Chrysta memegang setir mobil didepannya dengan erat. Sekarang, ia berada di tepi jalan raya, mencari-cari tujuan selanjutnya. Ia tidak ingin menganggu Lisa, pasalnya, jarum pendek pada jam sudah singgah dengan nyaman pada angka sebelas dan ia tidak ingin membuat Lalisa terasa terbeban dengan permasalahannya dan Chris. Ia tahu betapa tidak nyaman rasanya jika ditempatkan sebagai orang tengah, maka ia memutuskan untuk tidak bercerita kepada Lisa.
Ia menghela nafas dan mengambil cermin dari tasnya.
Ia berhadapan dengan perempuan yang tampak menyedihkan. Matanya sedikit bengkak dan merah akibat menangis. Dengan noda air mata yang masih menghiasi pipinya, ia merasa sangat pathethic. Ia tidak pernah berpikir bahwa dirinya akan terlihat seperti ini lagi setelah kepergian bundanya. Ia berjanji pada diri sendiri untuk tidak pernah menangis lagi setelah kepergian bundanya, dan lihatlah dirinya sekarang. lemah dan menyedihkan. Dua hal itu terus berputar putar dalam pikirannya, seakan menghukumnya karena telah mengingkari janji pada dirinya sendiri.
Chrysta yang merasa kehilangan arah pun mulai mengemudikan mobilnya. Sejujurnya, ia sendiri pun masih belum yakin dengan arah tujuannya. Ia hanya ingin merasa bahwa dirinya bergerak, tidak menetap disuatu titik. Karena seperti itulah hidupnya dalam gambarannya sekarang...
stuck at one point and she have no idea how to escape.
Mobil Chrysta masuk ke sebuah jalur yang tidak terlalu ramai dan ekor matanya menangkap sebuah tempat yang familiar.
Dawn Cafe.
STAY TUNE FOR NEXT CHAPTER! dannnnnnnnn PART PERTAMA (PROLOGUE) SUDAH MENCAPAI 100+ READS! YEAYYYY! terima kasih sudah membaca cerita ini!
DEFINITELY LOVE YOU ALL LOTS!
KAMU SEDANG MEMBACA
Me, The Barista & The Billionaire
RomanceChrystabelle Laurenzel Ferdoran, designer trendy yang notabene merupakan anak salah satu pengusaha terkaya di dunia. Cantik? iya. Menawan? tiada tara. Percaya diri? sangat. Kaya? teramat. Mandiri? terlalu. Ketika perempuan abad 21 seperti Chrysta d...