60. Dokter Cinta

2.5K 85 9
                                    

^Jenna Martier

Sembari berusaha menahan amarahnya, Chrysta berjalan melalui pintu masuk Arabelle's Boutique.

Ketika ia masuk, pemandangan tidak mengenakan langsung menyambutnya.

Ditengah kerumunan, terlihat sesosok wanita cantik yang sedang berteriak-teriak histeris.

Setelah Chrysta berjalan mendekati kerumunan itu, barulah ia sadar bahwa wanita tersebut tidak lain tidak bukan merupakan Jenna Martier, seorang cucu konglomerat yang terkenal akan kehidupan sosialitanya serba luxury dan juga sifatnya yang,

Antagonis.

"Pelayanan macam apa ini?! Lo tau ga gue siapa?! Gue bisa aja bikin hidup lo sengsara seumur hidup!" Jeritan Jenna menyebabkan Chrysta sedikit cringe karena suaranya yang melengking menusuk gendang telinga itu.

"Ada masalah apa ini?" Ujar Chrysta dengan nada netral dan tegas.

"Ha, ternyata ini pemilik butik dengan kualitas pelayanan yang murahan seperti ini, hm, selaras sih," cibir Jenna sembari mengerucutkan bibir merahnya.

Usaha yang Chrysta keluarkan agar tidak memutar bola matanya begitu besar, hanya karena ia tidak ingin bermasalah dengan seorang bocah yang merasa mainannya dirampas.

"Apabila pelayanan staf kami tidak sesuai dengan keinginan anda, kami bersedia menerima kritik dan saran, tapi dapat kami jamin bahwa semua staf kami terlatih dan profesional,"

Chrysta melirik ke arah staf yang tadinya dibentak oleh Jenna, gadis itu bernama Willa, dan ia baru mulai bekerja beberapa bulan yang lalu. Walaupun dalam waktu yang lumayan singkat itu, Chrysta yakin bahwa pelayanan yang ia berikan tidak mungkin se"murahan" yang dituduh Jenna. Gadis malang itu sedang berdiri dengan kepala yang tertunduk dan raut wajah seperti sedang menahan tangis.

"Tapi seterlatih apapun staf kami, mereka tidak dilatih untuk menghadapi seorang pelanggan yang sengaja datang untuk mencari masalah," lanjut Chrysta dengan raut wajah siap tempur.

Egonya memang besar, tapi tidak cukup besar hingga ia menolak mendengarkan kritik dan saran yang konstruktif, namun ia sadar, bahwa Jenna memang sengaja membuat onar di butik yang merupakan martabat dan kebanggaannya ini, dengan hanya satu alasan,

Pertunangannya dengan Alexander.

Dasar tunangan laknat

Chrysta tidak terima apabila butiknya dicela oleh karena alasan bodoh seperti itu.

"Hey! Maksud lo apa?! Lo tau gue siapa?!" Jerit Jenna yang wajahnya kian lama kian memerah akibat amarah.

"Wah, maaf sekali kalau anda tersinggung, tapi apakah sebelumnya saya menyebut nama? Tidak kan? Lantas kenapa anda merasa, kalau memang tindakan anda tidak seperti yang saya bilang tadi?" Balas Chrysta sembari menaikkan salah satu alisnya sebagai tantangan.

Bocah kecil seperti ini emang harus dikasih pelajaran.

"Dan untuk menjawab pertanyaan kedua anda, mari kita ingat-ingat dulu, oh, namamu Jenna Martier bukan? Yang katanya sempat ngilang beberapa bulan, hm, katanya sih baru aborsi ya? Kasian sekali, anak haram ya?"

PLAK

Ibarat gunung berapi yang meletus secara tiba-tiba, Jenna langsung menampar pipi Chrysta.

"This little.." tanpa membuang waktu, Chrysta langsung menonjok hidung mancung Jenna.

Rasa shock yang berbaur amarah yang dirasakan Jenna tertuang menjadi sebuah jeritan yang melengking.

"SILIKON GUE!" jeritnya.

Jeritannya bertambah keras ketika ia tersadar bahwa hidungnya bengkok dan berdarah.

"Dengar ya, disini itu bukan tempat bagi bocah yang baru tahu seluk beluk cara kerja dunia ini, seperti lo! Sudah cantik dan berpendidikan tinggi tapi berkelakuan seperti babun sedang mau kawin, sadar tidak kalau itu tuh menyedihkan!" Bentak Chrysta.

Jenna yang sekarang sedang dibopongi oleh salah satu temannya yang terlihat seperti berasal dari, spesies, yang sama pun membuka mulutnya seperti ingin membalas.

Namun sebelum satu patah kata pun bisa keluar dari bibirnya, Chrysta langsung memberhentikannya dengan jari telunjuknya dan tatapan pembunuhnya.

"Diam, gue belum siap ngomong, jangan lo kira gue gak tau lo kenapa kayak begini, jaga itu harga diri, jangan hanya karena seseorang saja yang tidak menghargai, lo langsung berperilaku layaknya, whore," lanjut Chrysta.

"Lo itu ga bakalan jauh beda dari gue, akhirnya dia akan ngehempas lo dan pergi ke perempuan lain! INGAT ITU!" jerit Jenna dengan air mata yang terus berjatuhan.

Dipikir-pikir lagi, sebenarnya Chrysta sedikit bersimpati kepada gadis itu. Ia terlihat sangat terikat dengan Alexander. Sekali dua kali Chrysta pernah mendengar nama Jenna secara bersamaan dengan Alexander. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa Jenna merupakan salah satu gandengan yang paling sering Alexander gandeng.

"Apapun nasehatmu, simpan saja untuk dirimu sendiri, sekarang, mau keluar sendiri atau mau ditelfon polisi?" Ancam Chrysta dengan nada tegas dan tatapan bosan.

Ia tidak datang bekerja hanya untuk menghadapi amukan seorang yang tak terima diputusi.

"Gue itu designer, bukan dokter cinta." Pikirnya miris ketika meninjau kembali seperti apa jadinya kesehariannya setelah bertemu Alexander.

Sembari memegang hidungnya sudah berhenti berdarah namun masih miring, Jenna pun mendengus kesal dan pergi meninggalkan butik tersebut.

Melihat keadaan yang sudah membaik, Chrysta pun menginstruksikan stafnya agar lanjut bekerja sesuai tugasnya dan membubarkan seluruh kerumunan yang menonton perseteruannya tadi.

Sambil mengelus pelan pipinya yang tertampar tadi, Chrysta memindahkan fokusnya ke stafnya yang menjadi korban amukan Jenna tadi.

"Kalau kamu butuh istirahat untuk menenangkan diri, pergilah, saya izinkan," ucapnya dengan senyuk kecil sebelum beranjak ke arah ruang kerjanya.

Chrysta membuat sebuah memo dalam pikirannya untuk memberikan sebuah omelan ke Alexander setelah ini.

#QOTD :

Whats your favorite colour?  Mine is black 🖤






Me, The Barista & The BillionaireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang