"Silahkan tuan, dan nyonya Nielson, pihak kami merasa sangat terhormat karena dapat melayani anda," ucap seorang pria paruh baya dengan nada yang terlampau ramah.
Mendengar panggilan yang diucapkan pria tersebut, kepala Chrysta langsung berpaling menghadap Alexander.
Dengan mata yang disipitkan, Chrysta memberi tatapan tajam kepada Alexander yang hanya mengangkat bahu tanpa bersalah.
"Mari saya antar ke tempat yang telah direserve,"
Tanpa berbicara, Chrysta mengikuti arahan manajer tersebut. Akibat kelelahan yang disebabkan oleh pekerjaan hari ini, ia tidak sedang dalam suasana hati untuk membesar-besarkan masalah.
Melihat calon istrinya yang kalem tidak semestinya itu, Alexander menaikkan salah satunya alisnya dengan heran.
"Hm..."
*******************************************
"Saya mau Salmon Grilled Fillet with honey, sidedish-nya saya mau caesar salad," ujar Chrysta tepat setelah mendudukkan dirinya.
Melihat kelakuan Chrysta, Alexander tersenyum kecil, menahan cengiran lebar yang nyaris terbentuk secara refleks.
"Apa," ucap Chrysta secara ketus setelah ia menyelesaikan pesanannya dan mendapati bahwa Alexander terdiam saja dan menatapinya sembari tersenyum.
"Tidak ada, hanya gemas saja," balas Alexander yang sudah tidak bisa menahan cengiran lebarnya.
Mendengar balasan Alexander, Chrysta hanya mengernyitkan dahi.
"Apaan sih," gumamnya pelan. Tetapi karena rasa lapar yang sangat intens, Chrysta memilih untuk diam dan berada pada mode penghematan daya atau power saving mode dengan cara menghentikan dirinya dari perdebatan tak signifikan dengan Alexander.
"Saya mau fillet mignon, medium rare," pesan Alexander.
"Untuk minumnya, tuan? Nyonya?" Tanya pelayan restoran tersebut.
"Chateau Montelena Chardonna, 1973, bawakan botolnya saja," ujar Alexander dengan santai.
"Untuk saya, sparkling water saja," lanjut Chrysta.
Setelah mencatat pesanan yang telah ia peroleh, pelayan itu pun memohon diri dengan gerak yang elegan dan terlatih.
"Bagaimana hari mu, calon istriku?" Tanya Alexander dengan nada santai.
Mendengar nama panggilan yang disebut Alexander, Chrysta hanya mendengus kesal. Ia memutuskan untuk berusaha mengabaikan setiap tingkah menyebalkan Alexander, untuk hari ini, hanya karena energinya sudah terkuras habis oleh pekerjaannya.
"Seperti biasa saja," balas Chrysta singkat.
"Kamu terlihat lelah, maaf sudah mengajakmu keluar,"
Mata Chrysta langsung terbelalak, ia bahkan mencubit lengannya di bawah meja dan ketika ia merasa sakit, ia tahu bahwa ia tidak sedang bermimpi. Alexander? Mengucapkan maaf? Ketika ia memperhatikan raut wajah Alexander, ia tidak melihat tanda-tanda ejekan atau sarkasme, hanya wajah yang benar-benar merasa bersalah.
Sepertinya hari ini ibukota akan hujan salju
"Salah, kamu tidak mengajakku, tapi memaksaku," balas Chrysta dengan nada penekanan. Ia memilih untuk menyembunyikan rasa takjub yang sempat ia rasakan ketika Alexander meminta maaf.
"Semantik, sweetheart," balas Alexander dengan sudut bibir yang sedikit terangkat.
Chrysta hanya memutar bola matanya dengan kesal.
Tepat pada kesunyian itu, pelayan yang tadi kembali dengan pesanan sepasang yang bisa disebut tunangan tersebut.
"Silahkan, tuan dan nyonya," ujar pelayan itu sembari tersenyum setelah selesai menyajikan pesanan ke pemiliknya masing-masing.
Selama menyantap pesanan mereka masing-masing. keduanya tidak berbicara sama sekali, yang terdengar hanyalah suara bentrokan antara peralatan makan dan piring.
Sesekali, Alexander melirik Chrysta yang sedang makan dengan lahap sembari tersenyum kecil.
Hingga akhirnya, makanan di atas meja pun habis dan keduanya pun dilanda rasa kenyang.
Sambil menggerakkan gelas wine, Alexander pun membuka pembicaraan.
"Maksud aku mengundangmu hari ini, adalah untuk membicarakan pernikahan kita," ucap Alexander dengan nada serius. Tampang santai yang tadinya menghiasi wajahnya sudah hilang tanpa jejak.
Chrysta memberikan seluruh perhatiannya kepada Alexander. Sebagai pertanda untuk Alexander melanjutkan ucapannya, Chrysta hanya mengangguk sambil menatap Alexander dengan tatapan netral, walaupun sebenarnya, hati Chrysta sedang tidak karuan.
Ia sedang berusaha untuk tidak membayangkan skenario-skenario mengerikan yang akan terjadi apabila pernikahan mereka terealisasi. Toh ia pun sudah tidak asing lagi dengan gosip-gosip mengenai Alexander dengan gandengan-gandengan sementaranya.
"Aku tahu ini sangat tiba-tiba dan mungkin cara pendekatanku selama ini tidak begitu, baik, tapi aku ingin kamu tahu bahwa pernikahan ini juga bukan atas dasar keinginanku,"
Alexander yang berada di hadapannya sungguh berbeda dengan Alexander yang selama ini Chrysta pikir ia kenal. Alexander yang berada di hadapannya kini terlihat seperti seorang pebisnis handal, dingin dan penuh perhitungan.
"Terus terang, apabila aku tidak menikahimu, posisiku sebagai ahli waris keluargaku terancam, maka dari itu, aku ingin membuat sebuah kesepakatan denganmu," lanjut Alexander.
Tanpa sadar, Chrysta terdiam sepenuhnya dengan rasa antisipasi akan kata-kata yang akan Alexander ucapkan.
"Jadilah istriku selama setahun saja,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Me, The Barista & The Billionaire
RomanceChrystabelle Laurenzel Ferdoran, designer trendy yang notabene merupakan anak salah satu pengusaha terkaya di dunia. Cantik? iya. Menawan? tiada tara. Percaya diri? sangat. Kaya? teramat. Mandiri? terlalu. Ketika perempuan abad 21 seperti Chrysta d...