola matanya.
"bukan itu intinya," balasnya dengan penekanan.
"lalu?" tanya Alexander.
"seperti yang kamu bilang, ini baju tuh Chanel, exclusive edition yang harganya mahal sekali, yakin kalau ini punya anak bibi pembersih? Bukan milik salah satu sosialita penghangat ranjangmu?" lanjut Chrysta kesal. Ia bersumpah demi apapun bahwa ia akan mendorong Alexander dari Gedung yang sangat tinggi ini kalau ternyata pakaian ini milik salah satu 'teman'nya.
"cie cemburu," sahut pemikiran internal Chrysta.
"gue gak cemburu, gue Cuma gamau jadi bahan tertawaan orang," batin Chrysta pada dirinya, seakan berusaha meyakinkan dirinya sendiri.
Mendengar nada suara Chrysta yang penuh rasa curiga, Alexander pun menghentikan pekerjaannya.
"ini benar-benar pakaian milik bibi pembersih, tanya saja kalau tidak percaya, kalau masalah merek, anak perempuan bibi ini tuh seorang model yang sedang naik daun," jelas Alexander dengan santai.
"model?" tanya Chrysta sambil memiringkan kepalanya.
"Zillia Tierro, kenal?" mendengar balasan Alexander mata Chrysta langsung terbelalak.
"Zillia Tierro?" model yang finalenya yang pingsan tiba-tiba dan berujung pada pengumuman pertunangannya secara mendadak, bagaimana mungkin ia tidak ingat?
"iya, bibi itu orang yang besarin aku dari masih berumur 5, waktu aku pindah kesini, bibi ikut juga, sampai sekarang bibi juga masih bantu-bantu ngurus kebutuhan," penjelasan Alexander membuat Chrysta hanya dapat membuat bibir berbentuk 'O'.
Begitu rasa ingin tahunya sudah terpenuhi, Chrysta langsung teringat dengan sesuatu atau lebih tepatnya, seseorang yang ia yakin sudah membuat rencana untuk menelannya hidup-hidup.
"Christopher,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Me, The Barista & The Billionaire
RomanceChrystabelle Laurenzel Ferdoran, designer trendy yang notabene merupakan anak salah satu pengusaha terkaya di dunia. Cantik? iya. Menawan? tiada tara. Percaya diri? sangat. Kaya? teramat. Mandiri? terlalu. Ketika perempuan abad 21 seperti Chrysta d...